Couselor

Bimbingan dan Konseling ! Yes ! We Can !

Hima BK 2015

Upgrading pertama di Umbul Bandungan

Selasa, 30 Juni 2015

Makalah Teori Perkembangan Karir ”Trait Factor”



Logo-Unnes-Warna.jpg
MAKALAH

Teori Perkembangan Karir ”Trait Factor”



disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
 Bimbingan dan Konseling Karir


Dosen Pengampu
Dra.Sinta Saraswati, M.Pd., Kons.
Edwindha Prafitra Nugrahaeni, S.Pd., Kons.


Oleh
Rombel 2

Anggilina Prasetyasari             (1301414049)
Ellia Fetika Sari                       (1301414052)
Ika Rosyadah Hari A              (1301314051)
Nur Irma Novianti                  (1301414079)





JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah sosiologi yang berjudul “
Teori Perkembangan Karir ”Trait Factor”
” tepat pada waktunya.

Kami sampaikan terimakasih kepada sahabat-sahabat yang telah membantu kami atas terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

            Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Amin




Semarang, 16 Maret 2015


                                                                                                      Penulis












DAFTAR ISI
Halaman Judul
........................................................................................................
i
Kata Pengantar
........................................................................................................
ii            ii
Daftar Isi
.........................................................................................
ii
Bab 1
Pendahuluan ..................................................................
1

1.1  Latar Belakang ..........................................................
1

1.2  Rumusan Masalah .....................................................
1

1.3  Tujuan .......................................................................
1
Bab II
Pembahasan ...................................................................
2

2.1 Sejarah dan perkembangan aliran Psikoanalisa ...................
2

2.2 Struktur Kepribadian ......................................................
2

2.3 Dinamika Kepribadian ....................................................
7
Bab III
Penutup ..........................................................................
9

3.1 Kesimpulan ...............................................................
9

3.2 Saran .........................................................................
9

DAFTAR PUSTAKA ...................................................
10






BAB I
PENDAHULUAN


























BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar belakang
Teori Trait and Factor dikembangkan berdasarkan sumbangan beberapa ahli perkembangan karir seperti Frank Parson, E. G. Williamson, D. G. Patterson, J.G. Darley, dan Miller yang tergabung dalam kelompok “Minnesota (Munandir, 1996).
Istilah “trait” itu sendiri merujuk pada karakteristik individu yang dapat diukur melaui tes. “factor” merujuk pada karakteristik yang dibutuhkan untuk penampilan kerja yang sukses. Jadi istilah “trait and factor” merujuk pada penilaian karakteristik individu dan pekerjaan (Sharft, 1992 : 17).
Konseling dengan pendekatan Trait and Factor, digolongkan ke dalam kelompok pendekatan pada dimensi kognitif atau rational. Dalam proses penanganan kasus konseling menggunakan metode rational. Teori atau pendekatan ini secara intelektual, logis dan rasional menerangkan, memecahkan kesulitan-kesulitan klient dalam suatu proses konseling. Konseling dengan pendekatan Trait and Factor atau pendekatan rasional ini sering disebut konseling yang direktif (directive counseling), karena konselor secara aktif membantu klien mengarahkan perilakunya menuju pemecahan kesulitannya, sehingga konseling ini juga disebut konseling yang “counselor centered” dan ada juga yang menyebutnya sebagai “clinical counseling”.
Beberapa pendapat mengenai esensi konseling ini telah dikemukakan oleh para ahli dalam pendekatan ini yang kesemuanya itu sepenuhnya menggambarkan bahwa konseling ini benar-benar bersifat “directive”.
  1. Rumusan masalah
  2. Apa maksud dari trait and factor?
  3. Teori-tori apa saja yang ada dalam trait and factor?
  4. Tahap-tahap apa saja yang ada di dalam trait and factor?
  5. Bagaimana peran konselor?
  1. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian dan pembahasan apa saja yang ada di trait and factor.





