Couselor

Bimbingan dan Konseling ! Yes ! We Can !

Hima BK 2015

Upgrading pertama di Umbul Bandungan

Jumat, 03 Juli 2015

Resume Rasionel dari Tinjauan Konstitusional Filsafat Perkembangan Sosial Budaya



Dasar-Dasar Bimbingan

Resume
Rasionel dari Tinjauan Konstitusional Filsafat Perkembangan Sosial Budaya

Disusun oleh:
Nama     : Ika Rosyadah H.A
Nim        : 130141405



JURUSAN BIMBINGAN dan KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
Resume
Rasionel dari Tinjauan Konstitusional Filsafat Perkembangan Sosial Budaya

A.         Perlunya Bimbingan dan Konseling dari Tinjauan Konstitusional

1)      Kurikulum 1975. Tiga jenis layanan pada jalur pendidikan formal, yaitu :
a.       Layanan Manajemen dan supervise
b.      Layanan pembelajaran
c.       Layanan bimbingan dan penyuluhan
2)      UU No. 2 tahun 1989, Bab X Pasal 1 Ayat 1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang.
3)      PP No. 28 dan 29 tahun 1990, Bab X Pasal 25 Ayat 1 dan 2. Bimbingan adalah bantuan kepada peserta didik untuk memahami diri, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan. Bimbingan dilakukan oleh Guru Pembimbing.
4)      Keputusan Men PAN No. 84 tahun 1993. Tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya, tugas pokok guru pembimbing adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, mengevaluasi pelaksanaan program bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan tindak lanjut pelaksanaan program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
5)      UU No. 20 tahun 2003, Bab 1 Pasal 1 Ayat 1. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain sesuai dnegan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
6)      PP No. 19 tahun 2005 Pasal 5 s/d 18, Standar Nasional Pendidikan tentang standar isi unit satuan pendidikan dasar dan menengah.
7)      Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang memuat pengembangan diri peserta didik dalam struktur KTSP ditafsirkan dan/pembimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan.
8)      Keputusan Dirjen PMPTK 2007 tentang Rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur pendidikan formal yang berisi panduan penyelenggaraan BK di jalur pendidikan formal.
9)      Peraturan pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru, Bab III Pasal 15. Salah satu persyaratan bagi pendidik yang telah menyandang sertifikat pendidik untuk memperoleh tunjangan profesi adalah apabila pendidik yang bersangkutan… melaksanakan tugas sebagai guru bimbingan dan konseling atau konselor.
10)       Permendiknas No. 27 tahun 2008, Pasal 1 ayat 1. Tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor. Untuk dapat diangkat sebagai konselor seseornag wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional.
11)       Pasal 39 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang berbunyi : pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Dengan spesifikasi kontek tugas dan ekspektasi kinerja yang hanya merujuk kelompok pendidik yang menggunakan materi pembelajaran, maka konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor yang tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan sehingga merupakan sosok layanan ahli yang unik yang berbeda dari sosok layanan ahli keguruan meskipun sama-sama bertugas dalam setting pendidikan.
12)       Bab V pasal 12 ayat 1b berbunyi: Setiap peserta didik pada setaiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan.
13)       UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas bab 1 pasal 1 ayat 1 berbunyi:  Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kerampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
14)       UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas bab 1 pasal 1 ayat 1 berbunyi:  Pendidikan adalah tenaga pendidikan yang berkualifikasi sebagai guru dosen konselor, pamong belajar, widyaiswara, tulor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartsipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Peraturan perundangan tersebut di atas memberikan legalisasi yang cukup mantap tentang keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Hal itu semua memberikan peluang bagi diselenggarakannya pelayanan bimbingan dan konseling kepada mereka yang berada di luar lingkungan sekolah, di masyarakat luas pada umumnya.
Kesimpulannya adalah, bahwa Program Bimbingan Konseling di Sekolah merupakan suatu program yang sangat penting dan dibutuhkan untuk memajukan sekolah. Dengan adanya Program Bimbingan Konseling Di sekolah dapat membantu sekolah dalam menangani masalah-masalah yang dialami oleh siswa. Program Bimbingan Konseling di sekolah sangat membantu pengembangan potensi siswa siswa, jika siswa dapat mengetahui potensi nya maka siswa dapat lebih mengasah dan mengembangkan potensinya tersebut.
Menjadi seorang konselor merupakan suatu hal yang berat, dikarenakan seorang konselor harus mempunyai program-program dan tanggung jawab yang sangat besar. Maka seorang konselor harus mempunyai kemauan yang keras untuk memajukan sekolah dan memajukan pendidikan. Dengan adanya Program Bimbingan Konseling di Sekolah dapat membantu pihak sekolah menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik.
Dalam konteks pendidikan nasional keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling telah memiliki legalitas yang kuat dan menjadi bagian yang terpadu dalam sistem pendidikan nasional dengan diakuinya predikat konselor secara eksplisit didalam Undang-undang No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pada Bab 1 pasal 1 ayat 4 dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah tenaga pendidik yang berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instructor, fasilitator dan sebutan lain sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan” Pengakuan legalitas profesi konselor ini sejalan dengan paradigma berfikir yang mengandung konsep definisi pendidikan reposisi. Bimbingan dan Konseling Kartadinata (2003) menjelaskan bahwa fokus kegiatan pendidikan tidak lagi terletak sebatas kegiatan mengajar dengan mengutamakan peranan guru, melainkan dengan sengaja melibatkan berbagai profesi pendidik, termasuk konselor untuk menangani ragam aspek perkembangan dimensi belajar dengan menggunakan pola relasi dan transaksi yang beragam pula.
Surat keputusan menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Nomor 026 Tahun 1989 menyebutkan secara eksplisit pekerjaan bimbingan dan penyuluhan (konseling ) dan pekerjaan mengajar yang satu sama lain berkedudukan seimbang dan sejajar. Keberadaan pelayanan bimbingandan penyuluhan di sekolah dipertegas lagi oleh Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1990 (tentang Pendidikan Dasar) dan No. 29 tahun 1990 (tentang Pendidikan Menengah).

