MAKALAH
Perkembangan Masa Akhir Kanak-kanak
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Perkembangan
Individu
Oleh
Rombel 2
·
Astrid Pitaloka P. (1301414047)
·
Ika Rosyadah H.A (1301414051)
·
Fata Shohibudin P. (1301414084)
JURUSAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah sosiologi yang berjudul “PERKEMBANGAN ANAK-ANAK AKHIR” tepat pada waktunya.
Kami sampaikan terimakasih kepada sahabat-sahabat yang
telah membantu kami atas terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak
retak “, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan
yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan. Amin
Semarang, 23 Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
|
..........................................................................................
|
i
|
Kata Pengantar
|
..........................................................................................
|
ii ii
|
Daftar Isi
|
.........................................................................................
|
ii
|
Bab 1
|
Pendahuluan ..................................................................
|
1
|
|
1.1 Latar Belakang
..........................................................
|
1
|
|
1.2 Rumusan Masalah
.....................................................
|
1
|
|
1.3 Tujuan .......................................................................
|
1
|
Bab II
|
Pembahasan
...................................................................
|
2
|
|
2.1 Perkembangan Sosial pada Anak-anak
Akhir ..........
|
2
|
|
2.2 Perkembangan Moral pada Anak-anak
Akhir ..........
|
2
|
|
2.3 Perkembangan Bahasa pada
Anak-anak Akhir ........
|
7
|
Bab III
|
Penutup
..........................................................................
|
9
|
|
3.1 Kesimpulan ...............................................................
|
9
|
|
3.2 Saran
.........................................................................
|
9
|
|
DAFTAR PUSTAKA
...................................................
|
10
|
iii
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Akhir masa kanak-kanak (late
childhood) berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu
menjadi matang secara seksual. Permulaan masa akhir kanak-kanak ditandai dengan
masuknya anak ke kelas satu. Bagi sebagian anak, hal ini merupakan perubahan
besar dalam pola kehidupan anak. Sementara menyesuaikan diri dengan tuntutan
dan harapan baru dari kelas satu, kebanyakan anak berada dalam keadaaan tidak
seimbang; anak mengalami gangguan emosional sehingga sulit untuk hidup bersama
dan bekerja sama. Masuk kelas satu merupakan peristiwa penting bagi setiap anak
sehingga dapat mengakibatkan perubahan dalam sikap, nilai, dan prilaku.
Selama setahun atau dua tahun terakhir dari masa kanak-kanak terjadi perubahan fisik yang menonjol dan hal ini juga dapat mengakibatkan perubahan dalam sikap, nilai, dan prilaku untuk memasuki masa remaja. Perubahan fisik yang terjadi menjelang berakhirnya masa kanak-kanak menimbulkan keadaan ketidakseimbangan dimana pola kehidupan yang sudah terbiasa menjadi terganggu sampai tercapainya penyesuaian diri terhadap perubahan ini.
Akhir masa kanak-kanak secara tepat dapat diketahui, tetapi orang tidak dapat mengetahui secara tepat kapan periode ini berakhir karena kematangan seksual. Yaitu kriteria yang digunakan untuk memisahkan masa kanak-kanak dengan masa remaja-timbuknya tidak selalu pada usia yang sama. Ini disebabkan perbedaaan dalam kematangan seksual anak laki-laki dan anak perempuan.
Selama setahun atau dua tahun terakhir dari masa kanak-kanak terjadi perubahan fisik yang menonjol dan hal ini juga dapat mengakibatkan perubahan dalam sikap, nilai, dan prilaku untuk memasuki masa remaja. Perubahan fisik yang terjadi menjelang berakhirnya masa kanak-kanak menimbulkan keadaan ketidakseimbangan dimana pola kehidupan yang sudah terbiasa menjadi terganggu sampai tercapainya penyesuaian diri terhadap perubahan ini.
Akhir masa kanak-kanak secara tepat dapat diketahui, tetapi orang tidak dapat mengetahui secara tepat kapan periode ini berakhir karena kematangan seksual. Yaitu kriteria yang digunakan untuk memisahkan masa kanak-kanak dengan masa remaja-timbuknya tidak selalu pada usia yang sama. Ini disebabkan perbedaaan dalam kematangan seksual anak laki-laki dan anak perempuan.
1.2.
Rumusan
Masalah
1. Bagaiamana
aspek perkembangan fisik pada anak-anak akhir?
2. Bagaiaman
aspek perkembangan kognitif pada anak-anak akhir?
3. Bagaimana
aspek perkembangan emosi pada anak-anak akhir?
4. Bagaimana
aspek perkembangan sosial pada anak-anak akhir?
5. Bagaimana
aspek perkembangan moral pada anak-anak akhir?