BAB II
LANDASAN TEORI

Asal-usul teori trait-and-factor dapat ditelusuri ke masa Frank Parsons. Teori tersebut menegaskan bahwa karakter klienlah yang harus pertama kali dinilai, dan kemudian dicocokkan secara sistematis dengan faktor-faktor yang terlibat di dalam berbagai jabatan. Pengaruh teori ini terbesar sangat luas pada masa Depresi Besar, ketika E. G. Williamson (1993) mempelopori penggunaannya. Pada tahun 1950-an dan 1960-an teori tersebut mulai ditinggalkan, tetapi muncul kembali dalam bentuk yang lebih modern, yang dapat dikarakteristikkan sebagai “struktural” dan tercemin dalam hasil kerja para peneliti seperti John Holland, (1997). Teori ini selalu menegaskan keunikan setiap orang. Penganjur teori ini berpendapat bahwa kemampuan dan karakter seseorang harus diukur secara objektif dan kuantitatif. Motivasi pribadi dianggap relatif stabil. Jadi, kepuasan dalam jabatan tertentu bergantung pada kecocokan antara kemampuan seseorang dengan persyaratan suatu pekerjaan.
Sebagaimana terungkapkan dalam karya tulis Parson dan Williamson. Ciri khas dari pandangan ini adalah asumsi bahwa orang memiliki pola kemampuan dan minat yang dapat diketahui melalui testing; dapat juga diselidiki kualitas-kualitas apa yang dituntut dalam berbagai bidang pekerjaan. Pandangan ini terutama menyoroti bagaimana seseorang akan membuat pilih karier (vocational carir) yang dapat dipertanggung jawabkan. Ditemukan beberapa kelemahan yang melekat pada teori ini. Banyak ahli dalam bidang psikologi jabatan mempertanyakan asumsi-asumsi yang melandasi pandangan ini, yaitu “ bagaimana setiap orang hanya terdapat satu jabatan yang cocok baginya” dan “ pilihan jabatan (carier choice) terutama didasarkan pada identifikasi kemampuan pertemuan individual melalui testing”. Teori Trait and Factor dinilai tidak banyak sumbangan untuk memperoleh konsepsi yang menyeluruh tentang proses perkembangan karier seseorang.
Veron G. Zonker dalam bukunya (1986)mengutup karangan D.Brown (1984) mengatakan bahwa kalangan pendukung Trait and Factor sebenarnya tidak membela penggunaan testing secara berlebihan dalam konseling. Pandangan ini mempunyai relevansi bagi bimbingan karier dan konseling di institusi pendidikan. Data diri peserta didik (data psikologis) merupakan bahan pertimbangan penting dalam merencanakan karier. Dengan demikian, pandangan Trait and Factor diperluas sehingga dapat menghasilkan suatu pendekatan praktis dalam konseling karier.
Manrihu (1985 : 64) menjelaskan bahwa teori trait an factor termasuk ke dalam teori structural. Teori trait and factor memandang individu sebagai organisasi kapasitas dan sifat-sifat lain yang dapat diukur dan dihubungkan dengan persyaratan program latihan atas dasar informasi yang diperoleh tentang perbedaan-perbedaan individu yang menduduki okupasi atau hubungan pilihan karir dan kepuasan.
Dalam bentuk modernnya, teori ini menegaskan sifat interpersonal dari karier dan gaya hidup yang terkait dengannya selain persyaratan kinerja dari posisi pekerjaan. Holland (1997) menyebutkan enam kategori klasifikasi tipe kepribadian dan lingkungan pekerjaan: realistis, investigatif, artistik, sosial, enterprising (berani berusaha), dan konvensional (RIASEC). Dilihat dari peringkat gengsinya, Investigatif (I) menduduki peringkat tertinggi, diikuti oleh enterprising (E), artistik (A), dan sosial (S) yang kurang lebih mempunyai peringkat gengsi yang sama. Peringkat gengsi terendah adalah realistis (R) dan konvensional (C) (Gottfredson, 1981).
BAB III
PEMBAHASAN
Teori Trait and Factor berawal dari masa Frank Parsons, dalam teori ini hal yang paling ditegaskan yaitu karakter klienlah yang harus pertama kali dinilai, dan kemudian dicocokkan secara sistematis dengan faktor-faktor yang terlihat dalam berbagai tingkatan atau jabatan. Teori Trait and Factor sempat ditinggalkan pada tahun 1950 sampai 1960an. Tetapi muncul kembali dalam bentuk yang lebih modern yang mempunyai karakteristik terstruktur.
Bentuk modern dari teori Trait and Factor ini menegaskan sifat interpersonal atau hubungan antar perseorangan dengan karir dan gaya hidup yang terkait dengannya selain persyaratan kinerja dari posisi pekerjaan.Holland menyebutkan enam kategori klasifikasi tipe kepribadian dan lingkungan pekerjaan : realistis adalah sesuatu hal yang sudah nyata atau suatu kejadian rill yang benar-benar terjadi. Investigatif adalah merekam fakta dan melakukan peninjauaan, dengan melalui percobaan. Artistik adalah penggambaran, bakat seni. Sosial adalah memiliki tingkah laku berusaha ingin membantu orang lain dan tidak mempunyai gengsi, untuk menolong orang lain. Enterprising adalah berani berusaha dan tidak mengedepankan gengsi dalam suatu perbuatan yang dilakukannya.
Teori Trait and Factor meliputi:
  1. Asumsi
Dalam asesmen trait ini, parson (Sharf, 1992: 17) mengajukan bahwa untuk memilih karir, seorang individu idealnya harus memiliki :
  1. Pengertian yang jelas mengenai diri sendiri, sikap, minat, ambisi, batasan sumber dan akibatnya
  2. Pengetahuan akan syarat-syarat dari kondisi sukses, keuntungan dan kerugian, kompensasi, kesempatan dan harapan masa depan pada jenis pekerjaan yang berbeda-beda, dan
  3. Pemikiran yang nyata mengenai hubungan-hubungan antara dua kelompok atau fakta-fakta ini
  4. Konsep Teori Trait and Factor
Pada dasarnya teori trait and factor menyatakan bahwa pemilihan karir individu sangat ditentukan oleh kesesuaian kemampuan (abilities), minat (interest), prestasi (achievement), nilai-nilai (values) dan kepribadian (personality) dengan dunia kerja (world of work).
  1. Tahap 1 : Memperoleh Pemahaman Diri
Berikut penjelasan dari kelima jenis tes tersebut.
  1. Bakat (Aptitudes)
Digunakan untuk memprediksi level kemungkinan yang akan terjadi dan kemampuan individu untuk melaksanakan tugas.
  1. Prestasi (Achievements)
Sharf (1992:22) mengemukakan bahwa “ achievements refer to a board range of events that individuals participate in and accomplish during their lifetime”. Prestasi dapat dibagi ke dalam tiga tipe, yaitu : pertama, prestasi akademik, biasanya diukur dengan angka, tetapi dengan skor tes khusus. Kedua, prestasi dalam kerja, seperti kesempurnaan tugas-tugas. Ketiga, yang sangat cocok dengan teori trait and factor, yaitu prestasi yang terkait dengan syarat-syarat untuk memasuki dunia kerja. Prestasi dapat diukur secara kuantitatif melalui tes-tes yang digunakan untuk memasuki salah satu profesi.
  1. Minat (Interests)
Diartikan sebagai kehendak, keinginan atau kesukaan (Kamisa, 1997 : 370). Minat adalah sesuatu yang bersifat pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat dan sikap merupakan dasar bagi prasangka, dan minat juga penting dalam mengambil keputusan. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakukan sesuatu menuju ke sesuatu yang telah menarik minatnya. Hurlock (1986 : 144) mengatakan bahwa minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih.
  1. Nilai-nilai (Values)
Melambangkan sesuatu yang penting. Nilai-nilai sebagai suatu yang sulit untuk memperkirakan kemungkinannya. Nilai-nilai yang sangat penting dalam konseling karir yaitu nilai-nilai umum dan nilai-nilai dunia keja. Adapun maksud dari pengetahuan mengenai nilai-nilai ini adalah agar individu mampu memutuskan arah karir yang jelas.
  1. Kepribadian (Personality)
Pengukuran dari kepribadian telah menjadi area penting dari belajar dan berguna untuk mengkonseptualisasikan individu dalam pilihan vokasional. Minimal terdapat tiga jenis instrument untuk mengukur kepribadian individu, yaitu California Psychological Inventory (CPI), The Sixteen Personaity Factor Questionaire (16 PF) dan the Edwards Personal Preference Schedule (EPPS). Konselor dapat mencocokkan profil kepribadian konseli dengan karir yang cocok.
  1. Tahap 2 : Memperoleh Pengetahuan tentang Dunia Kerja
Informasi pekerjaan ialah unsur penunjang kedua dari teori tarit and factor. Peran konselor adalah membantu konseli untuk untuk mengumpulkan informasi pekerjaan. Untuk mengumpulkan informasi tidak perlu tergantung hanya kepada pengetahuan karir seorang konselor, tetapi menggunakan banyal sumber untuk menambah pengetahuan ini. Terdapat tiga aspek penting terkait dengan informasi pekerjaan, yaitu:
  • Menggambarkan pekerjaan, kondisi pekerjaan atau masalah gaji;
  • Peneglompokkan pekerjaan;
  • Membantu mengetahui karakteristik dan kebutuhan untuk masing-masing pekerjaan.
Jenis-jenis informasi pekerjaan. Informasi pekerjaan dapat di eksplorasi dari berbagai sumber yang berbeda, contohnya melalui brosur yang dibuat oleh asosiasi pekerjaan propersional, famflet, yang bias didapatkan melalui penerbit khusus yang mengenai tentang informasi pekerjaan. Tipe informasi yang paling penting untuk konselor adalah mengetahui uraian tentang beberapa jenis uraian tentang berbagai jenis pekerjaan.
System klasifikasi. Karena system klasifikasi ini dapat membingungkan dan banyaknya informasi yang tersedia bagi konselordan konseli, system klasifikasi ini perlu disusun untuk informasi pekerjaan. System kalsifikasi ini telah dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
  1. Tahap 3 : mengitegrasikan informasi tentang diri dan dunia kerja
Langakah ketiga ini adalah mengintegrasikan informasi tentang diri dan dunia kerja. Informasi pekerjaan diindikasikan dengan bahan-bahan, penerimaan ketertarikan atau minat, nilai, dan karakter pribadi yang dibutuhkan setiap pekerjaan.
  1. Peran Konselor
Peran konselor adalah memberikan berbagai informasi mengenai jenis-jenis pekerjaan, syarat-syarat dan tuntutannya serta prospek bagi individu. Kemudian konselor diharapkan harus mampu membantu konseli memilih pekerjaan atau karir tertentu yang sesuai dengan kepribadian, minat, bakat serta kemampuannya.
Dari analisis data sensus dengan menggunakan kode Holland, Reardon, Bullock, dan Meyer (2007) memastikan bahwa distribusi tipe Holland tidak simestris. Mereka menemukan bahwa dari tahun 1960 sampai 2000 “area Realistis berisikan jumlah individu pekerja paling banyak dan area Artistik mempunyai jumlah yang terkecil” (p.266). kesenjangan antara jumlah individu yang dipekerjakan pada area Realitis dan Enterprising menurun selama lima dekade dimana pada tahun 2000 jumlah individu yang bekerja di kedua area ini hampir setara. Yang menarik, area Investigasi mengalami peningkatan dua kali lipat selama masa ini, sementara keempat area lain relatif lebih stabil. Terlepas dari faktor usia, antara 75-85% pekerja pria bekerja di area Realistis dan Enterprising; wanita lebih bervariasi dan terkonsentrasi pada arae Konvensional, Realistis, Sosial, dan akhir-akhir ini, area Enterprising.
Kepuasan pribadi dalam lingkungan pekerjaan bergantung pada sejumlah faktor, tetapi yang paling penting adalah tingkat kecocokan antara tipe kepribadian, lingkungan pekerjaan, dan kelas sosial (Gade, Fuqua, & Hurlburt, 1988; Holland &Gottfredson, 1976; Savickas, 1989; Trusty, Robinson, Plata, & Ng, 2000).
Juga sebagai pedoman umum, dengan beberapa pengecualian, “wanita lebih menghargai tugas dan pekerjaan yang berhubungan dengan bahasa, pria lebih menghargI tugas yang berhubungan dengan matematika” (Trust et al., 2000, p. 470). Beberapa faktor non psikologis, seperti ekonomi atau pengaruh cultural, berpengaruh pada mengapa pekerja professional dan nonprofessional menerima dan mempertahankan pekerjaannya (Brown, 2007; Salomone & Sheehan, 1985).
            Bagaimanapun juga, seperti ditekankan oleh Holland, penting bagi individu untuk memiliki pengetahuan yang cukup tentang dirinya sendiri dan lingkungan pekerjaannya, untuk bisa mengambil keputusan tentang karier dengan bijaksana. Menurut Holland, ada kode tiga huruf yang mewakili kepribadian seorang klien secara keseluruhan, yang dapat dicocokkan dengan tipe lingkungan pekerjaan. Kode tiga huruf ini cenderung relative stabil sepanjang masa kehidupan seseorang, dimulai sejak sekolah menengah atas (Miller, 2002). Berdasarkan profil SAE, individu dibagi menjadi tipe sosial, artistic, dan enterprising. Adalah interaksi dari kode huruf ini yang memengaruhi kecocokan seseorang dalam suatu lingkungan pekerjaan. Miller (1998) menyarankan bahwa, daripada menggunakan tiga skor tertinggi pada heksagon Holland untuk tujuan tersebut, dua skor tertinggi, dua skor tengah, dan dua terendah harus dipasangkan dan disajikan untuk memberikan kepada klien suatu gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai profil kepribadiannya dan kemiripannya dengan orang lain dalam suatu karier tertentu. Untuk criteria yang pertama, profil Donald Super akan menjadi S/I/R sementara John Holland akan menjadi A/E/IR/SC (Weinrach, 1996).
            Konseling trait-and-factor terkadang digambarkan secara keliru sebagai “tiga wawancara dan sekumpulan omong kosong”. Sesi wawancara pertama dilangsungkan untuk mengenal latar belakang klien dan memberikan tes. Klien kemudian menjalani rangkaian pengetesan dan kembali untuk wawancara kedua guna mengetahui hasil tes yang diterjemahkan oleh konselor. Pada sesi ketiga, klien meninjau pilihan-pilihan karier sesuai data yang dipaparkan dan dikirimkan oleh konselor untuk mencari informasi lebih jauh lagi mengenai karier yang spesifik. Williamson, (1972) pada dasarnya menerapkan teori ini untuk membantu klien mempelajari keahlian manajemen diri sendiri. Tetapi seperti yang dicatat oleh Crites (1969, 1981), para konselor karier trait-and-factor terkadang mengabaikan realitas psikologis dari pengambilan keputusan dan gagal meningkatkan keahlian swabantu dalam diri klien mereka. Konselor semacam itu kemungkinan terlalu menekankan pada informasi tes, yang akan dilupakan oleh klien atau bahkan dibengkokkan.
Konseling karir ciri dan factor ( trait and factor career counseling ) dikenal memiliki latar belakang sejarah pada bidang psikologi yang difokuskan pada identifikasi dan pegukuran perbedaan individu dalam tingkah laku manusia (Anastasi, 1958; Patterson, 1930; Tayler, 1965. Teori ciri dan factor merupakansatu dari keseluruhan orientasi dalam proses psikologi vokasional untuk menggambarkan dan menjelaskan pembuatan keputusan karir berdasarkan “ kesesuaian individu dengan pekerjaan“. Terbuat dari tiga asumsi atau prinsip:
  1. Berdasararkan karakteristik khusus psikologisnya setiap pekerja disesuaikan stepat mungkin pada suatu jenis pekerjaan khusus;
  2. Kelompok pekerja yang berbeda pekerjaan mempunyai karakteristik psikologi yang berbeda;
  3. Berbagai penyesuaian kerja langsung dengan perjanjian antara karakteristik pekerja dengan tuntutan kerja.
Iformasi pekerjaan
            Informasi pekerjaan dalam konseling karir trait and factor dikemukakan oleh Brayfield (1950) yang dibedakan dalam 3 fungsi:
  1. Informasi (informational). Konselor memberikan informasi kepada konseli seputar pekerjaan untuk memastikan suatu pilihan yang telah dibuat, untuk memutuskan dua buah pilihan yang sama menarik dan cocok, atau hanya meningkatkan pengetahuan konseli tentang pilihan yang realistis.
  2. penyesuaian kembali (readjustive). Konselor memperkenalkan informasi pekerjaan agar konseli memiliki suatu dasar nyata untuk menguji suatu pilihan yang tidak sesuai, prosesnya sebagai berikut.
Konselor pertamakali memberikan pernyataan awal mengenai ciri dari pekerjaan atau bidang yang telah dipilih oleh klien. Kemudian, konselor memberikan informasi akurat yang membuat konseli memperoleh pandangan tentang cara pandang ilusinya yang membuat pikiran atau pekerjaan dan bidang tersebut tidak cocok dengan tujuan kenyataan. Pada saat ini biasanya konselor dapat mengubah interview menjadi pertimbangan dari dasar yang realistis dimana pilihan pekerjaan yang cocok dientukan (Brayfiled, 1950, p. 218).
  1. Motivasi (motivational). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk melibbatkan konseli secara aktiv dalam pengambilan keputusan. Untuk mempertahankan kontak dengan konseli yang bebas hingga mereka bertanggung jawab dengan piihan mereka, dan menjaga motivasi untuk pilihan apabila kegiatan konseli pada saat ini tidak sesuai dengan tujuan jangka panjangnya.
            Christensen (1949) dan Baer & Roeber (1951) mengembangkan teori Brayfield dengan menambahkan:
1). Eksplorasi (exploration). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk membantu konseli mengeksplorasi dunia kerja secara baik dari bidang pekerjaan tersebut.
2). Keyakinan (Assurance). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk meyakinkan konseli pilihan pekerjaannya cocok atau menghilangkan yang tidak cocok.
3). Evaluasi (Evaluation). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk memeriksa keyakinan dan kesinambungan pengetahuan dari konseli tersebut dan pemahamannya dari pekerjaan tersebut atau sejenisnya.
4). Mengejutkan (Startle). Konselor menggunakan informasipekerjaan untukmemeriksa apakah konseli menunjukkan tanda-tanda yakin atau tidak setelah melalui beberapa hal.
            Baer dan Roeber (1951, p. 426) meneliti bahwa kategori-kategori tersebut untuk tujuan dan penekanan berbeda dalam penggunaan informasi pekerjaan. Namun kategori-kategori tersebuttidak selalu eksklusif. Mereka tumpang tindih karena satu kategori biasanya mengarah ke yang lain.
Sama seperti dalam pemahaman tes, pelaksanaan konseling karir trait and factor berbeda bagaimana mereka menggunakan informasi pekerjaan. Beberapa cukup memiliki pengetahuan tentang dunia kerj hingga mereka dapat menyampaikannya secara lisan dalam interaksi dengan konseli.mungkian menyampaikan informasi ini lewat pamflet atau alat lainnya. Yang lain membawa materi tertulis yang dibawa dalam interview bersama konseli mereka. Prosedur ini sering mengubah sifat hubungan, konselor berubah peranan dari rekan kerja atau fasilitator menjadi ahli atau guru dan konseli menjadi siswa. Keadaan ini dapat diatasi dengan konseli membaca terlebih dahulu materi sebelum wawancara. Sayangnya, banyak konselor melakukan hal ini hanya agar konseli pergi ke data pekerjaan, ageni konseli atau ke perpustakaan. Membiarkannya tanpa dukungan hubungan konseling dengan para konseli yang cenderung pasif dan reaktif, tidak menggumpulkan informasi pekerjaan bagi mereka sendiri dan hasilnya tahap pembuatan keputusan karir diabaikan. Kalaupun ada konseli yang memiliki inisiatif untuk memperoleh informasi, namun konselor harus terlibat dalam tahapan terakhir yang penting ini.
  1. materi
            Untuk menggambarkan model dan metode konseling karir trait and factor dengan materi kasus yang aktual. Seorang perwakilan konseli dari universitas konseling telah dipilih. Seorang pria berusia 18 tahun Mark. S melakukan 3 wawancara setiap minggunya dalam waktu sebelum libur natal semester pertamanya. Sperti yang diterapkan dalam lembaga itu, dia dihadapkan dengan interviwe untuk disposisi. Dia diterima sebagai konselor pekerjaan dan dikirim kepada konselor senior (full time) yang dia temui berikutnya. Materi yang dikumpulkan dalam kasus ini berupa kutipan wawancara, hasil tes, data biografi dan demografi dan seterusnya yang telah diatur menurut model konseling karir diri dan fakor yaitu: diagnosis, proses dan hasil. Metode wawancara , interpretasi tes, konseling karir didiskusikan dalam hubungannya dengan model tersebut, yang sebelumnya bermakna bagi penerapan selanjutnya.
  1. Diagnosis
            Dalam diagnosis sebagai sebuah contoh konseling yang dikemukakan adalah konseli yang masih ragu dalam pilihan karirnya. Seperti kita ketahui konseli yang ragu membutuhkan dukungan data dalam hal ini dari hasil wawancara dengan konselor dalam rangaka meyakinkan dengan keputusan pemilihan karirnya untuk masadepan. Disini konselor dituntut untuk bisa mengumpulkan data-data pendukung yang kuat sebagai dasar bagipemilihan keputusan karir konseli. Adapun cara yang ditempuh dalam pengumpulan data melalui wawancara dan disertai tes. Tes-tes tersebut misalnya Meirer Art Judgment Test dan American Collage Test (ACT), yang berfungsi untuk melihat bakatnya. Konselor harus bisa memperkirakan minat onseli dengan 2 alasan, yaitu untuk penegasan pada minat utama konseli dan untuk mengidentifikasi kemungkinan minat lain pada konseli yang tidak sama dengan minat utamanya.
            Dalam wawancara konselor harus bisa menggali lebih jauh tentang diri konseli sebagai usaha untuk melengkapi data konseli yang nantinya akan dijadikan acuan dan pendukung dalam penentuan pemilihan keputusan karir. Dengan tujuan akhir konseli mampu menyelesaikan permasalahan pemilihan keputusan karir secara mandiri.
  1. b. Proses
            Dalam prosesnya konselor melakukan wawancara yang diawali dengan tes. Penafsiran tes harus dilakukan oleh konselor untuk melihat kecenderungan minat dan bakat konseli. Sekor tes harus dicatat dan dibandingkan dengan hasil tes orang lain yang mempunyai bakat yamg sama, jadi disini akan terlihat kemampuan konseli yang sebenarnya. Terkadang konseli bertanya pada konselor, disini konselor harus bisa meyakinkan konseli pada jalur pilihan kariryang seesuai dengan bakat dan minatnya. Dalam prosesnya juga konseli dianjurkan untuk mewawancarai seorang figur akhli terkenal dalam bidang yang sesuai dengan bakatnya, dalam rangka mendukung keyakinan pilihan karirnya. Konselor pun bisa mengkombinasikan jalur-jalur karir yang terkait dengan bakatnya. Proses konseling karir berakhir dengan konseli merasa lebih baik dalam arti konseli mampu memeilih karir secaratepat sesuai minat dan bakatnya.
       c.Hasil
Setelah melalui proses diatas, hasil yang diharapkan dari konseling karir Trait and Factor ini adalah perwujudan hasil perencanaan karir konseli untuk masadepan yang sesuai dengan minat dan didukung pula oleh bakatnya serta memenuhi syarat-syarat dari pekerjaan yang diminatinya.
BAB IV
KESIMPULAN

