Dasar-Dasar
Bimbingan
Resume
Rasionel
dari Tinjauan Konstitusional Filsafat Perkembangan Sosial Budaya
Disusun
oleh:
Nama : Ika Rosyadah H.A
Nim : 130141405
Nim : 130141405
JURUSAN
BIMBINGAN dan KONSELING
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2014
Resume
Rasionel dari Tinjauan Konstitusional Filsafat
Perkembangan Sosial Budaya
A.
Perlunya
Bimbingan dan Konseling dari Tinjauan Konstitusional
1)
Kurikulum 1975. Tiga jenis layanan pada jalur pendidikan formal, yaitu :
a.
Layanan Manajemen dan supervise
b.
Layanan pembelajaran
c.
Layanan bimbingan dan penyuluhan
2)
UU No. 2 tahun 1989, Bab X Pasal 1 Ayat 1. Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran dan atau
latihan bagi perannya di masa yang akan datang.
3)
PP No. 28 dan 29 tahun 1990, Bab X Pasal 25 Ayat 1 dan 2. Bimbingan adalah
bantuan kepada peserta didik untuk memahami diri, mengenal lingkungan dan
merencanakan masa depan. Bimbingan dilakukan oleh Guru Pembimbing.
4)
Keputusan Men PAN No. 84 tahun 1993. Tentang jabatan fungsional guru dan angka
kreditnya, tugas pokok guru pembimbing adalah menyusun program bimbingan,
melaksanakan program bimbingan, mengevaluasi pelaksanaan program bimbingan,
analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan tindak lanjut pelaksanaan program
bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
5)
UU No. 20 tahun 2003, Bab 1 Pasal 1 Ayat 1. Pendidik adalah tenaga kependidikan
yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain sesuai dnegan kekhususannya
serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
6)
PP No. 19 tahun 2005 Pasal 5 s/d 18, Standar Nasional Pendidikan tentang standar
isi unit satuan pendidikan dasar dan menengah.
7)
Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah yang memuat pengembangan diri peserta didik dalam struktur
KTSP ditafsirkan dan/pembimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan.
8)
Keputusan Dirjen PMPTK 2007 tentang Rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur
pendidikan formal yang berisi panduan penyelenggaraan BK di jalur pendidikan
formal.
9)
Peraturan pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru, Bab III Pasal 15. Salah
satu persyaratan bagi pendidik yang telah menyandang sertifikat pendidik untuk
memperoleh tunjangan profesi adalah apabila pendidik yang bersangkutan…
melaksanakan tugas sebagai guru bimbingan dan konseling atau konselor.
10) Permendiknas No. 27 tahun 2008, Pasal 1
ayat 1. Tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor. Untuk
dapat diangkat sebagai konselor seseornag wajib memenuhi standar kualifikasi
akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional.
11) Pasal
39 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang berbunyi : pendidik merupakan
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi.
Dengan spesifikasi kontek tugas dan
ekspektasi kinerja yang hanya merujuk kelompok pendidik yang menggunakan materi
pembelajaran, maka konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor yang tidak
menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan sehingga merupakan
sosok layanan ahli yang unik yang berbeda dari sosok layanan ahli keguruan
meskipun sama-sama bertugas dalam setting pendidikan.
12) Bab V pasal 12 ayat 1b berbunyi: Setiap
peserta didik pada setaiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan.
13) UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas
bab 1 pasal 1 ayat 1 berbunyi:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kerampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
14) UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas
bab 1 pasal 1 ayat 1 berbunyi:
Pendidikan adalah tenaga pendidikan yang berkualifikasi sebagai guru
dosen konselor, pamong belajar, widyaiswara, tulor, instruktur, fasilitator,
dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartsipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Peraturan
perundangan tersebut di atas memberikan legalisasi yang cukup mantap tentang
keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Hal itu semua
memberikan peluang bagi diselenggarakannya pelayanan bimbingan dan konseling
kepada mereka yang berada di luar lingkungan sekolah, di masyarakat luas pada
umumnya.
Kesimpulannya
adalah, bahwa Program Bimbingan Konseling di Sekolah merupakan suatu program
yang sangat penting dan dibutuhkan untuk memajukan sekolah. Dengan adanya
Program Bimbingan Konseling Di sekolah dapat membantu sekolah dalam menangani
masalah-masalah yang dialami oleh siswa. Program Bimbingan Konseling di sekolah
sangat membantu pengembangan potensi siswa siswa, jika siswa dapat mengetahui
potensi nya maka siswa dapat lebih mengasah dan mengembangkan potensinya
tersebut.
Menjadi seorang konselor merupakan suatu hal yang berat, dikarenakan seorang konselor harus mempunyai program-program dan tanggung jawab yang sangat besar. Maka seorang konselor harus mempunyai kemauan yang keras untuk memajukan sekolah dan memajukan pendidikan. Dengan adanya Program Bimbingan Konseling di Sekolah dapat membantu pihak sekolah menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik.
Menjadi seorang konselor merupakan suatu hal yang berat, dikarenakan seorang konselor harus mempunyai program-program dan tanggung jawab yang sangat besar. Maka seorang konselor harus mempunyai kemauan yang keras untuk memajukan sekolah dan memajukan pendidikan. Dengan adanya Program Bimbingan Konseling di Sekolah dapat membantu pihak sekolah menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik.