·         Dalam kedua peraturan pemerintah itu disebutkan dalam bab X, bahwa:
1.      Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan;
2.      Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.
·         Dalam penjelasannya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 menyebutkan bahwa:
-          Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi siswa, dimaksudkan untuk membantu siswa mengenal kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya;
-          Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan, dimaksudkan untuk membantu siswa menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, ekonomi, budaya serta alam yang ada;
-          Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan, mempersiapkan diri untuk langkah yang dipilihnya setelah tamat belajar pada sekolah menengah serta kariernya dimasa depan.
Peraturan perundangan tersebut di atas memberikan legalisasi yang cukup mantap tentang keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Hal itu semua memberikan peluang bagi diselenggarakannya pelayanan bimbingan dan konseling kepada mereka yang berada di luar lingkungan sekolah, di masyarakat luas pada umumnya.
B.     Perlunya Bimbingan dan Konseling dari Tinjauan Filsafat
Sebagai penyelenggara bimbingan dan konseling yang profesional seorang konselor harus memiliki pemahaman yang akurat mengenai filsafat manusia itu dikarenakan bimbingan dan konseling masih berkaitan erat dengan pandangan para ahli mengenai hakikat manusia, tujuan dan tugas hidupnya selama ini dan kiat-kiat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaannya.

Landasan Filosofis atau Filsafat merupakan Landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi para konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggung jawabkan secara logis, etis maupun estetis.

Dari berbagai macam aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik, modern dan post modern, para penulis barat seperti Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003 telah mendekripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
1.      Manusia merupakan makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu pengetahuan untuk pengembangan dirinya
2.      Manusia mampu memecahkan masalah-masalah yang ada pada dirinya jika ia mampu berusaha dan menggunakan segala kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya
3.      Manusia akan berusaha terus menerus mengembangkan dan menjadikan dirinya sendiri terutama melalui pendidikan
4.      Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindari keburukan setidak tidaknya mengontrol keburukan.
5.      Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
6.      Manusia akan memenuhi tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas tugasnya sendiri.
7.      Manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri itu berarti menusia adalah unik.
8.      Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini kemungkinan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu dan akan menjadi apa manusia itu.
9.      Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan pada suasana apapun, manusia dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat manusia itu sendiri.
Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya atau dengan peserta didiknya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok manusia yang utuh dengan berbagai dimensinya.

C.    Perlunya Bimbingan konseling dari tinjauan Perkembangan Sosial dan Budaya
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendirian. Dimanapun dan bilamanapun dan bilamanapun manusia hidup senantiasa membentuk kelompok hidup terdiri dari sejumlah anggota guna menjamin baik keselamatan, perkembanngan maupun keturunan. Dalam kehidupan berkelompok, manusia harus mengembangkan ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing individu sebagai angoota demi ketertiban pergaulan sosial mereka. Ketentuan-ketentuan itu biasanya berupa pangkat nilai, norma sosial maupun pandangan hidup yang terpadu dalam sistem budaya yang berfungsi sebagai rujukan hidup para pendukungnya. Rujukan itu melebihi proses belajar, diwariskan kepada generasi penerus yang akan melestarikannya, karena manusia dan kebudayaannya itu sesungguhnya merupakan dua sisi dari mata uang yang sama, yaitu sisi generasi tua sebagai pewaris dan sisi generasi muda sebagai penerus.
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.

v  Daftar pustaka
·         Mugiarso, Heru. 2007. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UPT MKK Universitas Negeri Semarang.
·         Prayitno dan Amti, Erman.2008.Dasar-dasar Bimbingan dan konseling.Jakarta:Rineka Cipta.
·         Yusuf, Syamsu dan Nurishan, A. Juntika, 2006, Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung : Remaja Rosdakarya.


Jika ingin mengunduh file silahkan klik disini

0 komentar:

Posting Komentar