Setelah mengetahui pengertian, teori-teori, tahap-tahap dan bagaimana peran konselor di dalam trait and factor. Dalam hal ini konselor sebaiknya mengarahkan konseling pada pemahaman konseli mengenai dirinya atau self concept, untuk memudahkan pengintegrasian dengan pekerjaan atau karir tertentu.pada saat konseling berlangsung, konselor diharapkan mampu menggambarkan pilihan karir yang diharapkan oleh konseli. Pada saat konseli mengungkapkan perasaan mengenai suatu pekerjaan, konselor harus dapat mengungkapkan alas an dibalik munculnya perasaan tersebut. Pilihan karir sifatnya kontemporer yang dapat berubah bila konseli menemukan pendapat baru mengenai pekerjaan yang dirasakan sesuai dengan bakat, prestasi, minat, nilai, dan kepribadiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Gladding, Samuel T. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta: Indeks.
Suherman, Uman. Konseling Karir Sepanjang Rentang Kehidupan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
W.S.Winkel dan Sri Hastuti. 2013. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.













Pendekatan Konseling Trait And Factor






3 Votes

A.  Konsep Dasar
Menurut teori ini, kepribadian merupakan suatu system atau factor yang saling berkaitan satu dengan lainnya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperament. Hal yang mendasar bagi konseling sifat dan faktor (triait and faktor) adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. Pencapaian penemuan diri menghasilkan kepuasan intrinsik dan memperkuat usaha untuk mewujudkan diri. (Surya, Mohamad. 2003 : 3)