Dalam konteks pendidikan nasional keberadaan pelayanan
bimbingan dan konseling telah memiliki legalitas yang kuat dan menjadi bagian
yang terpadu dalam sistem pendidikan nasional dengan diakuinya predikat
konselor secara eksplisit didalam Undang-undang No. 20/2003 tentang sistem
pendidikan nasional. Pada Bab 1 pasal 1 ayat 4 dinyatakan bahwa “Pendidikan
adalah tenaga pendidik yang berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyaswara, tutor, instructor, fasilitator dan sebutan lain sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”
Pengakuan legalitas profesi konselor ini sejalan dengan paradigma berfikir yang
mengandung konsep definisi pendidikan reposisi. Bimbingan dan Konseling
Kartadinata (2003) menjelaskan bahwa fokus kegiatan pendidikan tidak lagi
terletak sebatas kegiatan mengajar dengan mengutamakan peranan guru, melainkan
dengan sengaja melibatkan berbagai profesi pendidik, termasuk konselor untuk
menangani ragam aspek perkembangan dimensi belajar dengan menggunakan pola
relasi dan transaksi yang beragam pula.
Surat keputusan menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara, Nomor 026 Tahun 1989 menyebutkan secara eksplisit pekerjaan
bimbingan dan penyuluhan (konseling ) dan pekerjaan mengajar yang satu sama
lain berkedudukan seimbang dan sejajar. Keberadaan pelayanan bimbingandan
penyuluhan di sekolah dipertegas lagi oleh Peraturan Pemerintah No.28 tahun
1990 (tentang Pendidikan Dasar) dan No. 29 tahun 1990 (tentang
Pendidikan Menengah).
·
Dalam
kedua peraturan pemerintah itu disebutkan dalam bab X, bahwa:
1.
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya
menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan;
2.
Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.
·
Dalam
penjelasannya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 menyebutkan bahwa:
-
Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi siswa, dimaksudkan untuk membantu
siswa mengenal kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya;
-
Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan, dimaksudkan untuk membantu siswa
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, ekonomi, budaya serta alam yang
ada;
-
Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan, mempersiapkan diri untuk
langkah yang dipilihnya setelah tamat belajar pada sekolah menengah serta
kariernya dimasa depan.
Peraturan
perundangan tersebut di atas memberikan legalisasi yang cukup mantap tentang
keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Hal itu semua
memberikan peluang bagi diselenggarakannya pelayanan bimbingan dan konseling
kepada mereka yang berada di luar lingkungan sekolah, di masyarakat luas pada
umumnya.
B. Perlunya Bimbingan dan Konseling dari Tinjauan
Filsafat
Sebagai penyelenggara bimbingan dan konseling yang
profesional seorang konselor harus memiliki pemahaman yang akurat mengenai
filsafat manusia itu dikarenakan bimbingan dan konseling masih berkaitan erat
dengan pandangan para ahli mengenai hakikat manusia, tujuan dan tugas hidupnya
selama ini dan kiat-kiat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
kemanusiaannya.
Landasan
Filosofis atau Filsafat merupakan Landasan yang dapat memberikan arahan dan
pemahaman khususnya bagi para konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan
bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggung jawabkan secara logis,
etis maupun estetis.
Dari berbagai macam aliran filsafat yang ada, mulai dari
filsafat klasik, modern dan post modern, para penulis barat seperti Victor
Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam
Prayitno, 2003 telah mendekripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
1.
Manusia merupakan makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu
pengetahuan untuk pengembangan dirinya
2.
Manusia mampu memecahkan masalah-masalah yang ada pada dirinya jika ia mampu
berusaha dan menggunakan segala kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya
3.
Manusia akan berusaha terus menerus mengembangkan dan menjadikan dirinya
sendiri terutama melalui pendidikan
4.
Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup
berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindari keburukan setidak
tidaknya mengontrol keburukan.
5.
Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji
secara mendalam.
6.
Manusia akan memenuhi tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud
melalui pemenuhan tugas tugasnya sendiri.
7.
Manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri itu berarti menusia adalah unik.
8.
Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat
pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini
kemungkinan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu
dan akan menjadi apa manusia itu.
9.
Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan pada suasana apapun,
manusia dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk
melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia maka setiap upaya bimbingan
dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat manusia itu sendiri.
Seorang
konselor dalam berinteraksi dengan kliennya atau dengan peserta didiknya harus
mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok manusia yang utuh dengan
berbagai dimensinya.
C. Perlunya Bimbingan konseling dari tinjauan
Perkembangan Sosial dan Budaya
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup
sendirian. Dimanapun dan bilamanapun dan bilamanapun manusia hidup senantiasa
membentuk kelompok hidup terdiri dari sejumlah anggota guna menjamin baik
keselamatan, perkembanngan maupun keturunan. Dalam kehidupan berkelompok,
manusia harus mengembangkan ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban
masing-masing individu sebagai angoota demi ketertiban pergaulan sosial mereka.
Ketentuan-ketentuan itu biasanya berupa pangkat nilai, norma sosial maupun
pandangan hidup yang terpadu dalam sistem budaya yang berfungsi sebagai rujukan
hidup para pendukungnya. Rujukan itu melebihi proses belajar, diwariskan kepada
generasi penerus yang akan melestarikannya, karena manusia dan kebudayaannya
itu sesungguhnya merupakan dua sisi dari mata uang yang sama, yaitu sisi
generasi tua sebagai pewaris dan sisi generasi muda sebagai penerus.
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang
dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan
dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu.
Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana
ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan
pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya.
Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir
dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan
melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam
proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila
perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan
timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat
terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan
dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di
Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan
konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan
multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia.
Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal
ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling
hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata
mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
v
Daftar pustaka
·
Mugiarso, Heru. 2007. Bimbingan
dan Konseling. Semarang: UPT MKK Universitas Negeri Semarang.
·
Prayitno
dan Amti, Erman.2008.Dasar-dasar
Bimbingan dan konseling.Jakarta:Rineka Cipta.
·
Yusuf,
Syamsu dan Nurishan, A. Juntika, 2006, Landasan Bimbingan dan Konseling,
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Jika ingin mengunduh file silahkan klik disini
0 komentar:
Posting Komentar