Couselor

Bimbingan dan Konseling ! Yes ! We Can !

Hima BK 2015

Upgrading pertama di Umbul Bandungan

Selasa, 30 Juni 2015

Makalah Prinsip dan Model Pengembangan Kurikulum



Prinsip dan Model Pengembangan Kurikulum

MAKALAH


disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Telaah Kurikulum


Dosen Pengampu
Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd.,Kons.
Edwindha Prafitra Nugrahaeni, S.Pd.,Kons.



Oleh
Rombel 2
Ika Rosyadah Hari A              (1301314051)
Dwiky Nuari                           (1301314065)
Yuyun Sundari                        (1301414075)
Nur Irma Noviyanti                (1301314079)



JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah sosiologi yang berjudul “
Prinsip dan Model Pengembangan Kurikulum
” tepat pada waktunya.

Kami sampaikan terimakasih kepada sahabat-sahabat yang telah membantu kami atas terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

            Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Amin




Semarang, 20 Maret 2015


                                                                                                      Penulis










i
 


DAFTAR ISI
Halaman Judul
..................................................................................................
i
Kata Pengantar
..................................................................................................
ii            ii
Daftar Isi
.........................................................................................
ii
Bab 1
Pendahuluan ..................................................................
1

1.1  Latar Belakang ..........................................................
1

1.2  Rumusan Masalah .....................................................
1

1.3  Tujuan .......................................................................
1
Bab II
Pembahasan ...................................................................
2

2.1  Prinsip-prinsip Dasar ....................................................
2-6


2.2 Model-model Pengembangan Kurikulum .........................
6-10
Bab III
Penutup ..............................................................................
11

3.1 Kesimpulan ......................................................................
11

3.2 Saran .........................................................................
11

DAFTAR PUSTAKA ...................................................
12






ii
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
      Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembeljaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. sedangkan pengembangan kurikulum adalah istilah yang yang komprehensif, yang mana di dalamnya mencakup beberapa hal dianataranya adalah: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Mengenai prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum akan kami jelaskan selengkapnya dalam pembahasan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Hal apa saja yang termasuk dalam prinsip-prinsip pengembangan kurikulum?
2.      Apa saja model dari pengembangan kurikulum?


C.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip dari pengembangan kurikulum.
2.      Untuk mengetahui model dari pengembangan kurikulum.













