Sumber Hukum Islam “Al Quran”
MAKALAH
disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam
Dosen
Pengampu
Dr. Ali Sunarso, M.Pd.
Oleh
Rombel 2
Ika Rosyadah Hari A
1301314051
JURUSAN BIMBINGAN DAN
KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada saya sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah sosiologi yang berjudul “Sumber Hukum Islam “Al Quran” tepat pada waktunya.
Saya sampaikan
terimakasih kepada sahabat-sahabat yang telah membantu kami atas
terselesaikannya makalah ini.
Saya menyadari bahwa
makalah yang saya selesaikan
ini masih jauh dari kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang
tak retak “, oleh karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah saya selanjutnya.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta saya berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan. Amin
Semarang, 24 April 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman Judul
|
........................................................................................................
|
i
|
Kata Pengantar
|
........................................................................................................
|
ii ii
|
Daftar Isi
|
.........................................................................................
|
ii
|
Bab 1
|
Pendahuluan
..................................................................
|
1
|
|
1.1 Latar
Belakang ..........................................................
|
1
|
|
1.2 Rumusan
Masalah .....................................................
|
1
|
|
1.3 Tujuan
.......................................................................
|
1
|
Bab II
|
Pembahasan
...................................................................
|
2
|
|
2.1 Sejarah dan perkembangan aliran
Psikoanalisa ...................
|
2
|
|
2.2 Struktur
Kepribadian ......................................................
|
2
|
|
2.3 Dinamika
Kepribadian ....................................................
|
7
|
Bab III
|
Penutup
..........................................................................
|
9
|
|
3.1 Kesimpulan
...............................................................
|
9
|
|
3.2 Saran
.........................................................................
|
9
|
|
DAFTAR
PUSTAKA ...................................................
|
10
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Al-Qur’an
merupakan sumber hukum dalam Islam. Kata sumber dalam artian ini hanya dapat
digunakan untuk Al-Qur’an maupun sunnah, karena memang keduanya merupakan wadah
yang dapat ditimba hukum syara’, tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk
ijma’ dan qiyas karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat dotimba norma
hukum. Ijma’ dan qiyas juga termasuk cara dalam menemukan hukum. Sedangkan
dalil adalah bukti yang melengkapi atau memberi petunjuk dalam Al-Qur’an untuk
menemukan hukum Allah, yaitu larangan atau perintah Allah.
Apabila
terdapat suatu kejadian, maka pertama kali yang harus dicari sumber hukum dalam
Al-Qur’an seperti macam-macam hukum di bawah ini yang terkandung dalam
Al-Qur’an, yaitu:
1. Hukum-hukum
akidah (keimanan) yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh
setiap mukallaf mengenai malaikatNya, kitabNya, para rasulNya, dan hari
kemudian (Doktrin Aqoid).
2. Hukum-hukum
Allah yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dijadikan perhiasan oleh
setiap mukallaf berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan diri dari hal
kehinaan (Doktrin Akhlak).
B. Rumusan
Masaah
1.
Apa yang di maksud Al-Qur’an ?
2.
Apa yang di maksud dilalah Qoth’I
dan Zhanni didalam al-qur’an ?
3.
Bagaimanakah itu Al-Qur’an menjelaskan
Terhadap Hukum Dan Alqur’an Sebagai Sumber Hukum ?
4.
Bagaimana Sistematika Hukum Didalam Al-Qur’an
?
5.
Apakah contoh permasalahan Al Quran sebagai
sumber hukum dengan kehidupan manusia secara real?
C. Tujuan
Penulisan
Tentunya saya sebagai penulis
makalah ini mempunyai tujuan terkait dengan rumusan masalah, tujuannya adalah:
1. Supaya
penulis dan pembaca dapat mengetahui tentang Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Al-Qur’an
a. Secara
Bahasa (Etimologi)
Merupakan bentuk mashdar (kata benda) dari
kata kerja Qoro-’a (قرأ) yang bermakna membaca atau baca’an, seperti terdapat dalam
surat
Al-Qiamah (75) : 17-18 :
ان
عليناجمعه وقرانه فاداقراناه فتبع قراناه ( القيمة : 17-18 )
Artinya:
“sesungguhnya tangguangan kamilah mengumpulkannya (didadamu)
dan (membuatmu pandai ) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya,
maka ikutilah bacaannya itu.” (Al-Qiamah : 17-18).
b. Secara
Istilah (Terminologi)
Adapun difinisi alqur’an secara istilah menurut
sebagian ulamak ushul fiqih adalah:
كلام الله تعالى المنزل على
محمد صلى الله عليه وسلم باللفظ العربي المنقول الينا بالتواترالمكتوب بالمصاحف
المتعبدبتلاوته المبدوء بالفاتحة والمختوم بسورة الناس
Artinya:
“Kalam
Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad
shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat an-Naas.
Dari
devinisi tersebut, para ulama menafsirkan Al Qur’an dengan beberapa variasi
pendapat yang dapat kami simpulkan menurut beberapa ulama Ushul Fiqh :[1][1]
1. Al-Qur’an
merupakan kalam allah yang diturunkan kepada Nabi Muahmmad SAW. dengan
demikian, apabila tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan
dengan Al-Qur’an. Seperti diantaranya wahyu yang allah turunkan kepada Nabi
Ibrahim (zabur) Ismail (taurat) Isa (injil). Memang hal tersebut diatas memang
kalamullah, tetapi dikarebakan diturunkan bukan kepada nabi Muhammad saw, maka
tidak dapat disebut alqur’an.