6. Bagaimana
aspek perkembangan bahasa pada anak-anak akhir?
1.3.
Tujuan
1. Menjelaskan
bagaiamana aspek perkembangan fisik pada anak-ank akhir.
2. Menjelaskan
bagaiamana aspek perkembangan kognitif pada anak-anak akhir.
3. Menjelaskan
bagaiamana aspek perkembangan emosi pada anak-
anak akhir.
4. Menejalaskan
bagaiamana aspek perkembangan sosial pada anak-
anak akhir.
5. Menejalaskan
bagaiamana aspek perkembangan moral pada anak-
anak akhir.
6. Menejalaskan
bagaiamana aspek perkembangan bahasa pada anak-
anak akhir.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Perkembangan
Fisik
2.1.1.
Tinggi
Kenaikan tinggi
per tahun adalah 2-3 inci. Rata-rata anak perempuan sebelas tahun mempunyai
tinggi badan 58 inci dan anak laki-laki 57,5 inci.
2.1.2. Berat
Kenaikan berat lebih bervariasi
daripada kenaikan tinggi, berkisar antara 3-5 pon pertahun. Rata-rata anak
perempuan sebelas tahun mempunyai berat badan 88,5 pon dan anak laki-laki 85,5
pon.
2.1.3.
Perbandingan tubuh
Meskipun kepala
masih terlampau besar dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya, beberapa
perbandingan wajah yang kurang baik menghilang dengan bertambah besarnya mulut
dan rahang, dahi melebar dan merata, bibir semakin berisi, hidung menjadi lebih
besar, dan lebih berbentuk. Badan memanjang dan menjadi lebih langsing, leher
menjadi lebih panjang, dada melebar, perut menjadi tidak buncit, lengan dan
tungkai memanjang, tangan dan kaki dengan lambat tumbuh membesar.
2.1.5.
Perbandingan otot-lemak
Selama masa
akhir kanak-kanak, jaringan lemak berkembang lebih cepat daripada jaringan otot
yang perkembangannya baru mulai melejit pada awal pubertas anak yang berbentuk
endomorfik jaringan lemaknya jauh lebih banyak daripada jaringan otot sedangkan
pada tubuh mesomorfik keadaanya terbalik.
2.1.6.
Gigi
Pada
permulaan pubertas, umumnya seorang anak sudah mempunyai dua puluh dua gigi
tetap. Keempat gigi terakhir yang disebut gigi kebijaksanaan, muncul pada masa
remaja.
Menurut
Piaget, masa kanak – kanak akhir berada dalam tahap operasi konkret dalam
berfikir (usia 7-12 tahun), di mana konsep yang yang pada awal masa kanak-kanak
merupakan konsep yang samar-samar dan tidak jelas sekarang lebih konkret. Masa
kanak-kanak akhir menurut Piaget (Partini, 1995: 52-53) tergolong pada masa
Operasi Konkret di mana anak berfikir logis terhadap objek yang konkret.
Terjadi peningkatan dalam hal pemeliharaan, misalnya mau memelihara alat
permainannya. Ia mulai banyak memperhatikan dan menerima pandangan orang lain.
Pada masa operasi konkret anak dapat melakukan banyak pekerjaan pada tingkat
yang lebih tinggi daripada yang dapat mereka lakukan pada masa sebelumnya. Anak
usia 6 atau 7 tahun dapat dipercaya menemukan jalan dari dan ke sekolah.
Menurut Piaget, anak-anak dalam tahapan operasi konkret berfikir induktif,
yaitu dimulai dengan observasi seputar gejala atau hal yang khusus dari suatu
kelompok masyarakat, binatang, objek, atau kejadian, kemudian menarik
kesimpulan. Kemampuan berfikir ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas
mental seperti mengingat, memahami, dan memecahkan masalah.
2.3.
Perkembangan
Emosi
Emosi memainkan peran yang penting dalam kehidupan
anak. Emosi yang nyata misalnya: takut, amarah, cemburu, iri hati kerapkali
disebut sebagai emosi yang tidak menyenangkan atau “unpleasant emotion”
merugikan perkembangan anak. Sebaliknya emosi yang menyenangkan atau “pleasant
emotion” seperti: kasih sayang, kebahagiaan, rasa ingin tahu, suka cita,
tidak saja membantu perkembangan anak tetapi sesuatu yang sangat penting dan
dibutuhkan bagi perkembangan anak. Hurlock (1993, 16) menyatakan bahwa ungkapan
emosi yang muncul pada masa ini masih sama dengan masa sebelumnya, seperti:
amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang.
Ciri-ciri emosi pada kanak-kanak:
a) Emosi anak
cenderung berlangsung relatif lebih singkat(sebentar).