Dalam Pendekatan Trait and Factor, memandang bahwa ada delapan dangan tentang manusia yang bisa disimpulkan dari pendapat Williamson (Lutfi Fauzan, 2004:79) yaitu sebagai berikut:
  1. Manusia dilahirkan dengan membawa potensi baik dan buruk.
Williamson berbeda dengan Rouseau yang menganggap manusia pada dasarnya baik dan masyarakat atau lingkungan lah yang membentuknya menjadi jahat. Menurut Williamson, kedua potensi itu, baik dan buruk, ada pada setiap manusia. Tidak ada individu yang lahir membawa potensi baik semata dan sebaliknya juga tidak ada individu yang lahir semata-mata penuh dengan muatan yang buruk. Kedua sifat itu dimiliki oleh manusia, tetapi sifat mana yang akan berkembang tergantung pada interaksinya dengan manusia lain atau lingkungannya.
2. Manusia bergantung dan hanya akan berkembang secara optimal ditengah-tengah masyarakat.
Manusia memerlukan orang lain dalam mengembangkan potensi dirinya. Aktualisasi diri hanya akan dapat dicapai dalam hubungannya dan atau dengan bantuan orang lain, manusia tidak dapat hidup sepenuhnya dengan melepaskan diri dari masyarakat.
3. Manusia ingin mencapai kehidupan yang baik (good live)
Memperoleh kehidupan yang baik dan lebih baik lagi merupakan kepedulian setiap orang. Salah satu dimensi kebaikan adalah “arête”. Manusia berjuang mencapai arête yang menghasilkan kekayaan atau kebesaran diri. Konsep arête diambil dari bahasa Yunani yang dapat diartikan kecemerlangan (axcelent)
4. Manusia banyak berhadapan dengan “pengintroduksi” konsep hidup yang baik, yang menghadapkannya pada pilihan-pilihan.
Dalam keluarga, individu berkenalan dengan konsep hidup yang baik dari orang tuanya. Disekolah dia memperolehnya dari guru, selain itu dari teman dan anggota masyarakat yang lain.
5. Hubungan manusia berkait dengan konsep alam semesta (The Universe), Williamson menyatakan bahwa konsep alam semesta dan hubungan manusia terhadapnya sering terjadi salah satu dari: 1. Manusia menyendiri, ketidakramahan alam semesta. 2. Alam semesta bersahabat dan menyenangkan atau menguntungkan bagi manusia dan perkembangannya.
Selain konsepsi pokok tentang manusia sebaimana dikemukakan Williamson, terdapat cakupan penting untuk dikemukakan karakteristik atau hakiki yang lain tentang manusia, yaitu:
  1. Manusia merupakan individu yang unik.
  2. Manusia memiliki sifat-sifat yang umum.
  3. Manusia bukan penerima pasif bawaan dan lingkungannya.
Asumsi Perilaku Bermasalah
Asumsi perilaku bermasalah / malasuai adalah individu yang tidak mampu memahami kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya sehingga individu tersebut tidak dapat mengaktualisasikan dirinya secara optimal. (Gudnanto. 2012. FKIP UMK).
PRIBADI SEHAT menurut (Fauzan, Lutfi dan Suliono 1991 / 1992 Konseling Individu Trait and Factor DEPDIKBUD Malang) :
  • Mampu berfikir rasional untuk memecahkan masalah secara bijaksana
  • Memahami kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri
  • Mampu mengembangkan segala potensi secara penuh
  • Memiliki motivasi untuk meningkatkan/ menyempurnakan diri
  • Dapat menyesuaikan diri di masyarakat
PRIBADI MALASUAI menurut kategori Bordin (Fauzan, Lutfi.2004. 83):
  • Depcelence (ketergantungan)
  • Lach of information (kurang informasi)
  • Self conflict (konflik diri)
  • Chose anxicty (cemas memilih)
  • No Problem (bukan permasalah selain diatas)
Kategori Pepinsky
  • Lack of assurance (kurang percaya diri)
  • Lack of skill (kurang keterampilan)
  • Depcelence (ketergantungan)
  • Lach of information (kurang informasi)
  • Self conflict (konflik diri)
  • Chose anxicty (cemas memilih)
B.  Pengertian dan Tujuan Konseling Trait and Factor (TF)
Pengertian Pendekatan Trait and Factor
Yang dimaksud dengan trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berprilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif (berprilaku). Ciri itu dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang masing-masing membentuk suatu kontinum atau skala yang terentang dari sangat tinggi sampai sangat rendah.
Teori Trait-Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Konseling Trait-Factor berpegang pada pandangan yang sama dan menggunakan tes-tes psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri dimensi/aspek kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu program studi.
Dan juga Istilah konseling trait-factor dapat dideskripsikan adalah corak konseling yang menekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam memecahkan beraneka problem yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program studi/bidang pekerjaan.
  1. Tujuan Pendekatan Trait and Factor
Secara ringkas tujuan konseling menurut ancangan Trait and Factor (Lutfi Fauzan 2004:91) , dapat disebutkan yaitu:
  1. Self-clarification (kejelasan diri)
  2. Self-understanding (pemahaman diri)
  3. Self-accelptance (penerimaan diri)
  4. Self-direction (pengarahan diri)
  5. Self-actualization (perwujudan diri)
C.  Model Operasional / Strategi Konseling
Tahap-Tahap Konseling
Konseling Trait and Factor memiliki enam tahap dalam prosesnya, yaitu: analisis, sistesis,, diagnosis, prognosis, konseling (treatment) dan follow-up (Lutfi Fauzan,  2004:92)
  1. Analisis
Analisis merupakan langkah mengumpulkan informasi tentang diri klien beserta latar belakangnya. Data yang dikumpulkan mencakup segala aspek kepribadian klien, seperti kemempuan, minat, motif, kesehatan fisik, dan karakteristik lainnya yang dapat mempermudah atau mempersulit penyesuaian diri pada umumnya.
Data yang dikumpulkan diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Data Vertikal (mencakup diri klien) yang dapat dibagi lebih lanjut atas:
  • Data Fisik: kesehatan, cirri-ciri fisik, penampakan atau penampilan fisik dsb.
  • Data Psikis: bakat, minat, sikap, cita-cita, hobi, kebiasaan dsb.
2. Data Horizontal (berkenaan dengan lingkungan klien yang berpengaruh terhadapnya): keluarga klien, hubungan dengan familinya, teman-temannya, orang-orang terdekatnya, lingkungan tempat tinggalnya, sekolahnya dsb.
2. Sintesis
Sintesis adalah usaha merangkum, mengolong-golongkan dan menghubungkan data yang telah terkumpul pada tahap analisis, yang disusun sedemikian sehingga dapat menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri klien. Rumusan diri klien dalam sistesis ini bersifat ringkas dan padat. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam merangkum data pada tahap sistesis tersebut: cara pertama dibuat oleh konselor, kedua dilakukan klien, ketiga adalah cara kolaborasi.
3. Diagnosis
Diagnosis merupakan tahap menginterpretasikan data dalam bentuk (dari sudut) problema yang ditunjukkan. Rumusan diagnosis dilakukan melalui proses pengambilan atau penarikan simpulan yang logis.
Dalam tahap ini terdapat tiga kegiatan yang dilakukan, yaitu :
  • Identiffikasi masalah, Berdasar pada data yang diperoleh, dapat merumuskan dan menarik kesimpulan permasalahan klien.
  • Etiologi (Merumuskan sumber-sumber penyebab masalah internal dan eksternal). Dilakukan dengan cara mencari hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
4. Prognosis (tahap ke-4 dalam konseling)
Menurut Williamson prognosis ini bersangkutan dengan upaya memprediksikan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan data yang ada sekarang. Misalnya: bila seorang klien berdasarkan data sekarang dia malas, maka kemungkinan nilainya akan rendah, jika intelegensinya rendah, kemungkinan nanti tdak dapat diterima dalam sipenmaru.
5. Konseling (Treatment)
Dalam konseling, konselor membantu klien untuk menemukan sumber-sumber pada dirinya sendiri, sumber-sumber lembaga dalam masyarakat guna membantu klien dalam penyesuaian yang optimum sejauh dia bisa. Bantuan dalam konseling ini mencakup lima jenis bantuan yaitu:
  • Hubungan konseling yang mengacu pada belajar yang terbimbing kearah pemahaman diri.
  • Konseling jenis edukasi atau belajar kembali yang individu butuhkan sebagai alat untuk mencapai penyesuaian hidup dan tujuan personalnya.
  • Konseling dalam bentuk bantuan yang dipersonalisasikan untuk klien dalam memahami dan trampil untuk mngaplikasikan pinsip dan teknik-teknik dalam kehidupan sehari-hari.
  • Konseling yang mencakup bimbingan dan teknik yang mempunyai pengaruh terapiutik atau kuratif.
  • Konseling bentuk redukasi bagi diperolehnya kataris secara terapiutik.
6. Follow Up
Tindak lanjut merujuk pada segala kegiatan membantu siswa setela mereka memperoleh layanan konseling, tetapi kemudian menemui masalah-masalah baru atau munculnya masalah yang lampau. Tindak lanjut ini juga mencakup penentuan keefektifan konseling yang telah dilaksanakan.
Stategi Implementasi
Sebagai pedoman dalam mengimlementasikan pemecahan masalah, Williamson mengemukakan 5 macam stategi atau teknik umum, dalam (Fauzan. Lutfi. 2004. 95) yaitu:
  1. Forcing Conformity (memaksa penyesuaian), dipilih apabila lingkungan memang tidak dapat diubah. Seperti: siswa harus mau mengikuti atau menerima pelajaran dari guru matematika yang judes yang sebenarnya tidak disenangi siswa.
  2. Changing the environment (mengubah lingkungan), dipilih bila memang tidak memungkinkan, klien memiliki kekuatan atau kemampuan melakukannya. Lingkungan ini mencakup apa dan siapa. Contoh: ruang belajar yang semula menghadap jendela dan jalan raya dibalik menjadi membelakangi, tidak dapat konsentrasi belajar karena tiap belajar ada anak ramai diluar, maka anak-anak itu disuruh pindah atau diusir.
  3. Selecting the appropriate environment (memilih lingkungan yang cocok), contoh: ada beberapa tempat belajat yang dapat dimanfaatkan yaitu, di perpustakaan, di rumah sendiri, dan di rumah teman.
  4. Learning neded skills (belajar keterampilan-keterampilan yang diperlukan), contoh: belajar keterampilan bergaul, membuat paper, dan sebagainya.
  5. Changing attitute (mengubah sikap), sikap merupakan kecenderungan seseorang dalam menanggapi sesuatu, dan arahnya juga pada siapa dan pada apa. Beberapa sikap diri perlu diubah kalau memang tidak menguntungkan, misalnya: sikap segan untuk bertanya.
D.  Model Pola Hubungan Konselor dan Konseli
Situasi hubungan dalam konseling Trait and Factor (Lutfi Fauzan, 2004 : 88) sebagai berikut:
  1. Konseling merupakan suatu thinking relationship yang lebih mementingkan peranan berfikir rasional, tetapi tidak meninggalkan sama sekali aspek emosional seseorang.
  2. Konseling berlangsung dalam situasi hubungan kyang bersifat pribadi, bersahabat, akrab, dan empatik
  3. Konseling yang berlangsung dapat bersifat remediatif maupun developmental
  4. Setiap pihak (konselor-klien) melakukan perannya secara proporsional.
E.  Model Penampilan
Model penampilan konselor (Lutfi Fauzan, 2004:88), terbagi menjadi:
Sikap konselor
  • Dapat menempatkan diri sebagai seorang guru
  • Menerima sebagian tanggung jawab atas keselamatan klien
  • Bersedia mengarahkan klien kearah yang lebih baik
  • Tidak netral, sepenuhnya terhadap nilai (value)
  • Yakin terhadap asumsi-asumsi konseling yang efektif.
Keterampilan konselor
  • Memiliki pengalaman, keahlian dalam teori perkembangan manusia dan pemecahan masalah
  • Dapat memanfaatkan teknik-teknik pemecahan individu baik teknik testing maupun teknik non testing
  • Dapat melaksanakan proses konseling secara fleksibel
  • Dapat menerapkan strategi pengubahan tingkah laku beserta teknik-tekniknya
  • Menjalankan peranan utamanya secara terpadu
F.   Model Analisis dan Diagnosis
Model analisis
Model analisis dalam konseling Trait and Factor (Lutfi Fauzan, 2004:92) dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat seperti : catatan kumulatif, wawancara, catatan anekdot, tes psikologis, dan sebagainya. Selain itu juga study kasus. Dalam study kasus juga dapat digunakan sebagai analisis maupun metode untuk memadukan semua data yang terdiri dari catatan komprehensif yang mencakup keluarga, perkembangan kesehatan, pendidikan dan pekerjaan, serta minat dan kebiasaan-kebiasaan lain.
G. Model Diagnosis
Model diagnosis dalam konseling Trait and Factor (Surya , Mohamad. 2003 : 6) merupakan tahap pertama menginterprtrasikan data melalui proses penarikan kesimpulan permasalahan dari klien secara logis berupa identifikasi masalah. Dalam identifikasi masalah ada dua kaegori yang sifatnya deskriptif menurut Bordin dan Pepinsky yaitu:
Kategori diagnostik dari  Bordin ialah :
  1. Dependence (ketergantungan)
  2. Lack of Information (kurangnya informasi)
  3. Self – Conflict (konflik diri)
  4. Choice – anxiety (kecemasan dalam membuat pilihan)
Kategori diagnosis dari Pepinsky ialah :
  1. Lack of Assurance (kurang dukungan)
  2. Lack of Information (kurangnya informasi)
  3. Lack of Skill (memiliki keterampilan)
  4. Dependence (ketergantungan)
  5. Self – Conflict (konflik diri)
H.  Model Peran Konselor.
Peranan yang dapat dan seharusnya dilakukan oleh seorang konselor Trait and Factor (Surya, Mohamad. 2003 : 5) adalah sebagai berikut :
  1. Konselor memberitahu kepada klien tentang berbagai kemampuan yang diperoleh melalui penyelenggaraan testing psikologis, angket dan alat ukur lainnya.
  2. Konselor memberitahukan tentang bidang-bidang yang cocok sesuai dengan kemampuan serta karakteristiknya.
  3. Konselor secara aktif mempengaruhi perkembangan klien.
  4. Konselor membantu klien mencari atau menemukan sebab-sebab kesulitan atau gangguannya dengan diagnosis eksternal.
  5. Secara esensial peranan konselor adalah seperti guru, dimana “memberi informasi” dan “mengarahkan secara efektif”.
I.     Model Teknik
Teknik – teknik konseling yang dikemukakan Wiliamson (Lutfi Fauzan, 2004 : 96) ada lima macam yaitu sebagai berikut:
  1. Establishing rapport (menciptakan hubungan baru)
Untuk cepat menciptakan hubungan baru yang baik, konselor perlu menciptakan suasana hangat, bersifat ramah dan akrab dan menghilangkan kemungkinan situasi yang bersifat mengancam.
Ada beberapa hal yang terpenting, dan terkait dengan keperluan penciptaan rapport tersebut:
–          Reputasi konselor, khususnya reputasi dan kompetensi (competency repulation), konselor harus memiliki nama baik dimata siswa.
–          Penghargaan dan perhatian konselor kepada individu.
–          Kemampuan konselor dalam menyimpan rahasia (confidentiality) termasuk kerahasiaan hasil-hasil konseling atas siswa-siswa terdahulu.
Untuk memenuhi maksud di atas, maka dalam prosesnya konselor dapat melakukan tindakan-tindakan yang membuat siswa merasa aman dan dihargai sejak penyambutan. Oleh karena itu, konselor perlu: menyebut nama siswa begitu ia muncul, menjabat tangan, menghindarkan kesan segan, menolak atau tidak sabar dan muka cemberut, mempesilahkan duduk, dan mengawali pembicaraan dengan topic-topik netral.
2. Cultivatingself-understanding (mempertajam pemahaman diri)
Konselor perlu berusaha agar klien atau siswa lebih mampu memahami dirinya yang mencakup segala kelebihan maupun kekurangannya, dan dibantu untuk menggunakan kekuatan dan mengatasi kekurangannya. Untuk itu, dapat dimengerti kalau misalnya onselor dituntut untuk menginterprestasikan data klien, termasuk data hasil testing.
3. Advising or planning a program of action (membari nasehat atau membantu merencanakan program tindakan)
Dalam melaksanakan hal ini, konselor memulai dari apa yang menjadi pilihan klien, tujuannya, pandangannya, dan sikapnya: kemudian mengemukakan alternasi-alternasi untuk dibahas segi-segi positif dan negatifnya, manfaat dan kerugiannya. Oleh karena itu, klien perlu didorong untuk menyampaikan ide-idenya sendiri untuk dipertimbangkan, dan konselor memberikan saran-saran pengambilan keputusan dan pelaksanaannya.
Ada tiga cara dalam memberikan nasehat, yaitu:
–          Direct advice (nasehat langsung), secar jelas dan terbuka konselor mengemukakan pendapatnya. Cara ini dilakukan bila klien memang tidak mengetahui langsung apa yang harus diperbuat atau diinginkan.
–          Persuasive, dilakukan bila klien telah mampu menunjukkan alas an yang logis atas pilihan-pilihannya, tetapi belum mampu menentukan pilihan.
–          Explanatory (penjelasan), dilakukan apabila klien telah dapat mengajukan pilihannya termasuk pertimbangan baik buruknya. Konselor memberikn nasehat dengan menjelaskan implikasi-implikasi putusan klien.
4. Carrying out the plan (melaksanakan rencana)
Mengikuti pilihan atau keputusan klien, konselor dapat memberikan bantuan langsung bagi implementasi atau pelaksanaannya. Bantuannya, antara lain berupa rencana atau program pendidikan dan pelatihan atau usaha-usaha perbaikan lainnya yang lebih dapat menyempurnakan keberhasilan tindakan. Contoh/; apabila dalam keputusannya, klien akan menemui gurunya, maka klien diajak mendiskusikan kapan hal itu dilakukan, dimana, dengan cara apa, dengan siapa dan sebagainya.
5. Refferal (pengiriman pada ahli lain)
Pada kenyataannya tidak ada konselor yang ahli dalam memecahkan segala permasalahan siswa, yang karena itu konselor perlu menyadari keterbatasan dirinya. Apabila konselor tidak mampu, janganlah memaksakan diri atau berbuat coba-coba. Konselor perlu mengirimkan kliennya pada ahli lain yang lebih mampu.
J.    Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan dan kekurang teori trait and factor (Gudnanto. 2012. FKIP UMK), yaitu:
  1. Kelebihan Teori Trait and Factor, yaitu:
    1. Pemusatan pada klien dan bukan pada konselor
    2. Identifikasi dan hubungan konseli sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian
    3. Lebih menekankan pada sikap konselor daripada teknik
    4. Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuanitatif
    5. Penekanan emosi, perasaan dan afektif dalam konseling
  2. Kelemahan Teori Trait and Factor, yaitu:
    1. Konseling terpusat pada pribadi dan dianggap sederhana
    2. Terlalu menekankan aspek afektif emosional, perasaan sebagai penentu perilaku tetapi melupakan factor intelektual, kognitif dan rasional
    3. Penggunaan informasi untuk membantu klien tidak sesuai dengan teori
    4. Tujuan untuk sikap klien yaitu memaksimalkan diri dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit menilai individu
    5. Sulit bagi konselor untuk bersikap netral dalam situasi hubungan interpersonal.
K. Penerapan / Aplikasi
Paijo adalah siswa kelas X SMA di sebuah kota kecil. Dia merasa tidak diperhatikan lagi oleh kedua orang tuanya. Ayah ibunya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Kemudian dia mencari pelarian dengan clubbing yang otomatis minuman keras dan narkoba sudah menjadi hal biasa. Dia sendiri merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut, tapi sulit baginya untuk lepas dari kebiasaannya itu, karena menurut pendapatnya dengan seperti itu dia akan mendapatkan banyak teman dan tidak kesepian lagi. Akhirnya dia semakin tidak nyaman dan datang ke konselor untuk meminta bantuan. Dalam kasus ini, konselor menggunakan pendekatan konseling Trait and Factor.
Daftar Psutaka
Fauzan, Lutfi. 2004. Pendekatan-Pendekatan Konseling Individual. Malang : Elang Mas
Fauzan, Lutfi dan Suliono. 1991/1992. Konseling Individu Trait and Factor. DEPDIKBUD : Malang
Surya, Mohamad. 2003. Teori-Toeri Konseling. Bandung : CV. Pustaka Bani Quraisy
Gudnanto. 2012. Ringkasan Materi Pendekatan Konseling. UMK : FKIP
Penulis: Iwan Tarwadi, Dyah Ristiyani, Repdalini, Mahasiswa UMK
