2. Bahasa
Al-Qur’an adalah bahasa arab qurasiy. Seperti ditunjukan dalam beberapa ayat
Al-Qur’an, antara lain : QS. As-Syuara : 192-195, Yusuf : 2 AZzumar : 28 An-
NAhl 103 dan ibrahim : 4 maka para ulama sepakat bahwa penafsiran dan
terjemahan Alqur’an tidak dinamakan Alquran serta tidak bernilai ibadah
membacanya. Dan tidak Sah Shalat dengan hanya membaca tafsir atau terjemahan
alquran, sekalipun ulma’ hanafi membolehkan Shalat dengan bahasa farsi (Selain
Arab), tetapi kebolehan ini hanya bersifat rukhsoh (keringanan hukum).
3. Al-Quran
dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara mutawattir tanpa
perubahan dan penggantian satu kata pun (Al-Bukhori : 24)
4. Membaca
setiap kata dalam alquran mendapatkan pahala dari Allah baik berasal dari
bacaan sendiri (Hafalan) maupun dibaca langsung dari mushaf alquran.
5. Al-Qur’an
dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, tata urutan
surat yag terdapat dalam Al-Qur’an, disusun sesuai dengan petunjuk Allah
melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. tidak boleh diubah dan
digamti letaknya. Dengan demikian doa doa, yang biasanya ditambahkan di
akhirnya dengan Al-Qur’an dan itu tidak termasuk katagori Al-Qur’an.
Di dalam buku Ushul Fiqih,
Prof. DR. Amir Syarifudin, Penerbit Zikrul Hakim. Hal: 18. Bahwa Al-Qur’an itu:
Kalamullah
yang diturunkannya perantara’an Malaikat Jibril kedalam hati Rosulullah
Muhammad Ibnu Abdulah dengan bahasa Arab dan makna-maknanya benar supaya
menjadi bukti bagi Rosul tentang
kebenaranya sebagai Rosul, menjadi aturan bagi manusia yang
menjadikannya sebagai petunjuk, dipandang beribadah membacanya, dan ia di bukukan
di antara dua kulit mushaf, di awali dengan surah al-fatihah dan di akhiri
dengan surat an-nas, di sampaikan kepada kita secara mutawatir baik secara
tertulis maupun hafalan dari generasi kegenerasi dan terpelihara dari segala
perubahan dan pergantian sejalan dengan kebenaran jaminan allah saw. Dalam
surat al-hijr, ayat 9: “sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Qur’an , dan
sesungguhnya kami benar benar memeliharanya.
Dari
difinisi di atas ada beberapa hal yang dapat di pahami di antaranya:
a.
Lafal dan maknanya langsung berasal dari
allah sehingga segala sesuatu yang di ilhamkan allah kepada nabi bukan di sebut
al-qur’an, melainkan di namakan hadits.
b.
Tafsiran surat atau ayat Al-Qur’an yang ber
bahasa Arab, meskipun mirip dengan Al-Qur’an itu, tidak dinamakan Al-Qur’an.
Dan juga terjemahan surat dan ayat al-qur’an dengan bahasa lain (bahasa selain
arab), tidak di pandang sebagai bagian dari Al-Qur’an, meskipun terjemahan itu
menggunakan bahasa yang baikdan mengandung makna yang dalam.
B. Kehujjahan
Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam Yang Utama.
Para
Ulama’ sepakat menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama bagi
Syari’at Islam, termasuk hukum islam. dan menganggapnya al-qur’an sebagai hukum
islam karena di latar belakangi sejumlah alasan, dintaranya :
Kebenaran
Al-Qur’an Abdul Wahab Khallaf mengatakan bahwa “
kehujjahan Al-Qur’an itu terletak pada kebenaran dan kepastian isinya yang
sedikitpun tidak ada keraguan atasnya”. Hal ini sebagaimana firman Allah
SWT yang Artinya:
“Kitab (Al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (Q. S. Al-Baqarah, 2 :2).
“Kitab (Al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (Q. S. Al-Baqarah, 2 :2).
Berdasarkan ayat di atas
yang menyatakan bahwa kebenaran Al-Qur’an itu tidak ada keraguan padanya, maka
seluruh hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an merupakan Aturan-Aturan
Allah yang wajib diikuti oleh seluruh ummat manusia sepanjang masa hidupnya.
M.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa “seluruh Al-Qur’an sebagai wahyu, merupakan
bukti kebenaran Nabi SAW sebagai utusan Allah, tetapi fungsi utamanya adalah sebagai
petunjuk bagi seluruh ummat manusia.[2][2]
2. Kemukjizatan
Al-Qur’an
Mukjizat
memiliki arti sesuatu yang luar biasa yang tiada kuasa manusia membuatnya
karena hal itu adalah di luar kesanggupannya. Mukjizat merupakan suatu
kelebihan yang Allah SWT berikan kepada para Nabi dan Rasul untuk menguatkan
kenabian dan kerasulan mereka, dan untuk menunjukan bahwa agama yang mereka
bawa bukanlah buatan mereka sendiri melainkan benar-benar datang dari Allah
SWT. Seluruh nabi dan rasul memiliki mukjizat, termasuk di antara mereka adalah
Rasulullah Muhammad SAW yang salah satu mukjizatnya adalah Kitab Suci
Al-Qur’an.
Al-Qur’an merupakan
mukjizat terbesar yang diberikan kepada nabi Muhammad SAW, karena Al-Qur’an
adalah suatu mukjizat yang dapat disaksikan oleh seluruh ummat manusia
sepanjang masa, karena Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT untuk keselamatan
manusia kapan dan dimana pun mereka berada. Allah telah menjamin keselamatan
Al-Qur’an sepanjang masa, hal tersebut sesuai dengan firman-Nya yangArtinya:
“Sesungguhnya
Kami telah menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami tetap memeliharanya” (Q.