Hal ini disebabkan karena emosi anak menampakkan
dirinya di dalam kegiatan atau gerakan yang nampak, sehingga menghasilkan emosi
yang pendek. Emosi yang khusus pada anak-anak: kesedihan, kemurungan,
ketakutan, ketegangan, kebahagiaan, dan humor.
b) Emosi anak
kuat dan hebat.
Hal ini terlihat apabila anak merasa takut, marah, atau sedang bersenda
gurau. Namun semua itu akan cepat hilang dengan sendirinya.
c) Emosi anak
mudah berubah.
Sering terjadi perubahan, saling berganti-ganti emosi.
d) Emosi anak
nampak berulang-ulang.
Hal ini timbul karena anak dalam proses perkembangan ke arah kedewasaan.
e) Respon emosi
anak berbeda-beda.
Pengamatan terhadap anak dengan berbagai anak dengan berbagai tingkat
usia menunjukkan bervariasinya respon emosi.
f) Emosi anak
dapat diketahui atu dideteksi dari gejala tingkah lakunya.
Misalnya: seorang anak memperlihatkan rasa malu-malu di tempat yang
masih asing. Kemudian
ketika ia sudah tidak merasa asing lagi rasa malunya berkurang atau bahkan
hilang.
g) Perubahan
dalam ungkapan-ungkapan emosional.
Anak-anak memperlihatkan keinginan yang kuat terhadap
apa yang mereka inginkan. Ia tidak mempertimbangkan bahwa keinginan itu
merugikan baik untuk dirinya sendiri sendiri maupun orang lain, juga tidak
mempertimbangkan bahwa untuk memenuhi keinginannya itu memerlukan biaya yang
tidak terjangkau oleh orang tuanya.
2.4. Perkembangan Sosial pada Anak-anak
Akhir
Akhir masa kanak-kanak sering disebut
sebagai “usia berkelompok” karena ditandai dengan adanya minat terhadap
aktivitas teman-teman. Anak tidak lagi puas bermain sendiri atau dengan saudaara-saudaranya.
Dan merasa kesepian bila tidak bersama teman-temannnya.
2.4.1. Ciri
Geng Anak-anak
Geng anak-anak berbeda dengan geng
remaja dalam banyak hal, empat diantaranya sangat penting dan umum.
a. Merupakan
kelompok bermain. Tujuan utama geng anak-anak adalah memperoleh kesenangan.
b. Geng
anak-anak terdiri dari anak-anak yang populer dengan teman yang sebaya. Jadi
untuk menjadi anggota harus diajak.
c. Geng
anak-anak jarang beranggotakan kedua jenis seks.
d. Geng
anak-anak terdiri dari anak-anak yang usia dan tingkat perkembangannya sama,
serta yang mempunyai minat dan kemampuan yang sama.
e. Geng
mempunyai pusat tempat pertemuan, biasanya yang jauh dari pengawasan orang
dewasa.
f. Sebagian
besar kelompok mempunyai tanda kebesaran kelompok.
g. Pemimpin
geng memiliki ideal kelompok dan hampir dalam segala hal lebih unggul dari
anggotanya.
2.4.2. Efek
dari Keanggotaan Kelompok
Ketidakyakinan akan status anak-anak dan
seringkali ketakutan akan ditolak oleh kelompok kecuali dengan tulus
menyesuaikan diri dengan standar-standar mereka, banyak anak yang lebih besar
berusaha mati-matian agar menyamai teman-temannya baik dalam betuk pakaian,
perilaku dan pendapat, meskipun hal ini melawan standar orang tua.
Keanggotaan kelompok dapat menimbulkan
dampak yang kurang baik pada anak-anak, diantaranya :
a. Menjadi
anggota geng seringkali menimbulkan pertentangan dengan orang tua dan terhadap
penolakan standar orang tua.
b. Permusuhan
antara anak laki-laki dan anak perempuan semakin meluas.
c. Kecenderungan
anak yang lebih tua untuk mengembangkan prasangka terhadap anak yang berbeda.
d. Cara
anak memperlakukan anak-anak yang bukan anggota geng.
2.4.3. Teman
pada Masa Akhir Kanak-kanak.
Banyak factor yang menentukan pemilihan
teman. Biasanya yang dipilih adalah yang dianggap serupa dengan dirinya dan
memenuhi kebutuhan. Karena daya tarik fisik mempengaruhi kesan pertama, anak
cenderung memilih mereka yang berpenampilan menarik menjadi teman bermain dan
sebagai teman baik. Keakraban disekolah atau dilingkungan tetangga adalah
penting karena untuk memilih teman-teman lingkungan anak-anak terbatas pada
daerah relative sempit. Dan yang biasa dipilih adalah teman sejenis daripada
lawan jenis.