1
 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.   Prinsip-prinsip Dasar
Dalam pengembangan kurikulum, seorang pengembang kurikulum biasanya menggunakan beberapa prinsip yang dijadikan sebagai acuan agar kurikulum yang dihasilkan itu memenuhi harapan stakeholders pendidikan yang meliputi siswa, pihak sekolah, orangtua, masyarakat pengguna lulusan, dan pemerintah. Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Prinsip Berorientasi pada Tujuan
Kurikulum sebagai suatu sistem, memiliki tujuan, materi, metode, strategi, organisasi, dan evaluasi. Komponen tujuan atau kompetensi merupakan titik tolak dan fokus bagi komponen-komponen lainnya dalam pengembangan sistem tersebut. Oleh karena itu pengembangan kurikulum harus berorientasi pada tujuan atau kompetensi. Prinsip dasar ini menegaskan bahwa tujuan atau kompetensi merupakan arah bagi pengembangan komponen-komponen lainnya dalam pengembangan kurikulum. Tujuan kurikulum atau kompetensi yang diharapkan harus jelas dalam arti harus dapat dipahami dengan jelas oleh para pelaksana kurikulum untuk dijabarkan menjadi tujuan-tujuan atau kompetensi dasar dan indikator yang lebih spesifik dan operasional. Tujuan kurikulum juga harus komprehensif, yakni meliputi berbagai aspek domain tujuan atau kompetensi baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Hal ini perlu diperhatikan agar lulusan yang dihasilkan memiliki tiga aspek tujuan atau kompetensi tersebut secara holistik.
2.      Prinsip Relevansi
Istilah relevansi pendidikan dapat diartikan sebagai kesesuaian atau keserasian pendidikan dengan tuntutan kehidupan. Pendidikan dipandang relevan bila hasil yang diperoleh dari pendidikan tersebut berguna atau fungsional bagi kehidupan. Masalah relevansi pendidikan dengan kehidupan dapat kita tinjau sekurang-kurangnya dari tiga aspek.
a.       Relevansi Pendidikan dengan Lingkungan Hidup Siswa
2
Dalam menetapkan bahan pendidikan/materi pembelajaran yang akan dipelajari siswa, hendaknya dipertimbangkan sejauh mana bahan tersebut sesuai dengan keidupan nyata yang ada di sekitar siswa.
b.     
3
Relevansi dengan Perembangan Kehidupan Masa Sekarang dan Masa yang Akan Datang
Suatu alat atau cara yang banyak digunakan oleh orang-orang pada waktu lampau mungkin sudah mulai ditinggalkan orang pada masa sekarang. Menghadapi situasi yang demikian tentunya didalam merencanakan program tentang cara-cara sesuatu, mempertimbangkan dengan perkembangan yang ada pada masyarakat dan menjangkau wawasan perkembangan masa yang akan datang
c.       Relevansi dengan Tuntutan dalam Dunia Pekerjaan
Kita dapat membayangkan bagaimana seorang lulusan LPTK dapat membelajarkan peserta didik sebagai pekerjaannya. Pada waktu di kampus dan mengikuti perkuliahan ia belum pernah mendapatkan ilmu pendidikan dan pembelajaran atau melaksanakan praktek pengalaman lapangan (PPL).
Dapat disimpulkan bahwa relevansi pendidikan dengan kehidupan bukan hanya berkisar pada segi bahan atau isi pendidikan, juga menyangkut kegiatan dan pengalaman belajar. Implikasinya; dalam pengembangan dan penggunaan kurikulum adalah mengusahakan pengembangan kurikulum sedemikian rupa, sehingga mutu pendidikan dapat memenuhi jenis dan mutu tenaga kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat.
3.      Prinsip Efektivitas dan Efisiensi
Efektivitas dalam suatu kegiatan berkenaan dengan seberapa jauh apa yang direncanakan atau diinginkan dapat dilaksanakan atau tercapai. Efektivitas kurikulum dapat ditinjau dari dua aspek.
a.       Efektivitas membelajarkan terutama menyangkut sejauh mana jenis-jenis kegiatan pembelajaran yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik.
b.      Efektivitas belajar siswa.
Efektivitas belajar siswa terutama menyangkut seberapa jauh tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang diinginkan dapat dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang ditempuh.
Impilikasinya; mengusahakan agar kegiatan pembelajaran dapat membuahkan hasil (mencapai tujuan pendidikan).
Efisiensi suatu usaha pada dasarnya merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dan usaha efisiensi dalam kegiatan pendidikan, misalnya efisiensi waktu, tenaga, peralatan, sarana, biaya dan sebagainya. Namun prakteknya terkadang untuk mencapai efektivitas diperlukan biaya, alat, dan sarana yang memadai. Dengan perkataan lain, efisiensi terkendali tetapi efektivitas terabaikan. Namun perlu diingat, tidak setiap yang mahal, lengkap sarana dan fasilitas sudah menjamin efektivitas suatu kegiatan. Hal ini masih tergantung kepada pemanfaatan dalam prosesnya. Bila dalam penggunaannya, sekalipun barang bekas atau murah dapat mencapai efektivitas belajar dan pembelajaran.
4
Implikasinya; mengusahakan agar kegiatan pembelajaran mendayagunakan waktu, biaya dan sumber-sumber lain secara cermatdan tepat sehingga hasil kegiatan pembelajaran dapat memenuhi harapan.
4.      Prinsip Kontinuitas dan Fleksibilitas
1.      Kontinuitas
Kontinuitas atau kesinambungan dimaksudkan saling hubungan antara berbagai tingkat, artinya dalam menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan hendaknya dipertimbangkan hal-hal berikut.
a.       Materi-materi ajar yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat berikutnya hendaknya sudah dibelajarkan pada tingkat sekolah atau madrasah sebelumnya.
b.      Materi-materi ajar yang sudah dibelajarkan pada tingkat sekolah atau madrasah sebelumnya tidak perlu lagi dibelajarkan pada tingkat sekolah berikutnya, kecuali atas dasar pertimbangan-pertimbangan tertentu (scope and sequance of curriculum). Dengan demikian, dapat dihindari adanya duplikasi dan pengulangan materi pelajaran yang dapat mengakibatkan kejenuhan siswa dan atau ketidaksiapan siswa untuk memperoleh materi pelajaran dimana mereka sebelumnya tidak memperoleh materi dasar yang memadai.
Selain kontinuitas antara tingkat dan kontinuitas antara berbagai mata pelajaran, artinya saling berhubungan antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain. Sebagai ilustrasi; materi ajar tentang pecahan mata pelajaran matematika diberikan di kelas empat, sedangkan cara mengubah derajat Celcius ke Fahrenheit pada mata pelajaran IPA dipelajari di kelas tiga, tentunya siswa akan mendapat kesulitan dalam materi ajar IPA tersebut.
Implikasinya: mengusahakan agar setiap kegiatan pembelajaran merupakan bagian yang berkesinambungan dengan kegiatan pembelajaran lainnya baik secara vertikal maupun horizontal.