S. Al-Hijr, 15:9).
Adapun beberapa bukti dari
kemukjizatan Al-Qur’an, antara lain:
1. Di dalam Al-Qur’an
terdapat ayat-ayat yang berisi tentang kejadian-kejadian yang akan terjadi di
masa mendatang, dan apa-apa yang telah tercantum di dalam ayat-ayat tersebut
adalah benar adanya.
2. Di dalam Al-Qur’an
terdapat fakta-fakta ilmiah yang ternyata dapat dibuktikan dengan ilmu
pengetahuan pada zaman yang semakin berkembang ini.[3][3]
1. Pandangan
Imam Abu Hanifah
Imam
Abu Hanifah sependapat dengan jumhur ulama’ bahwa Al-Qur’an merupakan sumber
hukum islam. Akan tetapi Imam Abu Hanifah itu berpendapat bahwa Al-Quran itu
mencakup maknanya saja. Diantara dalil yang menunjukan pendapat Imam Abu
Hanifah tersebut, bahwa dia membolehkan shalat dengan menggunakan bahasa selain
arab, misalnya: Dengan bahasa Parsi walaupun tidak dalam keadaan Madharat.
Padahal menurut Imam Syafi’i sekalipun seseorang itu bodoh tidak di bolehkan
membaca Al-Qur’an dengan menggunakan bahasa selain Arab.
2. Pandangan
Imam Malik
Menurut
Imam Malik, hakikat al-Quran adalah kalam Allah yang lafadz dan maknanya
berasal dari Allah SWT . Sebagai sumber hukum islam, dan Dia berpendapat bahwa
Al-Qur’an itu bukan makhluk, Karena kalam Allah termasuk Sifat Allah. Imam
Malik juga sangat menentang orang-orang yang menafsirkan Al-Qur’an secara murni
tanpa memakai atsar, sehingga beliau berkata, “ seandainya aku mempunyai
wewenang untuk membunuh seseorang yang menafsirkan Al-Qur’an ( dengan daya
nalar murni) maka akan kupenggal leher orang itu,”.
Dengan demikian, dalam hal
ini Imam Malik mengikuti Ulama Salaf (Sahabat dan Tabi’in) yang membatasi
pembahasan Al-Qur’an sesempit mungkin karena mereka khawatir melakukan
kebohongan terhadap Allah SWT. Dan imam malik mengikuti jejak mereka dalam cara
menggunakan ra’yu.
Berdasarkan ayat 7 surat
Ali Imran, petunjuk Lafazh yang terdapat dalam Al-qur’an terbagi dalam dua macam yaitu:
a. Ayat
Muhkamat
Muhkamat
adalah ayat yang terang dan tegas maksudnya serta dapat di pahami dengan mudah.
Dan ayat Muhkamat disini terbagi dalam dua bagian yaitu; Lafazh
dan Nash.
Imam malik menyepakati pendapat ulamak-ulamak
lain bahwa lafad nash itu (qoth’i) artinya
adalah lafazh yang menunjukkan makna yang jelas dan tegas (qoth’i)
yang secara pasti tidak memiliki makna lain, Sedangkan Lafadz Dhohir
( Zhanni ) adalah lafazh
yang menunjukkan makna jelas, namun masih mempunyai kemungkinan makna
lain.
Menurut imam malik keduanya, dapat dijadikan
hujjah , hanya saja Lafazh Nash di dahulukan dari pada Lafazh Dhohir
. Dan juga menurut imam malik bahwa dilalah nash termsuk qath’i,
sedangkan dilalah zhahir termasuk Zhanni, sehingga bila terjadi
pertentangan antara keduanya, maka yang di dahulukan adalah dilalah nash. Dan
perlu di ingat adalah makna zhahir di sini adalah makna zhahir menurut
pengertian Imam Malik
b. Ayat-ayat
Mutasyabbihat
Ialah ayat-ayat yang mengandung beberapa
pengertian yang tidak dapat di tentukan artinya, kecuali setelah diselidiki
secara mendalam.
3. Pendapat
Imam Syafi’i
Imam
Syafi’i berpendapat bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum islam yang paling
pokok, dan beranggapan bahwa Al-Quran tidak bisa dilepaskan dari As-Sunnah
karena hubungan antara keduanya sangat erat sekali, Dalam artian tidak dapat di
pisahkan. Sehingga seakan akan beliau menganggap keduanya berada pada satu
martabat, namun bukan berarti Imam Syafi’i menyamakan derajat Al-Qur’an dengan
Sunnah, Perlu di pahami bahwa kedudukan As-Sunnah itu adalah sumber hukum
setelah Al-Qur’an, yang mana keduanya ini sama-sama berasal dari Allah SWT.
Dengan
demikian tak heran bila Imam Syafi’i dalam berbagai pendapatnya sangat
mementingkan penggunaan Bahasa Arab, misalkan dalam Shalat, Nikah dan
ibadah-ibadah lainnya. Beliau mengharuskan peguasaan bahasa Arab bagi mereka
yang mau memahami dan mengistinbat hukum dari Al-Qur’an, kami ulangi kembali
bahwa pendapat Imam Syafi’i ini berbeda dengan pendapat Abu Hanifah yang
menyatakan bahwa bolehnya shalat dengan menggunakan bahasa selain Arab.