Sifat-sifat kepribadian penting dalam
memilih teman, apakah sebagai teman bermain ataupun sebagai teman baik. Anak
yang lebih besar memberi nilai tinggi pada kegembiraan, keramahan, kerjasama,
kebaikan hati, kejujuran, kemurahan hati, bahkan keramahan dan sportivitas,
pada teman bermain maupun teman baik. Menjelang masa kanak-kanak berakhir, anak
lebih menyukai teman dan latar belakang social ekonomi, ras dan agama yang
sama, khususnya sebagai teman baik.
Perlakuan teman yang kurang baik tidak
hanya ditujukan kepada anak yang bukan anggota kelompok. Bila anak bertengkar
dengan teman sekelompok, terdapat kecenderungan bagi kelompok untuk menolak
bermain dengan anak yang dimusuhi kelompok.
2.4.4. Status
Sosiometris
Sebelum masa kanak-kanak berakhir,
sebagian besar anak-anak tidak hanya menyadari status sosiometris mereka, yaitu
status yang mereka senangi pada kelompok social, tetapi juga status sosiometris
dari teman-teman sebaya mereka. Tingkat penerimaan yang digemari anak digemari
anak dipengaruhi oleh metode pelatihan anak yang digunakan oleh
orangtua.Keterampilan dan kompetensi social juga mempengaruhi status
sosiometris anak. Sekali status sosiometris didalam kelompok telah terbentuk,
maka hal ini cenderung tetap.
2.4.5.
Pemimpin pada akhir masa
kanak-kanak
Anak yang dipilih oleh
teman-temannya untuk berperan sebagai pemimpin pada akhir masa kanak-kanak,
mendekati ideal di kelompok. Ia tidak hanya disukai oleh sebagian besar anggota
kelompok, tetapi juga memiliki ciri-ciri yang mudah dikagumi.
2.5. Perkembangan Moral pada Anak-anak
Akhir
Apabila
awal masa kanak-kanak akan berakhir, konsep moral anak tidak lagi sesempit dan
sekhusus sebelumnya. Menurut Piaget, anatara usia lima dan dua belas tahun
konsep anak mengenai keadilan sudah berubah. Pengertian yang kaku dank eras
tentang benar dan salah, yang dipelajari dari orangtua, menjadi berubah dan
anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral.
Misalnya, bagi anak usia lima tahun, berbohong selalu buruk, sedangkan anak
yang lebih besar sadar bahwa dalam beberapa situasi, berbohong dibenarkan, dan
oleh karena itu, berbohong tidak selalu buruk.
Kohlberg
memperluas teori Piaget dan menamakan tingkat kedua dari perkembangan moral
akhir masa kanak-kanak sebagai tingkat moralitas konvensional atau moralitas
dari aturan-aturan dan penyesuaian konvensional. Dalam tahap pertama dari
tingkat ini yang oleh Kohlberg disebutkan moralitas anak baik, anak mengikuti
peraturan untuk mengambil hati orang lain dan untuk mempertahankan
hubungan-hubungan yang baik. Dalam tahap kedua, Kohlberg mengatakan bahwa kalu
kelompok social menerima peraturan-peraturan yang sesuai bagi semua anggota
kelompok, ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan untuk menghindari
penolakan kelompok dan celaan.
2.5.1. Perkembangan
Kode Moral
Pada
masa akhir kanak-kanak seperti halnya awal masa remaja, kode moral sangat
dipengaruhi oleh standar moral dari kelompok dimana anak mengidentifikasikan
diri. Ini tidak berarti bahwa anak meninggalkan kode moral keluarga untuk
mengikuti kode kelompok tempat ia bergabung. Hal ini berarti, jika anak harus
memilih, anak akan mengikuti standar-standar geng selama mereka bersama dengan
geng sebagai sarana untuk mempertahankan statusnya dalam geng.
Ketika
anak mencapai akhir masa kanak-kanak, kode moral berangsur-angsur memndekati
kode moral dewasa. Dilaporkan bahwa anak yang mempunyai IQ tinggi cenderung
lebih matang dalam penilaian moral daripada anak yang tingkat kecerdasannya
lebih rendah, dan anak perempuan cenderung membentuk penilaian moral yang lebih
matang daripada anak laki-laki.
2.5.2. Peranan
Disiplin dalam Perkembangan Moral
Disiplin
berperan penting dalam perkembangan kode moral. Meskipun anak memerlukan
disiplin, tetapi disiplin merupakan masalah yang serius bagi anak yang lebih
besar. Penggunaab secara berlanjutan teknik-teknik disiplin yang ternyata
efektif ketika anak masih kecil, cenderung menyebabkan kebencian pada anak yang
lebih besar. Jika disiplin dibutuhkan dalam perkembangan anak.