2.     
5
Fleksibilitas
Fleksibilitas yang dimaksud adalah tidak kaku, artinya memberi sedikit kebebasan dan kelonggaran dalam melakukan atau mengambil suatu keputusan tentang suatu kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pelaksana kurikulum. Pada tataran nyata akan terkait dengan keragaman kemampuan sekolah atau madrasah dalam menyediakan tenaga dan fasilitas bagi berlangsungnya suatu kegiatan yang harus dilaksanakan. Juga terkait dengan keragaman suber daya pendidikan secara meyeluruh dan perbedaan demografis, dan faktor-faktor pendukung lainnya.
            Prinsip fleksibilitas juga berkaitan dengan adanya kebebasan siswa dalam menentukan program (jurusan, spesialisasi atau program pilihan seperti dalam keterampilan). Hal ini berarti bahwa pengembangan kurikulum atau satuan pendidikan harus mampu menyediakan berbagai program pilihan bagi siswa. Siswa diperkenankan memilih dan menentukan sesuai dengan minat, bakat, kebutuhan dan kemampuannya. Demikian pula prinsip ini memberi kebebasan pada guru dalam mengembangkan program dan kegiatan-kegiatan seperti menjabarkan silabus, merumuskan tujuan/kompetensi, memilih pelajaran yang sesuai, memilih dan menentukan media, metode serta strategi pembelajaran yang akan digunakan, dan menetapkan evaluasi (program pembelajaran).
            Implikasinya: mengusahakan agar kegiatan pembelajaran bersifat luwes, disesuaikan dengan situasidan kondisi setempat.
3.      Integrasi
Integrasi atau keterpaduan adalah pengembangan yang menunjukan adanya hubungan horisontal pengalaman belajar, sehingga dapat membantu siswa memperoleh pengalam itu dalam suatu kesatuan. Artinya, pengalaman belajar itu tidak berdiri sendiri, melainkan dapat diterapkan dalambidang lainnya.
            Prinsip ini menekankan bahwa kurikulum harus dirancang untuk mampu mengembangkan manusia yang utuh dan pribadi yang terintegrasi. Artinya, manusia yang mampu selaras dengan lingkungan hidup sekitarnya, mampu menjawab berbagai persoalan kehidupan yang dihadapinya. Untuk itu kurikulum harus dapat mengembangkan berbagai kecakapan hidup. Kecakapan hidup bukan hanya sekedar kecakapan bekarja, tetapi suatu kecakapan hidup yang dapat dipilah menjadi lima kategori.
a.       Keterampilan mengenal diri sendiri atau kecakapan persoanal.
b.      Kecakapan berpikir rasional
c.       Kecakapan sosial
d.      Kecakapan akademik
e.      
6
Kecakapan vokasional
Kecakapan-kecakapan tersebut dalam tataran empirik tidak dapat dipisah-pisahkan ketika seseorang melakukan suatu tindakan. Tindakan seseorang meruapakan suatu perpaduan yang melibatkan aspek fisik, mental, emosional dan intelektual. Perbedaan antara orang yang memiliki kecakapan hidup dan yang tidak memiliki kecakapan hidup terletak pada kualitas tindaka yang dilakuakn.
Implikasinya: untuk mencapai keterpaduan tersebut, maka pembelajaran terpadu atau pembelajaran tematik merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan. Melalui pembelajaran terpadu atau tematik siswa diharapkan mampu mengetahui keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain.