Misalnya dengan bahasa persi walaupun tidak dalam, keadaan Madharat.
4. Pandangan
Imam Ahmad Ibnu Hambal
Imam
Ibnu Hambal berpendapat bahwa Al-Qur’an itu sebagai sumber pokok hukum islam,
yang tidakakanberubah sepanjang masa. Alqur’an juga mengandung hukum-hukum yang
bersifat GLOBAL (luas atau umum). Sehingga al-qur’an tidak bisa di pisahkan
dengan sunnah atau hadits, karna Sunnah ini merupakan penjelas dari alqur’an,
seperti halnya Imam As-Syafi’I, Imam Ahmad yang memandang bahwa Sunnah
mempunyai kedudukan yang kuat disamping Al-Qur’an sehingga tidak jarang beliau
menyebutkan bahwa sumber hukum itu adalah Nash tanpa menyebutkan
Al-Qur’an dahulu atau As-Sunnah dahulu tapi yang dimaksud Nash tersebut
adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam
penafsian terhadap Al-Quran Imam Ahmad betul betul mementingkan penafsiran yang
datangnnya dari As-Sunnah (Rosulullah SAW). Dan sikapnya dapat di
klasifikasikan menjadi tiga :
1. Sesungguhnya
zhahir al-qur’an tidak mendahului as-sunnah.
2. Rosulullah
saw. Yang berhak menafsirkan al-qur’an, maka tidak ada seorangpun yang berhak
menafsirkan atau menakwilkan alqur’an, karna as-sunnah telah cukup menafsirkan
dan menjelaskannya.
3. Jika tidak di temuan penafsiran yang berasal
dari nabi, maka dengan penafsiran para sahabatlah yang di pakai. Karna
merekalah yang menyaksikan turunya al-qur’an .dan mereka pula yang lebih
mengetahui as-sunnah, yang mereka
gunakan sebagai penafsiran al-qur’an.
Menurut
Ibnu Taimiah, Al-Qur’an itu tidak di tafsirkan, kecuali dengan Atsar, namun
dalam beberapa pendapatnya, ia menjelaskan kembali bahwa jika tidak di temukan
dalam hadits Nabi, dan Qoul Sahabat, di ambial dari penafsiran para Tabi’in.
(Abu Zahroh : 242-247)
C. Petunjuk
(Dilalah) Al-Qur’an
Kaum
Muslimin sepakat bahwa Al-Qur’an adalah sumber hukum Syara’. Merekapun spakat
bahwa semua ayat al-Qur’an dari segi wurut (kedatangan) dan Tsubut
(penetapannya) adalah qath’i. Hal ini karena semua ayatnya sampai kepada
kita dengan jalan mutawattir. Kalaupun ada sebagian sahabat yang
mencantumkan beberapa kata pada mushiaf-nya, yang tidak ada pada qiro’ah
mutawatir, hal itu hanya merupakan penjelasan dan penafsiran pada
Al-Qur’an yang didengar dari Nabi SAW. Atau hasil ijtihad mereka dengn jalan
membawa nas mutlak pada muqayyad dan hanya untuk dirinya sendiri. Hanya
saja para penbahas berikutnya menduga bahwa hal tersebut termasuk qiroat Khairu
Mutawatir yang periwayatannya tersendiri. Diantara para Sahabat yang
mencantumkan beberapa kata pada mushafnya itu adalah Abdullah Ibnu Mas’ud di
mencantumkan kata Mutata Biatin pada ayat 89 surah al-Ma’idah sehingga
ayat tersebut pada mushaf-nya tertulis :
فمن
لم يجد فصيا م ثلا ثة ا يا م متتا بعا ت
Dan menambah kata dzi
ar-rohmi al—muharrami pada ayat 233, surat Al-Baqarah sehingga ayat
tertulis:
وعلى الوارث دى الرحيم المحرم
Ubai Ibnu Ka’ab
mencantumkan kata Min Al-Ummi pada ayat 12 surat An-Nisa, sehingga
ayat tersebut tertulis pada mushaf-nya:
وان
كان رجل يورث كلالة اوامراة وله اخ اواخت من الام
Namun,
perlu di tegaskan bahwa hal tersebut tidak di dapati dalam Mushaf
Utsmani yang kita pakai sekarang ini.
Adapun di tinjau dari segi Dilalah-Nya,
ayat-ayat Al-Qur’an itu dapat di bagi dalam dua bagian;
a. Nash yang Qath’i dilalah-nya
Yaitu
nash yang tegas dan jelas maknanya tdk bisa di takwil, tdk mempunyai makna yg
lain, dan tdk tergantung pd hal-hal lain di luar nash itu sendiri.Contoh yg
dapat dikemukakan di sini, adalah ayat yg menetapkankadar pembagian waris,
pengharaman riba , pengharaman daging babi,hukuman had zina sebanyak seratus
kali dera, dan sebagainya. Ayat ayatyg menyangkut hal hal tersebut, maknanya
jelas tegas dan menunjukkan arti dan maksud tertentu, dan dalam memahaminya tidak memerlukan
ijtihad. (Abdul Wahab Khalaf,1972;35)
b. Nashyang Zhanni dilalah-nya
Yaitu
nash yg menunjukkan suatu makna yg dpt di-takwil ayau nash yg mempunyai makna
lebih dari satu, baik karena lafazdnya musytarak (homonim) atapun karena
susunan kata-katanya dapat dipahami dengan berbagai cara, seperti dilalah
isyarat-nya , iqtidha-nya, dan sebagainya.