ESENSI DISIPLIN BAGI ANAK-ANAK YANG LEBIH BESAR
BANTUAN DALAM MENDASARKAN KODE
MORAL
Dalam kasus anak yang lebih besr,
pengajaran mengenai benar dan salah seharusnya menekankan alas an mengapa
pola perilaku tertentu diterima dan mengapa pola lain tidak diterima, dan
seharusnya diarahkan untuk menolong anak memperluas konsep yang lebih luas,
lebih abstrak.
GANJARAN
Ganjaran, seperti pujian atau
perlakuan secara khusus karena berhasil mengatasi situasi sulit, dengan baik,
mempunyai nilai pendidikan yang kuat jika pujian dan perlakuan khusus
menunjukkan pada anak bahwa ia bertindak benar dan juga jika mendorong anak
untuk mengulang perilaku yang baik. Bagaimanapun juga, jikalau pujian dan perlakuan
khusus harus menjadi efektif ganjaran harus sesuai dengan usia dan tingkat
perkembangan anak.
HUKUMAN
Seperti ganjaran, hukuman harus
sesuai dengan perkembangan dan harus dilakukan secara adil, kalau tidak,
dapat menimbulkan kebencian anak. Hukuman juga harus mendorong anak untuk
menyesuaikan diri dengan harapan social di masa berikutnya.
KONSISTENSI
Disiplin yang baik selalau
konsisten. Apa yang benar hari ini, esok juga benar dan lusapun juga benar.
Perbuatan yang salah harus mendapatkan hukuman yang sama bila perbuatan itu
setiap kali diulang, dan perbuatan yang benar juga harus mendapat ganjaran
yang sama.
|
2.5.3. Perkembangan
Suara Hati
Jenis
disiplin biasanya juga memainkan peran yang penting dalam perkembangan suara
hati. Istilah suara hati berarti suatu reaksi khawatir yang terkondisi terhadap
situasi dan tindakan tertentu yang telah dilakukan dengan jalan menghubungkan
perbuatan tertentu dengan hukuman. Suara hati merupakan “polisi yang
diinternalisasikan,” yang mendorong anak untuk melakukan yang benar dan
menghindari hukuman. ( Eysenck,H.J.The development of moral values in
children.VII.The contribution of learning theory. British Journal of
Educational Psychology, 1960, 30, 11-21)
Rasa
bersalah merupakan penilain diri negative yang terjadi bila individu mengakui
bahwa perilakunya bertentangan nilai moral tertentu yang wajib diikuti. Dan
rasa malu adalah reaksi emosioanl yang tidak menyenangkan dari individu
terhadap penilaian negative orang lain, baik yang merupakan dugaan maupun ang
benar-benar yang terjadi, yang mengakibatkan individu mencela diri sendiri
berhadapan dengan kelompok.
2.5.4. Pelanggaran
Hukum pada Masa Aakhir Kanak-kanak
Seperti
halnya dengan anak yang lebih kecil, beberapa pelanggaran ringan oleh anak yang
lebih besar disebabkan oleh ketidaktahuan akan apa yang diharapkan dari padanya
atau karena salah mengerti peraturan. Namun sebagian besar pelanggaran hokum
merupakan akibat dari ikut sertanya anakdalam perbuatan geng yang salah. Untuk
mempertahankan kedudukannya di dalam kelompok, anak sadar bahwa ia harus
berbuat sesuai dengan yang dilakukan gengnya tanpa mempertimbangkan
pandangannya terhada perilaku tesebut.
Pelanggaran
pada akhir masa kanak-kanak bergantung pada peraturan-peraturan yang dilanggar.
Karena peraturan di rumah berbeda dengan peraturan di sekolah. Beberapa
pelanggaran akhir masa kanak-kanak yang paling sering dilaporkan tercantum
dalam table dibawah ini.
PELANGGARAN YANG UMUM PADA AKHIR
MASA KANAK-KANAK
Di rumah
Berkelahi
dengan saudara-saudara
Merusak
milik saudaranya
Bersikap
kasar kepada saudara yang dewasa
Malas
melakukan kegiata rutin
Melalaikan
tanggung jawab
Berbohong
tidak berterus terang
Mencuri
milik saudaranya
Sengaja
menumpahkan sesuatu
Di sekolah
Mencuri
Menipu
Berbohong
Menggunakan
kata-kata yang kasar dan kotor
Merusak
milik sekolah
Membolos
Mengganggu
anak-anak lain dengan mengejek, menggerak dan menciptakan gangguan
Membaca
komik atau mengunyah permen karet selama pelajaran berlangsung
Berbisik-bisik,
melucu, atau berbuat gaduh di kelas
Berkelahi
dengan teman sekelas
Minum
obat-obatna terlarang, terutama marijuana di pekarangan sekolah
|
Dengan
tambahnya usia anak, ia cenderung lebih banyak melanggar peraturan-peraturan di
rumah maupun di sekolah dibandingkan perilaku saat ia lebih muda. Terjadinya
pelanggaran di rumah disebabkan karena anak ingin menegakkan kemandiriannya dan
sebagian lagi karena anak sering menganggap pertauran tidak adil, terutama
apabila berbeda dengan peraturan-peraturan rumah yang diharapkan dipatuhi oleh
semua anggita keluarga dan hukuman yang diterima dianggap tidak adil.