Pendekatan Konseling Trait And Factor

Posted: October 17, 2012 in Uncategorized
0
A.  Konsep Dasar
Menurut teori ini, kepribadian merupakan suatu system atau factor yang saling berkaitan satu dengan lainnya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperament. Hal yang mendasar bagi konseling sifat dan faktor (triait and faktor) adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. Pencapaian penemuan diri menghasilkan kepuasan intrinsik dan memperkuat usaha untuk mewujudkan diri. (Surya, Mohamad. 2003 : 3)

Dalam Pendekatan Trait and Factor, memandang bahwa ada delapan dangan tentang manusia yang bisa disimpulkan dari pendapat Williamson (Lutfi Fauzan, 2004:79) yaitu sebagai berikut:
  1. Manusia dilahirkan dengan membawa potensi baik dan buruk.
Williamson berbeda dengan Rouseau yang menganggap manusia pada dasarnya baik dan masyarakat atau lingkungan lah yang membentuknya menjadi jahat. Menurut Williamson, kedua potensi itu, baik dan buruk, ada pada setiap manusia. Tidak ada individu yang lahir membawa potensi baik semata dan sebaliknya juga tidak ada individu yang lahir semata-mata penuh dengan muatan yang buruk. Kedua sifat itu dimiliki oleh manusia, tetapi sifat mana yang akan berkembang tergantung pada interaksinya dengan manusia lain atau lingkungannya.
2. Manusia bergantung dan hanya akan berkembang secara optimal ditengah-tengah masyarakat.
Manusia memerlukan orang lain dalam mengembangkan potensi dirinya. Aktualisasi diri hanya akan dapat dicapai dalam hubungannya dan atau dengan bantuan orang lain, manusia tidak dapat hidup sepenuhnya dengan melepaskan diri dari masyarakat.
3. Manusia ingin mencapai kehidupan yang baik (good live)
Memperoleh kehidupan yang baik dan lebih baik lagi merupakan kepedulian setiap orang. Salah satu dimensi kebaikan adalah “arête”. Manusia berjuang mencapai arête yang menghasilkan kekayaan atau kebesaran diri. Konsep arête diambil dari bahasa Yunani yang dapat diartikan kecemerlangan (axcelent)
4. Manusia banyak berhadapan dengan “pengintroduksi” konsep hidup yang baik, yang menghadapkannya pada pilihan-pilihan.
Dalam keluarga, individu berkenalan dengan konsep hidup yang baik dari orang tuanya. Disekolah dia memperolehnya dari guru, selain itu dari teman dan anggota masyarakat yang lain.
5. Hubungan manusia berkait dengan konsep alam semesta (The Universe), Williamson menyatakan bahwa konsep alam semesta dan hubungan manusia terhadapnya sering terjadi salah satu dari: 1. Manusia menyendiri, ketidakramahan alam semesta. 2. Alam semesta bersahabat dan menyenangkan atau menguntungkan bagi manusia dan perkembangannya.
Selain konsepsi pokok tentang manusia sebaimana dikemukakan Williamson, terdapat cakupan penting untuk dikemukakan karakteristik atau hakiki yang lain tentang manusia, yaitu:
  1. Manusia merupakan individu yang unik.
  2. Manusia memiliki sifat-sifat yang umum.
  3. Manusia bukan penerima pasif bawaan dan lingkungannya.
Asumsi Perilaku Bermasalah
Asumsi perilaku bermasalah / malasuai adalah individu yang tidak mampu memahami kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya sehingga individu tersebut tidak dapat mengaktualisasikan dirinya secara optimal. (Gudnanto. 2012. FKIP UMK).
PRIBADI SEHAT menurut (Fauzan, Lutfi dan Suliono 1991 / 1992 Konseling Individu Trait and Factor DEPDIKBUD Malang) :
  • Mampu berfikir rasional untuk memecahkan masalah secara bijaksana
  • Memahami kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri
  • Mampu mengembangkan segala potensi secara penuh
  • Memiliki motivasi untuk meningkatkan/ menyempurnakan diri
  • Dapat menyesuaikan diri di masyarakat
PRIBADI MALASUAI menurut kategori Bordin (Fauzan, Lutfi.2004. 83):
  • Depcelence (ketergantungan)
  • Lach of information (kurang informasi)
  • Self conflict (konflik diri)
  • Chose anxicty (cemas memilih)
  • No Problem (bukan permasalah selain diatas)
Kategori Pepinsky
  • Lack of assurance (kurang percaya diri)
  • Lack of skill (kurang keterampilan)
  • Depcelence (ketergantungan)
  • Lach of information (kurang informasi)
  • Self conflict (konflik diri)
  • Chose anxicty (cemas memilih)
B.  Pengertian dan Tujuan Konseling Trait and Factor (TF)
Pengertian Pendekatan Trait and Factor
Yang dimaksud dengan trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berprilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif (berprilaku). Ciri itu dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang masing-masing membentuk suatu kontinum atau skala yang terentang dari sangat tinggi sampai sangat rendah.
Teori Trait-Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Konseling Trait-Factor berpegang pada pandangan yang sama dan menggunakan tes-tes psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri dimensi/aspek kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu program studi.
Dan juga Istilah konseling trait-factor dapat dideskripsikan adalah corak konseling yang menekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam memecahkan beraneka problem yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program studi/bidang pekerjaan.
  1. Tujuan Pendekatan Trait and Factor
Secara ringkas tujuan konseling menurut ancangan Trait and Factor (Lutfi Fauzan 2004:91) , dapat disebutkan yaitu:
  1. Self-clarification (kejelasan diri)
  2. Self-understanding (pemahaman diri)
  3. Self-accelptance (penerimaan diri)
  4. Self-direction (pengarahan diri)
  5. Self-actualization (perwujudan diri)
C.  Model Operasional / Strategi Konseling
Tahap-Tahap Konseling
Konseling Trait and Factor memiliki enam tahap dalam prosesnya, yaitu: analisis, sistesis,, diagnosis, prognosis, konseling (treatment) dan follow-up (Lutfi Fauzan,  2004:92)
  1. Analisis
Analisis merupakan langkah mengumpulkan informasi tentang diri klien beserta latar belakangnya. Data yang dikumpulkan mencakup segala aspek kepribadian klien, seperti kemempuan, minat, motif, kesehatan fisik, dan karakteristik lainnya yang dapat mempermudah atau mempersulit penyesuaian diri pada umumnya.
Data yang dikumpulkan diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Data Vertikal (mencakup diri klien) yang dapat dibagi lebih lanjut atas:
  • Data Fisik: kesehatan, cirri-ciri fisik, penampakan atau penampilan fisik dsb.
  • Data Psikis: bakat, minat, sikap, cita-cita, hobi, kebiasaan dsb.
2. Data Horizontal (berkenaan dengan lingkungan klien yang berpengaruh terhadapnya): keluarga klien, hubungan dengan familinya, teman-temannya, orang-orang terdekatnya, lingkungan tempat tinggalnya, sekolahnya dsb.
2. Sintesis
Sintesis adalah usaha merangkum, mengolong-golongkan dan menghubungkan data yang telah terkumpul pada tahap analisis, yang disusun sedemikian sehingga dapat menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri klien. Rumusan diri klien dalam sistesis ini bersifat ringkas dan padat. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam merangkum data pada tahap sistesis tersebut: cara pertama dibuat oleh konselor, kedua dilakukan klien, ketiga adalah cara kolaborasi.
3. Diagnosis
Diagnosis merupakan tahap menginterpretasikan data dalam bentuk (dari sudut) problema yang ditunjukkan. Rumusan diagnosis dilakukan melalui proses pengambilan atau penarikan simpulan yang logis.
Dalam tahap ini terdapat tiga kegiatan yang dilakukan, yaitu :
  • Identiffikasi masalah, Berdasar pada data yang diperoleh, dapat merumuskan dan menarik kesimpulan permasalahan klien.
  • Etiologi (Merumuskan sumber-sumber penyebab masalah internal dan eksternal). Dilakukan dengan cara mencari hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
4. Prognosis (tahap ke-4 dalam konseling)
Menurut Williamson prognosis ini bersangkutan dengan upaya memprediksikan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan data yang ada sekarang. Misalnya: bila seorang klien berdasarkan data sekarang dia malas, maka kemungkinan nilainya akan rendah, jika intelegensinya rendah, kemungkinan nanti tdak dapat diterima dalam sipenmaru.
5. Konseling (Treatment)
Dalam konseling, konselor membantu klien untuk menemukan sumber-sumber pada dirinya sendiri, sumber-sumber lembaga dalam masyarakat guna membantu klien dalam penyesuaian yang optimum sejauh dia bisa. Bantuan dalam konseling ini mencakup lima jenis bantuan yaitu:
  • Hubungan konseling yang mengacu pada belajar yang terbimbing kearah pemahaman diri.
  • Konseling jenis edukasi atau belajar kembali yang individu butuhkan sebagai alat untuk mencapai penyesuaian hidup dan tujuan personalnya.
  • Konseling dalam bentuk bantuan yang dipersonalisasikan untuk klien dalam memahami dan trampil untuk mngaplikasikan pinsip dan teknik-teknik dalam kehidupan sehari-hari.
  • Konseling yang mencakup bimbingan dan teknik yang mempunyai pengaruh terapiutik atau kuratif.
  • Konseling bentuk redukasi bagi diperolehnya kataris secara terapiutik.
6. Follow Up
Tindak lanjut merujuk pada segala kegiatan membantu siswa setela mereka memperoleh layanan konseling, tetapi kemudian menemui masalah-masalah baru atau munculnya masalah yang lampau. Tindak lanjut ini juga mencakup penentuan keefektifan konseling yang telah dilaksanakan.
Stategi Implementasi
Sebagai pedoman dalam mengimlementasikan pemecahan masalah, Williamson mengemukakan 5 macam stategi atau teknik umum, dalam (Fauzan. Lutfi. 2004. 95) yaitu:
  1. Forcing Conformity (memaksa penyesuaian), dipilih apabila lingkungan memang tidak dapat diubah. Seperti: siswa harus mau mengikuti atau menerima pelajaran dari guru matematika yang judes yang sebenarnya tidak disenangi siswa.
  2. Changing the environment (mengubah lingkungan), dipilih bila memang tidak memungkinkan, klien memiliki kekuatan atau kemampuan melakukannya. Lingkungan ini mencakup apa dan siapa. Contoh: ruang belajar yang semula menghadap jendela dan jalan raya dibalik menjadi membelakangi, tidak dapat konsentrasi belajar karena tiap belajar ada anak ramai diluar, maka anak-anak itu disuruh pindah atau diusir.
  3. Selecting the appropriate environment (memilih lingkungan yang cocok), contoh: ada beberapa tempat belajat yang dapat dimanfaatkan yaitu, di perpustakaan, di rumah sendiri, dan di rumah teman.
  4. Learning neded skills (belajar keterampilan-keterampilan yang diperlukan), contoh: belajar keterampilan bergaul, membuat paper, dan sebagainya.
  5. Changing attitute (mengubah sikap), sikap merupakan kecenderungan seseorang dalam menanggapi sesuatu, dan arahnya juga pada siapa dan pada apa. Beberapa sikap diri perlu diubah kalau memang tidak menguntungkan, misalnya: sikap segan untuk bertanya.
D.  Model Pola Hubungan Konselor dan Konseli
Situasi hubungan dalam konseling Trait and Factor (Lutfi Fauzan, 2004 : 88) sebagai berikut:
  1. Konseling merupakan suatu thinking relationship yang lebih mementingkan peranan berfikir rasional, tetapi tidak meninggalkan sama sekali aspek emosional seseorang.
  2. Konseling berlangsung dalam situasi hubungan kyang bersifat pribadi, bersahabat, akrab, dan empatik
  3. Konseling yang berlangsung dapat bersifat remediatif maupun developmental
  4. Setiap pihak (konselor-klien) melakukan perannya secara proporsional.
E.  Model Penampilan
Model penampilan konselor (Lutfi Fauzan, 2004:88), terbagi menjadi:
Sikap konselor
  • Dapat menempatkan diri sebagai seorang guru
  • Menerima sebagian tanggung jawab atas keselamatan klien
  • Bersedia mengarahkan klien kearah yang lebih baik
  • Tidak netral, sepenuhnya terhadap nilai (value)
  • Yakin terhadap asumsi-asumsi konseling yang efektif.
Keterampilan konselor
  • Memiliki pengalaman, keahlian dalam teori perkembangan manusia dan pemecahan masalah
  • Dapat memanfaatkan teknik-teknik pemecahan individu baik teknik testing maupun teknik non testing
  • Dapat melaksanakan proses konseling secara fleksibel
  • Dapat menerapkan strategi pengubahan tingkah laku beserta teknik-tekniknya
  • Menjalankan peranan utamanya secara terpadu
F.   Model Analisis dan Diagnosis
Model analisis
Model analisis dalam konseling Trait and Factor (Lutfi Fauzan, 2004:92) dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat seperti : catatan kumulatif, wawancara, catatan anekdot, tes psikologis, dan sebagainya. Selain itu juga study kasus. Dalam study kasus juga dapat digunakan sebagai analisis maupun metode untuk memadukan semua data yang terdiri dari catatan komprehensif yang mencakup keluarga, perkembangan kesehatan, pendidikan dan pekerjaan, serta minat dan kebiasaan-kebiasaan lain.
G. Model Diagnosis
Model diagnosis dalam konseling Trait and Factor (Surya , Mohamad. 2003 : 6) merupakan tahap pertama menginterprtrasikan data melalui proses penarikan kesimpulan permasalahan dari klien secara logis berupa identifikasi masalah. Dalam identifikasi masalah ada dua kaegori yang sifatnya deskriptif menurut Bordin dan Pepinsky yaitu:
Kategori diagnostik dari  Bordin ialah :
  1. Dependence (ketergantungan)
  2. Lack of Information (kurangnya informasi)
  3. Self – Conflict (konflik diri)
  4. Choice – anxiety (kecemasan dalam membuat pilihan)
Kategori diagnosis dari Pepinsky ialah :
  1. Lack of Assurance (kurang dukungan)
  2. Lack of Information (kurangnya informasi)
  3. Lack of Skill (memiliki keterampilan)
  4. Dependence (ketergantungan)
  5. Self – Conflict (konflik diri)
H.  Model Peran Konselor.
Peranan yang dapat dan seharusnya dilakukan oleh seorang konselor Trait and Factor (Surya, Mohamad. 2003 : 5) adalah sebagai berikut :
  1. Konselor memberitahu kepada klien tentang berbagai kemampuan yang diperoleh melalui penyelenggaraan testing psikologis, angket dan alat ukur lainnya.
  2. Konselor memberitahukan tentang bidang-bidang yang cocok sesuai dengan kemampuan serta karakteristiknya.
  3. Konselor secara aktif mempengaruhi perkembangan klien.
  4. Konselor membantu klien mencari atau menemukan sebab-sebab kesulitan atau gangguannya dengan diagnosis eksternal.
  5. Secara esensial peranan konselor adalah seperti guru, dimana “memberi informasi” dan “mengarahkan secara efektif”.
I.     Model Teknik
Teknik – teknik konseling yang dikemukakan Wiliamson (Lutfi Fauzan, 2004 : 96) ada lima macam yaitu sebagai berikut:
  1. Establishing rapport (menciptakan hubungan baru)
Untuk cepat menciptakan hubungan baru yang baik, konselor perlu menciptakan suasana hangat, bersifat ramah dan akrab dan menghilangkan kemungkinan situasi yang bersifat mengancam.
Ada beberapa hal yang terpenting, dan terkait dengan keperluan penciptaan rapport tersebut:
-          Reputasi konselor, khususnya reputasi dan kompetensi (competency repulation), konselor harus memiliki nama baik dimata siswa.
-          Penghargaan dan perhatian konselor kepada individu.
-          Kemampuan konselor dalam menyimpan rahasia (confidentiality) termasuk kerahasiaan hasil-hasil konseling atas siswa-siswa terdahulu.
Untuk memenuhi maksud di atas, maka dalam prosesnya konselor dapat melakukan tindakan-tindakan yang membuat siswa merasa aman dan dihargai sejak penyambutan. Oleh karena itu, konselor perlu: menyebut nama siswa begitu ia muncul, menjabat tangan, menghindarkan kesan segan, menolak atau tidak sabar dan muka cemberut, mempesilahkan duduk, dan mengawali pembicaraan dengan topic-topik netral.
2. Cultivatingself-understanding (mempertajam pemahaman diri)
Konselor perlu berusaha agar klien atau siswa lebih mampu memahami dirinya yang mencakup segala kelebihan maupun kekurangannya, dan dibantu untuk menggunakan kekuatan dan mengatasi kekurangannya. Untuk itu, dapat dimengerti kalau misalnya onselor dituntut untuk menginterprestasikan data klien, termasuk data hasil testing.
3. Advising or planning a program of action (membari nasehat atau membantu merencanakan program tindakan)
Dalam melaksanakan hal ini, konselor memulai dari apa yang menjadi pilihan klien, tujuannya, pandangannya, dan sikapnya: kemudian mengemukakan alternasi-alternasi untuk dibahas segi-segi positif dan negatifnya, manfaat dan kerugiannya. Oleh karena itu, klien perlu didorong untuk menyampaikan ide-idenya sendiri untuk dipertimbangkan, dan konselor memberikan saran-saran pengambilan keputusan dan pelaksanaannya.
Ada tiga cara dalam memberikan nasehat, yaitu:
-          Direct advice (nasehat langsung), secar jelas dan terbuka konselor mengemukakan pendapatnya. Cara ini dilakukan bila klien memang tidak mengetahui langsung apa yang harus diperbuat atau diinginkan.
-          Persuasive, dilakukan bila klien telah mampu menunjukkan alas an yang logis atas pilihan-pilihannya, tetapi belum mampu menentukan pilihan.
-          Explanatory (penjelasan), dilakukan apabila klien telah dapat mengajukan pilihannya termasuk pertimbangan baik buruknya. Konselor memberikn nasehat dengan menjelaskan implikasi-implikasi putusan klien.
4. Carrying out the plan (melaksanakan rencana)
Mengikuti pilihan atau keputusan klien, konselor dapat memberikan bantuan langsung bagi implementasi atau pelaksanaannya. Bantuannya, antara lain berupa rencana atau program pendidikan dan pelatihan atau usaha-usaha perbaikan lainnya yang lebih dapat menyempurnakan keberhasilan tindakan. Contoh/; apabila dalam keputusannya, klien akan menemui gurunya, maka klien diajak mendiskusikan kapan hal itu dilakukan, dimana, dengan cara apa, dengan siapa dan sebagainya.
5. Refferal (pengiriman pada ahli lain)
Pada kenyataannya tidak ada konselor yang ahli dalam memecahkan segala permasalahan siswa, yang karena itu konselor perlu menyadari keterbatasan dirinya. Apabila konselor tidak mampu, janganlah memaksakan diri atau berbuat coba-coba. Konselor perlu mengirimkan kliennya pada ahli lain yang lebih mampu.
J.    Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan dan kekurang teori trait and factor (Gudnanto. 2012. FKIP UMK), yaitu:
  1. Kelebihan Teori Trait and Factor, yaitu:
    1. Pemusatan pada klien dan bukan pada konselor
    2. Identifikasi dan hubungan konseli sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian
    3. Lebih menekankan pada sikap konselor daripada teknik
    4. Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuanitatif
    5. Penekanan emosi, perasaan dan afektif dalam konseling
  2. Kelemahan Teori Trait and Factor, yaitu:
    1. Konseling terpusat pada pribadi dan dianggap sederhana
    2. Terlalu menekankan aspek afektif emosional, perasaan sebagai penentu perilaku tetapi melupakan factor intelektual, kognitif dan rasional
    3. Penggunaan informasi untuk membantu klien tidak sesuai dengan teori
    4. Tujuan untuk sikap klien yaitu memaksimalkan diri dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit menilai individu
    5. Sulit bagi konselor untuk bersikap netral dalam situasi hubungan interpersonal.
K. Penerapan / Aplikasi
Paijo adalah siswa kelas X SMA di sebuah kota kecil. Dia merasa tidak diperhatikan lagi oleh kedua orang tuanya. Ayah ibunya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Kemudian dia mencari pelarian dengan clubbing yang otomatis minuman keras dan narkoba sudah menjadi hal biasa. Dia sendiri merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut, tapi sulit baginya untuk lepas dari kebiasaannya itu, karena menurut pendapatnya dengan seperti itu dia akan mendapatkan banyak teman dan tidak kesepian lagi. Akhirnya dia semakin tidak nyaman dan datang ke konselor untuk meminta bantuan. Dalam kasus ini, konselor menggunakan pendekatan konseling Trait and Factor.
Daftar Psutaka
Fauzan, Lutfi. 2004. Pendekatan-Pendekatan Konseling Individual. Malang : Elang Mas
Fauzan, Lutfi dan Suliono. 1991/1992. Konseling Individu Trait and Factor. DEPDIKBUD : Malang
Surya, Mohamad. 2003. Teori-Toeri Konseling. Bandung : CV. Pustaka Bani Quraisy
Gudnanto. 2012. Ringkasan Materi Pendekatan Konseling. UMK : FKIP
http://spupe07.wordpress.com/2009/12/24/teori-konseling-trait-and-factor-rational-emotive-therapy/.

