Para ulama, slain berbeda pendapat
tentang nash Al-qur’an mengenai penetapan yg qath’i dan zhanni dilalah, juga
berbeda pandapat mengenai jumlah ayat yg termsuk qath’i atau zhanni dilalah.
Imam Asy-syatibi menegaskan behwa
wujud dalil syara’ yg dengan sendirinya dapat menunjukkan dilalah yg qath’i itu
tidak ada atau sangat jarang. Dalil syara’ yg qath’i tubut pun untnk
menghasilkan dilalah yg qath’i masih bergantung pd premis-premis yg seluruh
atau sebagiannya zhanni . Dalil-dalil syara’ yg bergantung pd dalil yg zhanni
menjadi zhnni pula.(Asy-Syatibi,1975,1;35).
D. Penjelasan
Al-Qur’an Terhadap Hukum Dan Alqur’an Sebagai Sumber Hukum.
1. Ayat-ayat
yang menjelaskan Hukum diantaranya:
Uraian
al-Qur’an tentang puasa Ramadhan, ditemukan dalam surat al-Baqarah: 183, 184,
185 dan 187. Ini berarti bahwa puasa ramadhan baru diwajibkan setelah Nabi SAW
tiba di Madinah, karena ulama Al-Qur’an sepakat bahwa Surat al-Baqarah turun di
Madinah. Para sejarawan menyatakan bahwa kewajiban melaksanakan puasa ramadhan
ditetapkan Allah SWT pada 10 Sya’ban tahun kedua Hijriyah.
Allah swt berfirman:
Artinya: Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183).
Ayat ini yang menjadi dasar
hukum diwajibkannya berpuasa bagi orang-orang yang beriman.
2. Ayat-ayat
al-Qur’an yang berkaitan dengan persoalan Shalat:
a.
firman Allah SWT
Artinya: Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman. (QS. An Nisa’:103).
Artinya: sesungguhnya aku
ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah Aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (QS. Thahaa: 14).
Artinya: Bacalah apa yang
telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al-kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS.
Al-Ankabut: 45).[5][5]
E. Sistematika
Hukum Dalam Al-Qur’an
Alqur’an
Sebagai sumber hukum yang utama, maka
Al-Qur’an memuat sisi-sisi hukum yang mencakup berbagai bidang. Secara garis
besar Al-Qur’an memuat tiga sisi pokok hukum yaitu:
Pertama,
hukum-hukum I’tiqadiyah. Yakni hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban
orang mukallaf, meliputi keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab,
Rasul-rasul, hari Qiyamat dan ketetapan Allah (qadha dan qadar).
Kedua,
hukum-hukum Moral/ akhlaq. Yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan prilaku
orang mukallaf guna menghiasi dirinya dengan sifat-sifat keutamaan/ fadail al
a’mal dan menjauhkan diri dari segala sifat tercela yang menyebabkan kehinaan.
Ketiga,
hukum-hukum Amaliyah, yakni segala aturan hukum yang berkaitan dengan segala
perbuatan, perjanjian dan muamalah sesama manusia. Segi hukum inilah yang
lazimnya disebut dengan fiqh al-Qur’an dan itulah yang dicapai dan dikembangkan
oleh ilmu ushul al-Fiqh.
Hukum-hukum
yang dicakup oleh Nash al-Qur’an, garis
besarnya terbagi kepada tiga bagian, yakni:
1. Hukum-hukum
I’tiqodi, yaitu: hukum-hukum yang berhubungan dengan akidah dan kepercayaan
2. Hukum-hukum
Akhlak, yaitu: hukum-hukum yang berhubungan dengan tingkah laku, budi pekerti.
3. Hukum-hukum
Amaliyah, yaitu: hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan para mukalaf,
baik mengenai ibadat , mu’amalah madaniyah dan maliyahnya, ahwalusy
syakhshiyah, jinayat dan uqubat, dusturiyah dan dauliyah, jihad dan lain
sebagainya.
Yang
pertama menjadi dasar agama, yang kedua menjadi penyempurna bagian yang pertama, amaliyah yang kadang-kadang disebut juga syari’at adalah
bagian hukum-hukum yang diperbincangkan dan menjadi objek fiqih. Dan inilah
yang kemudian disebut hukum Islam.[6][6]
E. Contoh
Permasalahan
Fakta Qur’an tentang Konflik Palestina
Sudah hampir sebulan serangan zionis
Israel ke wilayah Gaza, belum ada tanda-tanda pembantaian ini akan segera
berakhir. Hingga hari ini setidaknya tercatat lebih dari 1100-an jiwa melayang
dan limaribuan yang lainnya luka-luka.
Mungkin banyak air mata yang mulai
mengering, telinga menjadi panas, dan hati serasa jenuh mendengar pemberitaan
korban di Gaza yang terus bertambah. Tapi kita memang harus terus bicara
tentang Palestina. Kita harus terus menyuarakan kegelisahan kita, menyampaikan
kepedulian kita, atau setidaknya meneriakkan jeritan hati kita melalui takbir
dan doa-doa yang terlantunkan. Tidak boleh ada perasaan bosan saat mendengar
berita Palestina. Tidak boleh kita berputus asa dalam melantunkan doa-doa untuk
saudara kita disana. Tidak boleh merasa doa kita sia-sia. Tidak boleh pula kita
mengira bahwa zionis Israel akan dibiarkan dengan kesombongannya begitu saja.
Karena Allah SWT berfirman : ” Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad)
mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim.
Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu
itu mata (mereka) terbelalak” (QS Ibrahim 42)
Hari ini kita melihat pemberitaan
yang begitu beragam tentang fakta-fakta yang terjadi di Palestina. Ada yang
mengutuk kekejian Israel, ada pula yang memprotes keangkuhan Amerika, Ada pula
yang mengkritik pemimpin Arab yang ‘jubana’ (pengecut), bahkan ada pula yang
tetap konsisten memberitakan Hamas sebagai teroris dan biang kerok semua
permasalahan ini. Semuanya begitu kompleks dan membingungkan, sehingga banyak
orang yang begitu bersedih dan berempati dengan pemandangan gambar-gambar
korban dan ledakan, namun sedikit yang mengetahui hakikat permasalahan dan
fakta yang shohih di Palestina.
Karenanya, kita perlu memetakan
lebih jelas tentang permasalahan Palestina. Saya ingin mengungkapkan
fakta-fakta dalam al-Quran dalam memetakan masalah ini. Bahwasanya Al-Quran
jauh-jauh hari telah menggambarkan fakta-fakta yang terjadi hari ini di
Palestina melalui ayat-ayatnya yang mulia. Ini semua penting agar kita bisa
berpikir lebih mendalam, lebih strategis dan lebih fokus dalam menyusun langkah
kontribusi kita untuk Palestina. Agar kita tidak reaktif dan mudah terkejut,
dan selalu shock dalam mendengar pemberitaan masalah Palestina.
Berikut fakta-fakta yang telah digambarkan Al-Quran, dan
sekarang terjadi begitu nyata di Palestina.
Fakta 1 : Adanya Yahudi yang Sadis &
Bengis terhadap orang muslim, serta senantiasa melanggar perjanjian Allah SWT
berfirman : “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras
permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan
orang-orang musyrik”.(Al-Maidah 82).
Ketika Al-Quran 14 abad yang lalu
telah jelas menyatakan fakta bahwa Yahudi menyimpan permusuhan yang amat keras
terhadap umat Islam, maka hari ini kita menyaksikan dengan jelas gambaran
permusuhan itu begitu nyata di depan mata kita. Jika ’sekedar’ menghitung angka
korban jiwa dan luka-luka mungkin belum mewakili gambaran kebuasan mereka. Ada
gambaran yang lebih buas dari hitungan angka-angka, saat Shadr seorang
perempuan kecil berumur 4 tahun harus tewas menyongsong peluru tentara Israel
di dadanya. Bahkan sang ayah tidak bisa menyelamatkan jasad putrinya, karena
beberapa detik berikutnya datang sekumpulan anjing-anjing pelacak Israel untuk
segera menyantap si kecil yang syahid itu. Seolah-olah tentara Israel itu
memang membidikkan pelurunya untuk berburu makanan bagi anjing peliharaannya.
Gambaran lain tak kalah
mengerikannya adalah saat tubuh-tubuh yang tak bernyawa di tengah jalan harus
remuk terlindas oleh tank-tank zionis yang bergerak memasuki gaza. Begitu pula
penggunaan senjata fosfor putih oleh tentara Israel yang tidak pernah ditemukan
dalam kamus kekejaman bangsa lainnya. Adakah kebiadabaan manusia yang melebihi
gambaran di atas ? Fakta Al-Quran tentang kebengisan Yahudi ini membuat kita
sadar, bagaimana cara terbaik menghadapi Zionis Israel.
Kemudian dalam ayat yang lain Allah
SWT memberitahukan kepada Rasulullah SAW tentang karakter Yahudi : ” (Yaitu)
orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dari mereka, sesudah itu
mereka mengkhianati janjinya pada setiap kalinya, dan mereka tidak takut
(akibat-akibatnya”). (Al-Anfal 56). Inilah fakta lain tentang Yahudi yang sudah
diungkapkan Al-Quran sejak awal risalah Islam. Karenanya akan sangat aneh jika
masih ada pemimpin Islam yang berharap banyak untuk mengadakan perjanjian
dengan Israel, seolah-olah lupa dengan Fakta Quran dan fakta sejarah kenabian.
Jika kita membaca ulang sejarah Yahudi dalam Siroh Nabawiyah, maka akan ada
kesimpulan utuh bahwa sejarah Yahudi adalah sejarah pembangkangan dan
penghianatan.
Fakta 2 : Adanya kaum muslimin yang terusir
dan terbunuh di Palestina karena keyakinan mereka berislam. Allah SWT berfirman
: .. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa
alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah.”
(QS Haj 40)
Al-Quran begitu jelas menggambarkan
fakta adanya orang-orang yang terusir dan teraniaya ‘hanya’ karena mereka teguh
memegang aqidah mereka. Penderitaan penduduk Palestina hari ini –dan sejak
setengah abad yang lampau- adalah bukti riil fakta al-Quran di atas. Mereka
teguh dengan agama mereka, yakin dengan kemuliaan Islam, karenanya mereka tidak
rela Masjid Al-Aqsho dikuasai Zionis Israel. Maka merekapun bertahan, merekapun
melawan, mempertahankan sejengkal tanah kemuliaan Islam dari jajahan zionis.
Karena semua alasan mulia itulah hari ini banyak warga Palestina meregang
nyawa.
Fakta 3 : Adanya Skenario Global di balik
konflik Palestina . Allah SWT berfirman : Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka (Al Baqoroh 120)
Dibalik fakta keangkuhan Israel hari
ini, adalah karena adanya dukungan setia Amerika. Bahkan kita lihat titik balik
keberadaan negara Israel di Palestina, adalah karena kebaikan hati Inggris
kepada kaum Yahudi, sekaligus kebencian mereka terhadap Islam. Dua negara besar
ini selalu konsisten mendukung Zionis Israel. Bukan hanya teknis persenjataan
yang selalu disuplai, tetapi juga kebijakan-kebijakan perdamaian dan juga ‘
pengkhianatan’ perdamaian yang selalu diamankan oleh Amerika. Resolusi PBB
untuk gencatan senjata sepekan lalu–dengan abstainnya Amerika- adalah salah
satu keajaiban dunia yang menyalahi sejarah konsistensi dukungan Amerika
terhadap Israel.