2.2.   Model-model Pengembangan Kurikulum
Kegiatan pengembangan kuriulum di tingkat satuan pendidikan memerlukan suatu model yang dijadikan landasan teoritis untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum model merupakan ulasan teoritis tentang proses pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya ulasan tentang satu komponen kurikulum. Akan tetapi, ada pula yang hanya menekankan padamekanisme pengembangannya dan itupun hanya pada uraian pengembangan organisasinya.
Terdapat beberapa model pengembangan kurikulum yang telah dikembangka oleh para ahli.
1.      Model Pengembanganz Kurikulum Zais
Robert S. Zais (1976) mengemukakan ada delapan macam model pengembanagn kurikulum. Model-model tersebut sebagian merupakan model yang sering ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum di sekolah atau madrasah. Sebagian lagi merupakan ulasan terhadap model yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh tertentu. Berikut ini beberapa model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Zais.
a.       Model administratif
Model administratif ini sering pula disebut sebagai model “garis dan staff” atau diakatakan pula sebagai model “dari atas ke bawah” yang sifatnya top down. Kegiatan pengembangan kurikulum dimulai dari pejabat pendidikan yang berwenang yang membentuk panitia pengarah yang terdiri dari para pengawas pendidikan, kepala sekolah dan madrasah, serta staff pengajar inti. Paniitia pengarah tersebut diserahi tugas untuk merencanakan, memberi pengarahan tentang, garis besar kebijaksanaan, merumuskan masalah filsafat dan tujuan umum pendidikan.
7
            Setelah kegiatan tersebut selesai, kemudian panitia menunjuk atau membentuk kelompok-kelompok kerja sesuai dengan keperluan yang para anggotanya biasanya dari staf pengajar dan ahli kurikulum. Kelompok-kelompok kerja tersebut bertugas menyusun tujuan-tujuan pendidikan, garis besar bahan penagjaran dan kegiatan belajar. Hasil kerja kerja kelompok tersebut direvisi oleh panitia pengarah. Jika dipandang perlu, dilakikan uji coba atau pilotting untuk mengetahui efektivitas dan kelayakan pelaksanannya.
Pengembangan kurikulum model administratif menekankan kegiatan pada orang-orang yang terlibat sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Berhubung pengarahan kegiatan berasal dari atas kebawah, pada adsarnya model ini mudah dilaksanakan pada negara yang menganut sistem sentralistik dan negara yang kemampuan profesional tenaga pengajarnya masih rendah. Kelemahan model ini terletak pada kurang pekanya terhadap adanya perubahan masyarakat. Selain itu, kurikulumkadang melupakan (atau mengabaiakn) adanya kebutuhan dan kekhususan yang ada pada setiap daerah. Model pengembangan ini dikembangka di indonesia bertahun-tahun sejak kurikulum 1968 sampai dengan kurikulum 2004
b.      Model Akar Rumput (Grassroots Approach)
Model ini biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Mereka memiliki kebutuhan dan keinginan untuk memperbaharui atau menyempurnakannya. Perubahan atau penyempurnaan kurikulum dapat dimulai oleh guru secara individual atau dapat juga oleh kelompok guru, misalnya kelompok guru mata pelajaran dari beberapa sekolah atau madrasah seperti melalui wadah musyawarah guru mata pelajaran (MGMP).
Di negara-negara yang menerapkan sistem pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang desentralistik, pengembangan model grassroots ini sangat mungkin terjadi. Kebijakan pendidikan seperti ini tidak lagi diatur oleh pusat secara sentralistik, tetapi ditentukan oleh daerah (distrik) bahkan oleh sekolah dan guru. Oleh karena itu untuk memperoleh kualitas lulusan sekolah dan madrasah, bisa terjadi persaingan antar sekolah dan madrasah atau antardaerah. Seiring dengan perubahan paradigma dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia dari sentralisasi ke desentralisasi atau otonomi penyelenggaraan pendidikan, model pengembangan kurikulum ini dianut oleh pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) meskipun tidak secara penuh.