BIMBINGAN KONSELING KARIR
Konseling Trait and Factor (TF)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Teori trait and factor dikembangkan oleh frank parsons berawal pada akhir abab ke-19. Frank person mulai mencari suatu cara untuk membantu anak-anak remaja yang memiliki kesulitan dan permasalahan dalam memilih suatu bidang pekerjaan yang sesuai dengan potensi , bakat, minat yang dimiliki mereka.
Awal abab ke 20 konseling karir yang bersumber pada gerakan bimbingan jabatan, mendapat tempat yang makin baik di Amerika Serikat. Berdasarkan ini tidak salah kiranya Frank paeson disebut sebagai bapaknya konseling karir pada masanya dan juga sampai sekarang ini karena ide-ide yang berlian yang dilahirkannya menjadi peletak lahirnya konseling karir yang sampai saat ini terus mengalami perkembangan.
Pengertian Teori Trait and Factor secara bahasa trait diartikan sebagi sifat, karakteristik seorang individu, sedangkan factor berarti tipe-tipe, syarat-syarat tertentu yang dimiliki oleh sebuah pekerjaan atau suatu jabatan.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Konseling Trait and Factor (TF)
Yang dimaksud dengan trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berprilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif (berprilaku). Ciri itu dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang masing-masing membentuk suatu kontinum atau skala yang terentang dari sangat tinggi sampai sangat rendah.
Teori Trait-Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Konseling Trait-Factor berpegang pada pandangan yang sama dan menggunakan tes-tes psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri dimensi/aspek kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu program studi.
Dan juga Istilah konseling trait-factor dapat dideskripsikan adalah corak konseling yang menekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam memecahkan baraneka problem yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program studi/bidang peker
     Pengertian Teori Trait and Factor secara bahasa trait diartikan sebagi sifat, karakteristik seorang individu, sedangkan factor berarti tipe-tipe, syarat-syarat tertentu yang dimiliki oleh sebuah pekerjaan atau suatu jabatan.