Biasanya Amerika akan dengan mudah
memveto setiap kebijakan yang merugikan zionis, adik tirinya tersebut. Tapi
tidak ada yang berubah dari Amerika, berita hari ini menyebutkan pertemuan dua
Menlu AS-Israel ; Condolize Reece dan Tzipi Livni yang mengukuhkan kesepakatan
untuk menghalangi sekuat tenaga masuknya dukungan persenjataan ke Palestina.
Jadi, tidak ada yang salah dengan fakta Al-Quran.
Fakta 4 : Adanya Benih-benih kemunafikan
yang mengganggu perjuangan Jihad. Allah SWT berfirman : Apakah kamu tidak
memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka
yang kafir di antara ahli kitab: “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun
akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun
untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu
kamu…”(Al-Hasyr 11)
Fakta Al-Quran dan juga fakta
sejarah kenabian selalu mengingatkan kita adanya bahaya dari dalam. Jangankan
hari ini saat umat Islam dalam kondisi lemah dan terpecah, bahkan di barisan
pasukan Rasulullah SAW di Madinah pun bercokol sekelompok munafik yang terus
aktif menghasut dan menghancurkan kaum muslimin dari dalam. Masih ingat bukan
peperangan Uhud, saat 300 dari 1000 pasukan rasulullah SAW membelot mundur ke
Madinah karena kecewa dengan keputusan Rasulullah SAW ?
Maka hari ini kita menyaksikan
adanya dua negara arab besar yang memboikot KTT darurat Liga Arab di Dhoha, Qatar
yang sedianya direncanakan menghasilkan keputusan yang ‘keras’ dan efektif
untuk menghentikan kebiadaban Israel. Adakah ungkapan yang lebih halus untuk
mengganti kata ‘kemunafikan’ bagi kedua bangsa tersebut ?.
Belum lagi masalah perbatasan Rafah
yang masih saja ditutup oleh pemerintah Mesir. Sehingga dukungan kemanusiaan,
apalagi mujahidin dan persenjataan tidak bisa menjangkau Gaza. Kisahnya sangat
berkebalikan dengan yang terjadi di Afghanistan saat melawan Uni Soviet
duapuluh tahun yang lampau, saat Pakistan membuka perbatasannya untuk masuknya
mujahidin dan persenjataanya ke Afhanistan.
Hari ini pemerintah Mesir menjadi
‘bemper’ pelindung Zionis Israel dari masuknya solidaritas muslim
internasional. Begitu pula saat bicara dengan pemimpin-pemimpin Arab, Husni
Mubarok sekuat tenaga meyakinkan teman-temannya untuk tetap lunak pada Israel.
Tanpa sadar, nampaknya presiden ‘Husni Mubarok’ ingin mengulangi kelakuan
Abdullah bin Ubay yang mati-matian membela Yahudi Bani Qainuqo’ saat Rasulullah
SAW akan memberikan sanksi atas pengkhianatan yang mereka lakukan pada
konstitusi Madinah. Nah, adakah ungkapan yang lebih halus dari ‘kemunafikan’
untuk menggambarkan sikap tersebut ?
Fakta 5 : Ada banyak kaum banyak kaum
muslimin lemah tidak berdaya . Ada perubahan besar terjadi pada gaya hidup
sebagian besar kaum muslimin paska tumbangnya kekhalifahan Utsmaniyah di Turki.
Banyak negara muslimin dijajah oleh negara-negara Barat dan penduduknya pun
mulai mengadopsi pemikiran dan gaya hidup Barat yang materialis. Akibatnya,
cinta harta dan dunia mulai mengakar dalam kehidupan kaum muslimin.
Pada saat itulah, jihad yang
membentengi kemuliaan Islam mulai tergerogoti. Al-Quran telah menggambarkan
fakta tersebut dengan jelas .. Allah SWT berfirman : Hai orang-orang yang beriman,
apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada
jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas
dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal
kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat
hanyalah sedikit” ( At-Taubah 38 )
Kelemahan inilah yang segera
ditangkap oleh musuh-musuh Islam. Mereka kini lebih berani dalam menganiaya dan
menginjak-injak negeri Islam karena merasa ‘aman’ dengan lemahnya semangat kaum
muslimin dalam berjihad. Lihat saja penyerangan secara sistematis pada negeri
muslim dalam dua warsa terakhir ini. Dari mulai Afghanistan, Irak, Palestina,
hingga negara-negara yang masuk dalam daftar tunggu penyerangan seperti ; Iran,
Sudan dan Suriah.
Gambaran seperti inilah yang juga
terjadi di Palestina, keangkuhan Israel dalam membombardir Palestina dengan
penuh percaya diri, salah satunya karena mereka yakin tidak ada satu negara
muslim pun yang berani mengirimkan pasukannya membela Palestina atas nama
jihad. Negara-negara muslim dalam kondisi lemah dan takut menghadapi balasan
Amerika dan sekutunya face to face. Akhirnya Israel melenggang begitu nyamannya
dalam menebar bom cluster di bumi Palestina. Tidak ada pembelaan dari negara-negara
muslim tetangganya. Hizbullah Libanon pun malu-malu untuk mengirimkan roketnya
ke wilayah Israel. Bahkan Iran yang sempat ‘berkoar-koar’ pun belum sekalipun
mengarahkan roketnya ke Israel. Sudan yang dipimpin oleh Jenderal Mujahid pun
harus berdiam diri karena sibuk dengan konflik Darfur yang juga disutradari
Amerika.