Meningkatnya
pelanggarn di sekolah dapat disebabkan oleh kenyataan bahwa anak yang lebih
besar tidak lagi menyenangi sekolah seperti ketika masih kecil. Misalnya
anak tidak lagi menyukai guru seperti ketika masih duduk di kelas yang lebih
rendah, anak menganggapnbeberapa mata elajaran membosankan sehingga ia berhenti
belajar dan tidak memusatkan perhatian pada mata pelajaran tersebut. Apapun
penyebabnya, pelanggaran seringkali merupaka akibat dari kebosanan. ( McKinney,
J. D. Teacher perceptions of the classroom behavior of reflective and impulsive
children. Psychology in the Schools, 1975, 12, 348-352)
Menjelang
berakhirnya masa kanak-kanak, pelanggaran menjadi semakin berkurang (Dinkmeyer,
D., and D. Dinkmeyer,Jr. Logical consequences: A key to the reduction of
disciplinary problem. Phi Delta Kappan, 1976, 57, 664-666). Menurunnya
pelanggaran mungkin karena adanya kematangan, baik fisik maupun psikologis, tetapi
lebih sering karena kurangnya tenaga yang merupakan ciri pertumbuhan yang pesat
yang mengiringi bagian awal dari masa puber.
Di
rumah, di sekolah, dan di lingkungan tetangga, anak laki-laki lebih sering
melanggar pertauran daripada anak perempuan. Perbedaan ini disebabkan oleh dua
hal:
1. Anak
laki-laki diberi kebebasan lebih banyak daripada anak perempuan dan tidak
sering dihukum atas pelanggaran yang ia lakukan karena adanya anggapan bahwa
“anak laik-laki memang begitu”.
2. Anak
laki-laki merasa bahwa ia harus menentang peraturan untuk menunjukkan
kejantanannya dan dengan demikian memperoleh dukungan teman-teman.
2.6.
Perkembangan
Bahasa pada Anak-anak Akhir
2.6.1. Kosa-kata,
Tata Bahasa, dan Kesadaran Metalinguistik
Selama masa kanak-kanak pertengahan dan
akhir, terjadi perubahan cara mengorganisasikan kosa-kata secara mental. Ketika
ditanyai mengenai kata pertama apa yang terpikir pada saat mendengar sebuah
kata, anak-anak kecil biasanya akan memberikan sebuah kata yang sering kali
mengikuti kata tersebut didalam sebuah kalimat. Sebagai contoh, ketika anak
mendengar kata “makan” mereka akan mengatakan “siang”. Sekitar 7 tahun,
anak-anak mulai merespon sebuah kata yang merupakan bagian dari kelompok kata
dan sekaligus sebagai sebuah stimulus. Sebagai contoh, anak akan merespon kata
makan dengan ‘minum”. Hal ini memperlihatkan bahwa kini anak-anak mulai
melakukan kategorisasi kosa-kata mereka sebagai bagian dari kelompok kata.
Kemajuan dalam kosa-kata dan tata bahasa
yang berlangsung selama sekolah dasar disertai dengan perkembangan kesadaran
metalinguistik, dimana pengetahuan bahasa, seperti pengetahuan mengenai
preposisi atau kemampuan mendiskusikan bunyi bahasa. Kesadaran metalinguistik
memungkinkan anak-anak “memikirkan bahasa yang mereka gunakan, pemahaman
mengenai kata-kata, dan bahkan mendefinisikannya” (Berko Gleason,2009, hal. 4).
Hal ini memperlihatkan kemajuan yang cukup berarti selama sekolah dasar.
Mendefinisikan kata-kata menjadi bagian sehari-hari dari perdebatan dikelas.
Disamping itu, seiring dengan proses belajar dan percakapan mengenai
komponen-komponen kalimat seperti subjek dan kata kerja, pengetahuan anak-anak
mengenai sintaksis juga meningkat (Meltzi dan Ely, 2009).
Anak-anak juga memperlihatkan kemajuan
dalam hal menggunakkan bahasa dengan cara yang sesuai dengan budaya-proses yang
disebut pragmatis (Bryant,2009;Ciegal dan Surya, 2010). Ketika memasuki usia
remaja sebagian anak mengetahui aturan-aturan menggunakan bahasa dalam kontek
sehari-hari, apa yang sesuai dan tidak sesuai untuk dikatakan.