B.     Tujuan Konseling Trait and Factor
Trait and Factor memiliki tujuan untuk mengajak siswa (konseling) untuk berfikir mengenai dirinya serta mampu mengembangkan cara-cara yang dilakukan agar dapat keluar dari masalah yang dihadapinya. Trait and Factor dimaksudkan agar siswa mengalami:
§  Self-Clarification / Klarifikasi diri
§  Self-Understanding / Pemahaman diri
§  Self-Acceptance / Penerimaan diri
§  Self-Direction / Pengarahan diri
§  Sel-Actualization / Aktualisasi diri
Membantu Para Siswa Agar :
1.   Dapat memahami diri, dan menilai dirinya sendiri, terutama berkaitan dng potensi yg ada dlm dirinya mengenai kemampuan minat, bakat, sikap dan cita-citanya
2.      Menyadari dan memahami nilai-nilai yang ada dlm dirinya dan yg ada dlm masyarakat
3.      Mengetahui berbagai jenis pekerjaan yg berhubungan dng potensi yg ada dlm dirinya
4.      Mengetahui jenis-jenis pendidikan & latihan yg diperlukan bagi suatu bidang tertentu.
5.      Menemukan hambatan2 yg mungkin timbul, yg disebabkan oleh dirinya sendiri & faktor dr lingkungan
6.      Para siswa dpt merencanakan masa depannya, serta menemukan karir & kehidupannya yg serasi/sesuai.


C.    Proses Konseling Trait and Factor
Ada 6 (enam) tahap yang harus dilalui dalam konseling pendekatan trait and factor , yaitu :
1.      Analisis
Mengumpulkan data tentang diri siswa, dapat dilakukan dengan wawancara, catatan anekdot, catatan harian, otobiografi dan tes psikologi.
2.      Sintesis
            Merangkum, menggolongkan, dan menghubungkan data yang dipeoleh sehingga memperoleh gambaran tentang kelemahan dan kelebihan siswa.

3.       Diagnosis
            Menarik kesimpulan logis atas dasar gambaran pribadi siswa yang diperoleh dari hasil analisis dan sintesis. Dalam tahap ini terdapat tiga kegiatan yang dilakukan, yaitu :
§  Identiffikasi masalah
Berdasar pada data yang diperoleh, dapat merumuskan dan menarik kesimpulan permasalahan klien.
§  Etiologi (Merumuskan sumber-sumber penyebab masalah internal dan eksternal)
Dilakukan dengan cara mencari hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
§   Prognosis (tahap ke-4 dalam konseling)
4.      Prognosis
Upaya untuk memprediksi kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan data yang ada.
5.       Konseling (Treatment)
§   Pengembangan alternatif masalah Proses pemecahan masalah dengan menggunakan beberapa strategi
§  Pengujian alternatif pemecahan masalah Dilakukan untuk menentukan alternatif mana yang akan diimplementasikan, sehingga perlu diuji kelebihan dan kelemahan, keuntungan dan kerugian, serta faktor pendukung dan penghambat.
§   Pengambilan keputusan Keputusan diambil berdasarkan syarat, kegunaaan, dan fleksibilitas yang dipilih klien

6.      Follow Up
§   Hal-hal yang perlu direncanakan dari alternatif pemecahan masalah yang dipilih.
§  Tindak lanjut dari alternatif yang telah dilaksanakan di lapangan.

      Bimbingan karier sebagai satu kesatuan proses bimbingan memiliki manfaat yang dinikmati oleh kliennya dalam mengarahkan diri dan menciptakan kemandirian dalam memilih karier yang sesuai dengan kemampuan siswanya.



D.    Kelebihan dan Kelemahan konseling trait and factor
Adapun kontribusi yang diberikan teori ini adalah:
1.      Teori ciri dan sifat menerapkan pendekatan ilmiah pada konseling
2.      Penekanan pada penggunaan data tes objektif, membawa kepada upaya perbaikan dalam pengembangan tes dan penggunanya, serta perbaikan dalam pengumpulan data lingkungan.
3.      Penekanan yang diberikan pada diagnose mengandung makna sebagai suatu perhatian terhadap masalah dan sumbernya mengarahkan kepada upaya pengkreasian teknik-teknik untuk mengatasinya.
4.      Penekanan pada aspek kognitif merupakan upaya menyeimbangkan pandangan lain yang lebih menekankan afektif atau emosional.
Adapun kelemahan konseling trait and factor, sebagai berikut:
a.       Kurang diindahkan adanya pengaruh dari perasaan, keinginan, dambaan aneka nilai budaya (cultural values), nilai-nalai kehudupan (personal values), dan cita-cita hidup, terhadap perkembangan jabatan anak dan remaja (vocational development) serta pilihan program/bidang studi dan bidang pekerjaan (vocational choice).
b.      Kurang diperhatikan peran keluarga dekat, yang ikut mempengaruhi rangkaian pilihan anak dengan cara mengungkapkan harapan, dambaan dan memberikan pertimbangan untung-rugi sambil menunjuk pada tradisi keluarga; tuntutan mengingat ekonomi keluarga; serta keterbatasan yang konkrit dalam kemampuan finansial, dan sebagainya.
c.       Kurang diperhitungkannya perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat, yang ikut memperluas atau membatasi jumlah pilihan yang tersedia bagi seseorang.
d.      Kurang disadari bahwa konstelasi kualifikasi yang dituntut untuk mencapai sukses di suatu bidang pekerjaan atau program studi dapat berubah selama tahun-tahun yang akan datang.
e.       Pola ciri-ciri kepribadian tertentu pasti sangat membatasi jumlah kesempatan yang terbuka bagi seseorang, karena orang dari berbagai pola ciri kepribadian dapat mencapai sukses di bidang pekerjaan yang sama.
















BAB III
PENUTUP


A.    Ksimpulan
Menurut teori ini kepribadian merupakan sistem atau faktor yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya seperti kecakapan, minat, sikap dan tempramen. Beberapa tokoh yang sering dikenal dalam teori trait and factor adalah Walter Bigham, John Darley, Donald G.Paterson dan E.G.Williamson.
Ada beberapa asumsi pokok yang mendasari teori konseling trait and factor, adalah:
1.      Karena setiap individu sebagai suatu pola kecakapan dan kemampuan yang terorganisasikan secara unik, dank arena kualitas yang relative stabil setelah remaja, maka tes objektif dapat digunakan untuk mengindentifikasi karakteristik tersebut.
2.      Pola-pola kepribadian dan minat berkorelasi dengan perilaku kerja tertentu.
3.      Kurikulum sekolah yang berbeda akan menuntut kapasitas dan minat yang berbeda dalam hal ini dapat ditentukan.
4.      Baik siswa maupun konselor hendaknya mendiagnosa potensi siswa untuk mengawali penempatan dalam kurikulum atau pekerjaan.
5.      Setiap orang memiliki kecakapan dan keinginan untuk mengindentifikasi secara kognitif kemampuan sendiri.
         Bimbingan karir adalah suatu upaya bantuan terhadap peserta didik agar dapat mengenal dan memahami dirinya, mengenal dunia kerjanya, mengembangkan masa depan sesuai dengan bentuk kehidupan yang diharapkannya, mampu menentukan dan mengambil keputusan secara tepat dan bertanggungjawab.
         BIMBINGAN KARIER adalah suatu proses bantuan, layanan informasi dan pendekatan terhadap individu/ kelompok individu agar dapat mengenal dan memahami dirinya, mengenal dunia kerja untuk menentukan pilihan karier, mampu untuk mengambil keputusan karier dan mengakui bahwa keputusan tersebut adalah yang paling tepat/ sesuai dengan keadaan dirinya dihubungkan dengan persyaratan-persyaratan karier yang akan ditekuninya.
         Bimbingan karir adalah suatu upaya bantuan terhadap peserta didik agar dapat mengenal dan memahami dirinya, mengenal dunia kerjanya, mengembangkan masa depan sesuai dengan bentuk kehidupan yang diharapkannya, mampu menentukan dan mengambil keputusan secara tepat dan bertanggungjawab



















DAFTAR PUSTAKA


Dewa Ketut Sukardi. 1989. Pendekatan Konseling karir di dalam Bimbingan Karir (suatu pendahuluan). Jakarta timur : Ghalia Indonesia.
Abdul Hamid Nursi. 1977. SDM yang Produktif. Jakarta : Gema Insani Press.
 Libertus, Jehani. 2008. Hak-hak Karyawan Kontrak. Jakarta : Forum Sahabat.
Dewa Ketut Sukardi,dkk. 1993. Panduan Perencanaan Karir. Surabaya : Usaha Nasional.
Mohammad Tayeb Manhiru. 1992.  Pengantar Bimbingan dan Konseling Karir. Jakarta : Bumi aksara
Munandir. 1996. Pengantar Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Ditjen Dikti P2TA.
Kurtanto, Edi, 2007. Bimbingan dan Konseling. Pontianak: CV Himalaya Raya
http://abangjo-sevenzero.blogspot.com/2009/10/trait-factor-counseling.html http://eko13.wordpress.com/2008/03/18/ciri-ciri-teori-konseling/
http://jamroh.wordpress.com/
http://kejarmimpi.blogspot.com/2009/05/pengertian-konseling-rational-emotive.html
http://khairiwardi.multiply.com/journal/item/4

