2.     
8
Model Pengembangan Kurikulum Ralph W. Tyler
Model Tyler menekankan pada bagaimana merancang suatu kurikulum disesuaikan dengan tujuan dan misi suatu institusi pendidikan. Menurut Tyler (1970) ada empat hal yang dianggap mendasar untuk mengembangkan suatu kurikulum. Pertama berhubungan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai, kedua berhubungan dengan pengalaman belajar untuk mencapai, ketiga berhubungan dengan pengorganisasian pengalaman belajar, dan keempat behubungan dengan pengembangan evaluasi.
Sumber utama dalam perumusan tujuan kurikulum adalah siswa itu sendiri, baik yang berhubungan dengan pengembangan minat dan bakat serta kebutuhan untuk membekali hidupnya (child centered). Berbeda halnya dengan pengembangan kurikulum yang beraliran rekonstruksi sosal (scial reconstruction). Kurikulum lebih bersifat society centered ini memosisikan kurikulum sekolah sebagai alat untuk memperbaiki kehidupan masyarakat.
Mengorganisasian pengalaman belajar siswa bisa dalam bentuk unit mata pelajaran ataupun dalam bentuk program. Ada dua jenis pengorganisasian pengalaman belajar, yaitu pengorganisasian secara vertikal dan secara horizontal. Pengorganisasian secara vertikal apabila menghubungkan pengalaman belajar dalam tingkat/kelas yang sama. Ada tiga kriteria dalam mengorganisasian pengalaman belajar ini yaitu: kesinambungan, urutan isi, dan integrasi. Prinsip pertama artinya pengalaman belajar yang diberikan harus memiliki kesinambungan dan diperlukan untuk pengembangan belajar selanjutnya. Prinsip kedua erat kaitannya dengan komunitas, perbedaannya terletak pada tingkat kesulitan dan keluasan bahasan. Artinya setiap pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa harus meperhatikan tingkat perkembangan siswa. Prinsip ketiga menghendaki bahwa suatu pengalamn yang diberikan pada siswa harus memiliki fungsi dan bermanfaat untuk memperoleh pengalaman belajar dalam bidang lain.
Ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan evaluasi. Pertama, evaluasi harus meenilai apakah telah terjadi perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Kedua, evaluasi sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu waktu tertentu. Dengan demikian, penilaian suatu program tidak mungkin hanya dapat mengandalkan hasil tes siswa setelah akhir proses pembelajaran. Evaluasi dalam pengembangan kurikulum memiliki dua fungsi yaitu: (1) fungsi sumatif yaitu untuk memperoleh data tentang ketercapaian tujuan oleh siswa, dengan kata lain bagaimana tingkat pencapaian tujuan atau tingkat penguasaan isi kurikulum oleh setiap siswa, (2) fungsi formatif yaitu untuk melihat efektivitas proses pembelajaran, dengan kata lain apakah program yang disusun telah dianggap sempurna atau perlu perbaikan.
3.     
9
Model Pengembangan Kurikulum Beauchamp
Model pengembangan kurikulum ini dikemukakan oleh Beaucuchamp seorang ahli kurikulum. Beaucchamp (1986) mengemukakan lima hal dalam proses pengembangan suatu kurikulum.
a.       Menetapkan wilayah atau area yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum.Wilayah ini hanya bias terjadi pada hanya satu sekolah atau madrasah satu kecematan, kabupaten atau kota atau mungkin tingkat provinsi ataut ingkat nasional. Penetapan area ini ditentukan oleh wewenang yang diambil oleh pengambil kebijakan dalam pengembangan kurikulum.
b.      Menetapkan personalia, yaitu pihak-pihak yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum. Pihak-pihak yang harus dilibatkan dalam proses pengembangan kurikulum itu terdiri dari para ahli kurikulum, para ahli pendidikan termasuk di dalamnya para guru yang dianggap berpengalaman, para professional dan tenaga lain dalam bidang pendidikan. Para professional dalam bidang lain seperti tokoh masyarakat, politisi, industriwan dan pengusaha. Dalam proses pengembangan kurikulum, semua kelompok yang terlibat itu perlu dirumuskan tugas dan peranannya secara jelas.
c.       Menetapkan organisasi dan prosedur yang akan ditempuh yaitu dalam hal merumuskan tujuan umum (standar kompetensi) dan tujuan khusus (kompetensi dasar), memilihi si dan pengalaman belajar serta menentukan evaluasi. Keseluruhan prosedur tersebut selanjutnya dapat dibagi kedalam lima langkah yaitu:
a.       Membentuk tipe pengembangan  kurikulum
b.      Melakukan penilaian terhadap kurikulum yang sedang berjalan
c.       Melakukan studi atau penjajagan tentang penentuan kurikulum baru
d.      Merumuskan kriteria dan alternative  pengembangan kurikulum
e.       Menyusun dan ,menulis kurikulum yang dikehendaki.
d.      Implementasi kurikulum. Pada tahap ini perlu dipersiapkan secara matangn berbagai hal yang dapat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap efektivitas penggunaan kurikulum seperti pemahaman guru tentang kurikulum, sarana atau fasilitas yang tersedia dan manajemen sekolah
e.       Melaksanakan evaluasi kurikulum yang meyangkut: (1) evaluasi terhadap pelaksaan kurikulm oleh guru-guru di sekolah, (2) evaluasi terhadap desain kurikulum, (3) evaluasi keberhasilan belajar siswa, dan (4) evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.
4.     
10
Model Pengembangan Kurikulum Oliva
Menurut Oliva (1988) suatu model kurikulum harus bersifat sederhana, komprehensif, dan sistematik. Langkah yang dikembangkan dalam kurikulum model initer diri dari 12 komponen yang satu sama lain saling berkaitan.
a.       Menetapkan dasar filsafat yang digunakan dan pandangan tentang hakikat belajar dengan mempertimbangkan hasil analisis kebutuhan umum siswa dan kebutuhan masyarakat.
b.      Menganalisis kebutuhan masyarakat dimanase kolah itu berada,  kebutuhan khusus siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diajarkan.
c.       Merumuskan tujuan umum kurikulum yang didasarkan kebutuhan seperti yang tercantum pada langkah-langkah sebelumnya.
d.      Merumuskan tujuan khusus kurikulum yang merupakan penjabaran dari tujuan umum kurikulum.
e.       Mengorganisasikan rencana implementasi kurikulum.
f.       Menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum pembelajaran.
g.      Merumuskan tujuan khusus pembelajaran.
h.      Menetapkan dan menyeleksi strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan pembelajaran.
i.        Menyeleksi dan menyempurnakan teknik penilaian yang akan digunakan.
j.        Mengimplementasikan strategi pembelajaran.
k.      Mengevaluasi pembelajaran.
l.        Mengevaluasi kurikulum.
Menurut Oliva (1988), model pengembangan kurikilim ini dapat digunakan dalam tiga dimensI, yaitu:
a.       Biasa digunakan dalam menyempurnakan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus seperti mata pelajaran tertentu di sekolah atau madrasah, baik dalam tata dan perencanaan kurikulum maupun dalam proses pembelajarannya.
b.      Dapat digunakan untuk membuat ke putusan dalam merancang suatu program kurikulum.
c.       Dapat digunakan dalam mengembangkan program pembelajaransecara lebih khusus.

BAB III
PENUTUP
3.1.   Kesimpulan
Dalam usaha untuk mngembangkan kurikulum ada beberapa prinsip dasar yang harus kita perhatikan; adapun prinsip-prinsip didalam pengembangan kurikulum menjadi dua kelompok yaitu pertama:  prinsip-prinsip  umum: a. Relevansi, b fleksibilitas, c. Kontinuitas, d. Praktis, e. Efektivitas. Kedua prinsip-prinsip khusus: a. Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan,  b. prinsip berkenaan dengan pilihan isi pendidikan, c. prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, d. prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, e. Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian  serta adanya prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum yang terkait dengan kurikulum satuan pendidikan.
3.2.   Saran
11
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan di dalam pembuatan makalah ini. Oleh kkarena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharpkan kritik dan saran baik dari dosen pengampu maupun dari pembaca budiman atas kritik dan saran nantinya kamis ucapkan terima kasih.















DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Sholeh. 2013. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: PT Remaja                                                    Rosdakarya.


Jika ingin mengunduh file silaahkan klik disini 

0 komentar:

Posting Komentar