2.6.2.
Membaca
Sebelum belajar membaca, anak-anak
belajar menggunakan bahasa untuk membicarakan hal-hal yang tidak terlihat;
mempelajari arti sebuah kata; mereka juga belajar mengenali bunyi dan
mendiskusikannya. Anak-anak yang memasuki sekolah dasar dengan kosakata yang
baik, diuntungkan ketika belajar membaca ( Paris & Paris 2006).
Kosakata-kata yang baik akan membantu pembaca mengatahui makna kata dengan
mudah ( Beaty; Cuningham,2009).
Whole-language approach menekankan bahwa
intruksi membaca seharusnya sejalan dengan proses belajar bahasa yang natural
pada anak-anak. Beberapa kelas yang menggunakan pendekatan ini memulai
pelajarannya dengan mengajarkan pembaca mengenali keseluruhan kata atau bahkan
seluruh kalimat, serta menggunakan konteks dari yang mereka baca untuk menduga
makna kata-katanya. Materi yang dibaca sebaiknya menyeluruh dan bermakna
artinya, anak-anak diberi materi dalam bentuk yang lengkap, seperti cerita dan
puisi sehingga mereka belajar untuk memahami fungsi komunikasi dari bahasa.
Sebaliknya, phonics approach menekankan bahwa intruksi membaca sebaiknya
mengajarkan fonetik dan aturan-aturan dasar yang dipakai untuk menerjemahkan
simbol-simbol tertulis ke dalam bunyi.
Penelitian menyatakan anak-anak akan
memperoleh manfaat dari kedua pendekatan itu, namun intruksi pada fonetik perlu
ditekankan (Meltzi & Ely; 2009, Tompkins, 2011).
Rich Mayer (2008) baru-baru ini
menjelaskan tiga proses kognitif yang terlibat agar dapat membaca tulisan:
1.
Memahami unit-unit suara dalam kata-kata, yang mencakup pemahaman fonem.
2.
Mengkodekan kembali kata-kata, yang mencakup pengubahan kata-kata tertulis
menjadi suara.
3. Mengakses arti kata, dengan
membayangkan representasi dari sebuah kata.
2.6.3. Menulis
Ketika anak-anak mulai menulis,
anak-anak seringkali menciptakan ejaan. Orang tua dan guru seharusnya mendukung
pembelajaran menulis anak-anak, namun tidak perlu terlalu memperdulikan
pembentukan kata atau pengejaan. Mengoreksi pengucapan dan menulis harus
dilakukan secara selektif dan positif sehingga tidak mematahkan semangat
spontanitas menulis anak.
Anak-anak harus memperoleh kesempatan
menulis yang banyak. Ketika keterampilan berbahasa dan kognitif mereka
meningkat dengan intruksi yang baik, demikian pula dengan keterampilan
menulisnya.
2.6.4. Bilingualisme
dan Mempelajari Bahasa Kedua
2.6.4.1.
Mempelajari Bahasa Kedua
Selama bertahun-tahun, dikatakan bahwa
jika seseorang tidak mempelajari bahasa kedua sebelum masa pubertas, ia tidak
akan pernah mencapai kelancaran berbahasa untuk bahasa kedua (Johnson &
Newport,1991). Meskipun demikian, penelitian terbaru mengindikasikan kesimpulan
yang lebih kompleks: Periode sensitif cenderung berbeda diantara berbagai
sistem bahasa (Thomas & Johnson, 2008).
Kemampuan untuk berbicara dalam dua
bahasa memiliki efek positif bagi perkembangan kognitif anak. Anak-anak yang
fasih dalam dua bahasa performanya lebih baik dibandingkan rekan-rekannya yang
hanya menguasai satu bahasa dalam uji mengendalikan atensi, pembentukan konsep,
penalaran analitis, fleksibilitas kognitif dan kompleksitas kognitif
(Bialystok,2001, 2007; Byalistok & Craik,2010).
2.6.4.2.
Pendidikan Bilingual
Saat
ini makin banyak orang tua yang menyadari pentingnya menguasai bahasa inggris
dalam kehidupan sehari-hari, terbukti dengan semakin membludaknya siswa baru di
sekolah-sekolah SBI (Sekolah Bertaraf Internasional). Sekolah yang mengklaim
dirinya menggunakan bilingual dalam system belajar dan mengajar. Lalu apa sih
bilingual itu?
Bilingual
adalah menggunakan dua bahasa dengan baik. Contoh Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggris, Bahasa Indonesia dan Bahasa Jepang, Dan Lain-lain. Seseorang bisa
dikatakan Bilinguals ketika; (1) Menguasai dua bahasa dengan modalitas yang
sama. Contoh Berbicara Bahasa Inggris dan Berbicara Bahasa Jerman dan
menulis Bahasa Inggris dan Menulis Bahasa Jepang. (2) Menguasai dua bahasa
dengan modalitas yang berbeda. Contoh berbicara Bahasa Inggris dan menulis
Bahasa Jepang.