Teori Trait and Factor
Trait and factor counseling dapat dideskripsikan dengan mengatakan:corak konseling yang menekankan pemahaman individu melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam memecahkan beraneka problem yang dihadapi,terutama yang menyangkut pilihan program studi/atau bidang pekerjaan.Pelopor pengembangan corak konseling ini yang paling terkenal ialah E.G.Williamson, corak konseling ini juga dikenal dengan directive counseling atau Counseling-Centered Counseling , karena konselor secara sadar mengadakan strukturalisasi dalam proses konseling dan berusaha mempengaruhi arah perkembangan konseli demi kebaikan konseling sendiri.Corak konseling ini menilai tinggi kemampuan manusia untuk berpikir rasional dan memandang masalah konseli sebagaiproblem yang harus dipecahkan dengan menggunakan kemampuan itu (problem-solving approach).Dalam segi teoritis dan dalam segi pendekatannya,corak konseling ini bersumber pada gerakan bimbingan jabatan, sebagaimana dikembangkan di Amerika Serikat  sejak awal abad yang ke-20.
Dalam bukunya yang berjudul Vocation Counseling (1965) Williamson menguraikan sejarah perkembangan bimbingan jabatan dan proses lahirnya konseling jabatan yang berpegang pada teori Trait-Factor.Pada akhir abad yang ke-19 Frank Parsons mulai mencari suatu cara untuk membantu orang-orang muda dalam memlih suatu bidang pekerjaan yang sesuai dengan potensi mereka, sehingga dapat cukup berhasil di bidang pekerjaan itu.Dalam bukunya Choosing a Vocation (1909),Frank Parsons menunjukkan tiga langkah yang harus diikuti dalam memiliih suatu pekerjaan yang sesuai,yaitu:pertama,pemahaman diri yang jelas mengenai kemampuan otak,bakat,minat,berbagai kelebihan dan kelemahan,serta ciri-ciri yang lain.Kedua,pengetahuan tentang keseluruhan persyaratan yang harus dipenuhi supaya dapat mencapai sukses dalam berbagai bidang pekerjaan,serta tentang balas jasa dan kesempatan untuk maju dalam semua bidang pekerjaan itu.Ketiga, berpikir secara rasional mengenai hubungan antara kedua kelompok diatas.Jadi,langkah pertama menggunakan analisis diri;langkah yang kedua memanfaatkan informasi jabatan (vocational information);langkah yang ketiga menerapkan kemampuan untuk berpikir rasional guna menemukan kecocokan antara ciri-ciri kepribadian, yang mempunyai relevansi terhadap kesuksesan atau kegagalan suatu pekerjaan / jabatan,dengan tuntutan klasifikasi dan kesempatan yang terkandung dalam suatu pekerjaan atau jabatan.Dengan demikian, orang muda bukannya mencari pekerjaan demi asal punya pekerjaan (the hunt of a vocation).Namun prosedur yang digunakan oleh Frank Parsons untuk menemukan fakta dalam rangka langkah kerja yang pertama dan yang kedua ternyata tidak seluruhnya dapat dipertanggungjawabkan dari segi analisis psikologi dan sosial secar ilmiah.Tekanan pada studi psikologi terhadap masing-masing orang dalam suatu klinik psikologis,dengan menggunakan alat-alat yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,menjadi ciri khas dari aliran konseling yang kemudian disebut Konseling Klinikal .Corak konseling yang berpegang pada teori Trait-Factor  berkembang dalam rangka konsepsi aliran Konseling Klinikal.Oleh karena itu,pendekatan konseling Trait-Factor dalam beberapa buku dinamakan Konseling Klinikal.
Alat yang digunakan untuk mempelajari keadaan seseorang sehingga menghasilkan suatu analisis bagi masing-masing pribadi,adalah tes-tes psikologis yang mula-mula digunakan pelh para ahli psikologi industri dalam rangka seleksi aplikam umtuk bidang-bidang pekerjaan tertentu.Berdasarkan identifikasi berbagai kemmapuan yang dimiliki atau tidak dimiliki seseorang setelah dites,dan bedasarkan penelitian terhadap tuntutan pekerjaan di lapangan untuk mengetahui kemampuan mana yang harus dimilki seseorang supaya berhasil dalam suatu jenis pekerjaan tertentu, ahli-ahli psikologi industri itu menyusun tabel-tabel prakiraan sukses atau gagalnya seorang aplikan dalam jenis pekerjaan tertentu.Cara berfikir yang demikian mulai diikuti juga oleh konselor jabatan,dengan menekankan penggunaan tes-tes psikologis sebagai alat untuk mengidentifikasi ciri-ciri kepribadian seseorang yang mempunyai relevansi terhadap suatu jabatan atau pekerjaan.Dalam hal ini aliran konseling jabatan berpegang pada teori kepribadian ynag dikenal dengan nama teori Trait-factor.Yang dimaksud dengan Trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berfikir,berperasaan,dan berperilaku,seperti intelegensi(berpikir),iba hati(berperasaan),dan agresif(berperilaku).Ciri-ciri itu dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang masing-masing membentuk suatu kontinium atau skala yang terentang dari sangat tinggi sampai sangat rendah.
Ciri-ciri dasar yang ditemukan oleh ahli disebut factors,misalnya Cattell berpendapat telah menemukan 16 faktor,yang merupakan ciri-ciri dasar yang dapat mendeskripsikan kepribadian seseorang secara memadai.Teori Trait –Factor  adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan sejumlah ciri,sejauh tampak dari hasil testing psikologis yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu.Konseling Trait-Factor berpegang pada pandangan yang sama dan menggunakan tes-tes psikologis untuk menganalisis atau mendiagmatis seseorang mengenai ciri-ciri atau dmensi/aspek kepribadian tertentu,yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam memangku jabatan dan mengikuti suatu program studi.Dalam hal ini program studi di instutusi pendidikan juga dipandang sebagai “jabatan”,sehingga akan diikuti prosedur yang sama terhadap pilihan bidang pekerjaan dan bidang studi.Dengan demikian,aliran konseling jabatan telah memperluas diri menjadi Konseling Jabatan-Akademik,yang dewasa ini sering disebut Konseling Karier.
B.     Asumsi Trait-factor Counseling
Williamson merumuskan pula sejumlah asumsi yang mendasari Trait-Factor Counseling dalam suatu karangan yang dimuat dalam Theories of Counseling (Steffle,1965,Bab V), sebagai berikut:
a)      Setiap individu mempunyai sejumlah kemmapuan dan potensi,seperti taraf intelegensi umum,bakat khusus,tarif kreativitas,wujud minat serta keterampilan,yang bersama-sama membentuk suatu polayang khas untuk individu itu.Kemampuan dan variasi potensi itu merupakan ciri-ciri kepribadian (traits),yang telah agak stabil sesudah masa remaja lewat dan dapat diidentifikasikan melalui tes-tes psikologis.Data hasl testing memberikan gambaran deskriptif tentang individualitas seseorang yang lebih dapat diadalkan daripada hasil intropeksi atau refleksi terhadap diri sendiri.
b)      Pola kemampuan dan potensi yang tampak pada sesseorang menunjukkan hubungan yang berlain-lain dengan kemampuan dan keterampilan yang dituntut pada seoarng pekerja di berbagai bidang pekerjaan.Juga wujud minat yang dimiliki seseorang menunjukkan hubungan yang berlain-lain dengan pola minat yang ditemukan pada orang berkarier diberbagai bidang pekerjaan.Dengan demikain dibutuhkan informasi jabatan (vocational information), yang tidak hanya mendiskripsikan tugas-tugas yang dilakukan,tetapi menggambarkan pula pola kualifikasi dalam kepribadian pekerja, yang harus dipenuhi supaya mencapai sukses dalam suatu bidang pekerjaan.Informasi jabatan yang terandalkan hanya dapat diperoleh melalui aneka usaha penelitian ilmiah,bukan berdasarkan kesan pribadi dari calon pekerja atau melalui dari pekerja yang sudah bertugas.Justru analisis jabatan dalam bentuk identifikasi kulifikasi yang dituntut,memungkinkan penemuan hubungan yang berarti dengan kemampuan minat,dan keterampilan yang diidentifikasikan pada seorang calon pekerja melalui testing pskologis.Sejumlah kualifikasi yang diketahui berdasarkan penelitian ilmiah itu justru menjadi norma objektif yang dapat digunakan sebagai patokan untuk meramalkan,apakah calon pekerja dapat berhasil dengan baik atau tidak.Ini semua memberikan dasar pada langkah ketiga menurut model Parsons dan tidak hanya timgal kesan subjektif tentang kecocokan seseorang bagi bidang pekerjaan tertentu.
c)      Diagnosis terhadap pola kemmapuan dan minat yang dimiliki seseorang harus mendahului penerimaan dan penenmpatan dalam program studi tertentu.Diagnosis atau analisis psikologi inidapat dilaksanakan dengan menggunkan alat-alat tes yang terandalkan.Penentuan kecocokan atau ketidakcocokan anatara data tentang tuntutan program studi dan data tentang individu,lebih dapat diandalkan daripada hanya prakiraan kecocokan atas dasar pandangan pribadi tentang diri sendiri dan sekedar kesan tentang tuntutan program studi.
d)     Setiap individu mampu,berkeinginan,dan berkecenderungan untuk mengenal diri sendrii serat memanfaatan pemahaman diri itu dengan berpikir baik-baik,sehngga dia akan mengunakan keseluruhan kemampuannya semaksimal mungkin dan dengan demikian mengatur kehidupannya sendiri secara memuaskan.
Mengenai martabat kehidupan manusia,Willamson berpendapat bahwa manusi berpotensi untuk melakukan yang baik dan yang jahat;namun,makna kehidupan adalah mengejar yang baik dan menolak serta mengontrol yang jahat.Dalam perkembangannya,manusia membutuhkan bantuan dari orang lain untuk dapat mengembangkan semua kemmapuan yang memadai.Konselor di Institusi pendidikan berusaha dengan sejujur-jujurnya untuk mempengaruhi arah perkembangan itu;konseli meminta bantuan konselor karena dia dari dirinya sendiri belum dapat menemukan arah perkembangannya sendiri.Proses konseling berlangsung melalui lima fase,yaitu penciptaan hubungan yang serasi dalam suasana komunikasi pribadi yang memuaskan (a warm and friendly relationship);pengembangan pemahaman diri;penyusunan suatu rencana bertindak;pelaksanaan rencana itu;konsultasi dengan tenaga pembina (maha)siswa yang lain bila perlu.

C.    Keuntungan Teori Trait and factor
-          penekanan pada penggunaan data tes objektif membawa kepada upaya perbaikan dalam pengembangan tes dan penggunanya, serta perbaikan dalam pengumpulan data lingkungan.
-          Penekanan yang diberian pada diagnose mengandung makna sebagai suatu perhatian terhadap masalah dan sumbernya mengarahkan kepada upaya pengkreasian teknik-teknik untuk mengarasinya.
-          Penekanan pada aspek kognitif merupakan upaya menyeimbangkan pandangan lain yang lebih menekaankan afektif atau emosional.

D.    Kelemahan Pendekatan Trait-factor
Kelemahan pendekatan Trait-Factor menyangkut pilihan bidang studi dan/pekerjaan.Kelemahan tersebut antara lain sebagai berikut :
a)      Kurang diindahkan adanya pengaruh dari perasaan,keinginan,dambaan aneka nilai budaya,nilai-nilai kehidupan,dan cita-cita hidup,terhadap perkembangan jabatan anak dan remaja serta pilihan program/bidang studi dan bidang pekerjaan.
b)      Diandalkan bahwa pilihan jabatan dan pilihan program studi terjadi sekali saja da ini pun bersifat keputusan terakhir atau definitif,dengan berfikir secara rasional.
c)      Kurang diperhatiakn peranan keluarga dekat, yang ikut mempengaruhi rangakaian pilihan anak dengan cara mengungkapkan harapan,dambaan dan memberikan pertimbangan untung-rugi sambil menunjuk tradisi keluarga;tuntutan mengingat ekonomi keluarga;serta keterbatasan yang konkret dalam kemampuan finansial dsb
d)     Kurang diperhitungkan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat, yang ikut memperluas atau membatasi jumlah pilihan yang tersedia bagi seseorang.
e)      Kurang disadari bahwa konstelasi kualifikasi yang dituntut untuk mencapai sukses di suatu bidang pekerjaan atau program studi dapat berubah selama bertahun-tahun yang akan datang.
f)       Pola ciri-ciri kepribadian tertentu belum pasti sangat membatasi jumlah kesempatan yang terbuka bagi seseorang,karena orang dari berbagai pola ciri kepribadiab dapat mencapai sukses di bidang pekerjaan yang sama.
E.     Proses Konseling
Peranan konselor menurut teori ini adalah memberitahukan konseli tentang berbagai kemampuanya yang diperoleh konselor melalui testing. Berdasarkan testing pula konselor mengetahui kelemahan dan kekuatan kepribadian konseli. Pendekatan teori ini seri deisebut kognitif rasional karena peranan konselor dalam konseling ialah memberitahukan, memberi informasi, dan mengarahkan konseli. Williamson              “ hubungan konseling merupakan hubungan yang sangat akrab, sangat bersifat pribadi dalam hubungan tatap muka, kemudian konselor bukan hanya membantu individu atas apa saja yang sesuai dengan potensinya, tetapi konselor harus mempengaruhi klien berkembang ke satu arah yang terbaik baginya”.
Proses konseling dibagi 5 tahap :
1.      Analisis
Merupakan tahapan kegiatan yang terdiri dari pengumpulan data dan informasi klien atau konseli.
2.      Sintetis
Merupakan langkah untuk merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian rupa sehingga menunjukan bakat klien, kelemahan serta kekuatanya, dan kemampuan penyesuaian diri.
3.      Diagnosis
Sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan hendaknya dapat menemukan ketetapan dan pola yang dapat mengarahkan kepada permasalahan, sebab-sebabnya, serta sifat-sifat klien yang relevan dan berpengaruh kepada proses penyesuaian diri. Diagnosis terdiri dari 3 langkah penting: identifikasi masalah (berdasarkan pada data yang diperoleh, dapat merumuskan dan menarik kesimpulan permasalahan klien. Etiologi (merumuskan sumber-sumber penyebab masalah internal dan eksternal dilakukan dengan cara mencari hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan. Prognosis (tahap ke 4 dalam konseling)
4.      Konseling
Merupakan hubungan membantu konseli untuk menemukan simbur diri sendiri maupun sumber diluar dirinya dalam upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian optimal, sesuai dengan kemampuanya. Ada 5 jenis sifat konseling:
a. Belajar terpimpin menuju pengertian diri.
b. Mendidik kembali atau mengajar sesuai dengan kebutuhan individu dalam mencapai tujuan kepribadianya dan penyesuaian hidupnya.
c. Bantuan pribadi konselor supaya konseli mengerti dan terampil dalam menerapkan prinsip dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan efektif.
e. Mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau penyaluran.


5. Tindak lanjut
Mencakup bantuan kepada klien dalam mengahadapi masalah baru dengan mengingatkanya kepada masalah sumbernya sehingga menjamin keberhasilan konseling.

Sumber:
Munandir. 1996. Program Bimbingan Karir di ekolahI. Jakarta: DEPDIKBUD.
Winkel, W.S, dan M.M. Sri Hastuti.2012. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.


Jika ingin mengunduh file silahkan klik di sini

0 komentar:

Posting Komentar