Inilah kenyataan hari ini, dan ini
pulalah yang sudah diprediksi oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya, bahwa umat
Islam akan menjadi santapan bangsa-bangsa lain di akhir zaman. Bukan karena
jumlah mereka yang sedikit, bahkan banyak, tapi bagaikan buih yang terombang
ambing lemah tak berdaya. Semua ini karena umat Islam terjangkiti sindrom wahn,
yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW : ” Cinta dunia dan takut mati ” (HR Abu
Daud)
Fakta 6 : Ada kelompok yang senantiasa
mengusung tinggi jihad untuk menegakkan kalimatullah tanpa ragu dan gentar.
Allah SWT berfirman : Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang
menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada
yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka
tidak merobah (janjinya) (QS Al Ahzab 23).
Al-Quran, menyebutkan fakta akan
adanya golongan yang senantiasa ’setia’ untuk memperjuangkan kejayaan Islam.
Bahkan meskipun diantara mereka banyak yang telah berguguran, tidak sedikitpun
membuat komitmen mereka untuk berjihad mundur dan luntur. Hari ini tidak bisa
dipungkiri bahwa Hamas tampil sebagai gambaran riil fakta Al-Quran tersebut.
Tuduhan organisasi teroris tidak membuatnya gentar sejengkalpun. Pemborbardiran
Zionis Israel disambut dengan perlawanan sekuat tenaga. Petinggi Hamas Kholid
Meshal dalam banyak kesempatan senantiasa mengulang-ulang sikap Hamas yang
tidak akan mundur dalam mempertahankan Gaza.
Logika mana yang bisa menjelaskan
Hamas yang awalnya adalah sebuah organisasi massa Islam, kini bertarung dengan
gagah melawan Zionis Israel yang mempunyai kekuatan militer terkuat di Timur
Tengah ? . Kesimpulan paling mudah yang kita tangkap adalah ‘ konsistensi’
Hamas dalam berjihad, itulah yang membuat mereka tetap eksis dan terus melawan.
Ruh Jihad menjadi semacam jaminan bagi kekuatan sekecil apapun untuk melawan
kekuatan sebesar apapun. Bukankah Allah SWT berfirman : “Berapa banyak terjadi
golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin
Allah.(QS Al-Baqoroh 249)
Akhirnya, semua ungkapan dan isyarat
kekaguman dan penghormatan, entah itu standing avocation, apllause, angkat
topi, hormat tangan, atau apa saja yang bisa mengungkapkan kekaguman sangatlah
layak diberikan pada Hamas. Setelah kagum, tentu saja kita juga harus menjadi
bagian yang mendukung perjuangan jihad tersebut. Siapa yang bisa menahan
keinginan untuk tidak bergabung dalam barisan pembela kebenaran yang telah
dijamin eksistensinya oleh Rasulullah. Tidaklah berlebihan, jika dikatakan
fenomena Hamas hari ini adalah bukti riil keberadaan kelompok jihad abadi di
muka bumi ini, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : ” Akan senantiasa ada
segolongan dari umatku yang tegak memperjuangkan kebenaran, dan mereka tidak
akan terpengaruh dengan orang-orang yang memusuhi dan memerangi mereka “. (HR
Muslim). Ketika Rasulullah SAW ditanya oleh sahabat tentang siapa mereka itu ?.
Maka beliau menjawab : ” di sekitar masjid al-Aqsha”. Subhanallah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Qur’an
merupakan sumber hukum dalam Islam. Kata sumber dalam artian ini hanya dapat
digunakan untuk Al-Qur’an maupun sunnah, karena memang keduanya merupakan wadah
yang dapat ditimba hukum syara’, tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk
ijma’ dan qiyas karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat dotimba norma
hukum. Ijma’ dan qiyas juga termasuk cara dalam menemukan hukum. Sedangkan
dalil adalah bukti yang melengkapi atau memberi petunjuk dalam Al-Qur’an untuk
menemukan hukum Allah, yaitu larangan atau perintah Allah.
B. Saran
–Saran
Untuk mendapatkan manfaat yang sempurna
dari Makalah yang penulis buat ini,
hedaknya Pembaca Memberikan Kritik dan
saran serta melakukan Pengkajian Ulang (diskusi) terhadap penulisan sehingga
penulis terhindar dari Kekeliruan.
DAFTAR PUSTAKA
Ushul Fiqih Prof. DR. Amir
Syarifudin, Penerbit Zikrul Hakim.
Prof. Dr. rachmat syafe’I M.A Ilmu ushul Fiqh
untuk UIN, STAIN dan PTAIS pustaka setia Bandung 2007.
Mannaa’ Khaliil Al-Qattaan, Studi Ilmu-Ilmu
Qur’an, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2007, Elektronik Book, “Kehujjahan
Al-Qur’an” STAI Bani Saleh 2009
Elektonik Book “makalah Al-Qur’an sebagai sumber hukum” IAIN Walisongo Semarang.
Elektonik Book “makalah Al-Qur’an sebagai sumber hukum” IAIN Walisongo Semarang.
Prof.Abdul Wahhab Khallaf. 1994.Ilmu
Ushul Fiqh.Semarang: Dina Utama.
0 komentar:
Posting Komentar