Bilingual
mempunyai banyak keuntungan, diantaranya bisa berkomunikasi dengan bahasa lain,
dapat mengembangkan kerjasama dan pemahaman antar masyarakat, dan meningkatkan
kecerdasan anak. Hal ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan Bain and Yu
(1980) pada anak usia empat tahun di Canada, Prancis, dan HongKong yang
menunjukkan hasil bilinguals lebih unggul dari monolingual dalam beberapa
tes kinerja kognitif, selain mereka memiliki keunggulan dalam dua bahasa yang
berbeda.
Dalam
pembelajarannya, Bilingual dapat dilakukan dengan dua cara yaitu sequential dan
simultaneous. Sequential adalah belajar bahasa pertama kemudian belajar bahasa
kedua dalam waktu yang berurutan, Misalnya seorang anak dari umur satu tahun
menggunakan Bahasa Indonesia dirumahnya kemudian setelah berumur tujuh tahun di
sekolahnya dia belajar bahasa inggris. Simultaneous adalah perolehan kedua
bahasa dalam waktu yang bersamaan, seperti seorang anak yang berbicara dalam
dua bahasa dirumahnya.
Dalam
pembelajaran simultaneous terdapat dua situasi yang dapat kita terapkan. Yang
pertama 1P-1L (One Person-One Language / satu orang-satu bahasa), dalam
pembelajaran ini seorang anak dibiasakan untuk menggunakan satu bahasa untuk
satu orang dan bahasa yang lain untuk orang lain, contohnya seorang anak
berbicara Bahasa Inggris pada ibunya dan berbicara Bahasa Indonesia pada
ayahnya. Jadi dalam pembelajaran ini interaksi apapun yang dilakukan oleh ibu
dan anaknya harus menggunakan Bahasa Inggris begitupun ketika berinteraksi
dengan ayahnya, anak tersebut harus menggunakan bahasa Indonesia. Yang kedua
adalah 1P-2L (one person-two languages / satu orang-dua bahasa), dalam
pembelajaran ini menggunakan dua bahasa untuk kedua orang tuanya. Contoh
seorang anak menggunakan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia ketika
berinteraksi dengan ayah dan ibunya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Masa akhir anak anak (late childhood) ialah periode perkembangan yang merentang dari
usia kira kira enam hingga dua belas tahun, yang kira kira setara dengan tahun tahun sekolah dasar,
periode ini biasanya disebut dengan tahun tahun sekolah dasar. Keterampilan
keterampilan fundamental seperti membaca, menulis, dan berhitung telah
dikuasai. Anak secara formal berhubungan dengan dunia yang lebih luas dan
kebudayaan. Prestasi menjadi tema yang lebih sentral dari dunia anak dan
pengendalian diri mulai meningkat.
Diusia ini anak mulai mengenal kelompok sosial diantaranya
membentuk geng. Bukan hanya itu kelompok sosial itu juga memberikan efek. Lalu
efek itu berpengaruh pada sikap dan perilaku moral mereka. Yang dimana
terbentuk kode etik moral, kedipsiplinan, serta terjadinya sebuah pelanggaran
hukum pada anak-anak usia akhir.
3.2.
Saran
Kami
menyarankan kepada orang
tua agar selalu membimbing anak ketika usia sekitar 6-12 tahun, karena dalam
usia ini anak mulai beranjak atau akan masuk dalam proses peremajaan. Dalam usia ini anak akan mulai
meniru apa yang dilihat nya maka dari itu hendaknya dalam lingkungan keluarga
orang tua harus berperan penuh.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Yuliani Rochmah, Elfi, Psikologi
Perkembangan, (Ponorogo; STAIN Ponorogo Press, cet. I, 2005)hal. 162-163
[2][3] John W. Santrock, Perkembangan
Anak,Terj. (Jakarta; Erlangga, Edisi XI, 2007) jld. 1, hal. 160-163
[4][5]
http://khairuddinhsb.blogspot.com/perkembangan-masa-kanak-kanak, diakses pada tanggal 15 November
2010
[6]
http://edukasi.kompasiana.com/perkembangan-fisik-dan-perseptual-anak-sd/ , diakses pada tanggal 15 November
2010
Papalia, D. E., Ols, S.W., Feldman, R.D., 2008. Psikologi Perkembangan
edisi kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Elizabeth B Hurlock, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta : Penerbit Erlangga : 1980) hlm. 144-178
Jika ingin mengunduh file silahkan klik disini