Prinsip dan Model Pengembangan Kurikulum
MAKALAH
disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Telaah Kurikulum
Dosen Pengampu
Prof. Dr. Mungin Eddy
Wibowo, M.Pd.,Kons.
Edwindha Prafitra
Nugrahaeni, S.Pd.,Kons.
Oleh
Rombel 2
Ika Rosyadah Hari A (1301314051)
Dwiky Nuari (1301314065)
Yuyun Sundari (1301414075)
Nur Irma Noviyanti (1301314079)
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah sosiologi yang berjudul “Prinsip dan Model Pengembangan Kurikulum
” tepat pada
waktunya.
Kami sampaikan terimakasih kepada sahabat-sahabat yang
telah membantu kami atas terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak
retak “, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan
yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan. Amin
Semarang, 20 Maret 2015
Penulis
i
|
DAFTAR
ISI
Halaman Judul
|
..................................................................................................
|
i
|
Kata Pengantar
|
..................................................................................................
|
ii ii
|
Daftar Isi
|
.........................................................................................
|
ii
|
Bab 1
|
Pendahuluan
..................................................................
|
1
|
|
1.1 Latar
Belakang ..........................................................
|
1
|
|
1.2 Rumusan
Masalah .....................................................
|
1
|
|
1.3 Tujuan
.......................................................................
|
1
|
Bab II
|
Pembahasan
...................................................................
|
2
|
|
2.1
Prinsip-prinsip Dasar ....................................................
|
2-6
|
|
2.2
Model-model Pengembangan Kurikulum .........................
|
6-10
|
Bab III
|
Penutup
..............................................................................
|
11
|
|
3.1 Kesimpulan
......................................................................
|
11
|
|
3.2 Saran
.........................................................................
|
11
|
|
DAFTAR
PUSTAKA ...................................................
|
12
|
ii
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembeljaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. sedangkan
pengembangan kurikulum adalah istilah yang yang komprehensif, yang mana di
dalamnya mencakup beberapa hal dianataranya adalah: perencanaan, penerapan dan
evaluasi. Mengenai prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum akan kami
jelaskan selengkapnya dalam pembahasan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Hal
apa saja yang termasuk dalam prinsip-prinsip pengembangan kurikulum?
2.
Apa
saja model dari pengembangan kurikulum?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui prinsip-prinsip dari pengembangan kurikulum.
2. Untuk
mengetahui model dari pengembangan kurikulum.
1
|
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Prinsip-prinsip Dasar
Dalam pengembangan kurikulum,
seorang pengembang kurikulum biasanya menggunakan beberapa prinsip yang
dijadikan sebagai acuan agar kurikulum yang dihasilkan itu memenuhi harapan
stakeholders pendidikan yang meliputi siswa, pihak sekolah, orangtua,
masyarakat pengguna lulusan, dan pemerintah. Prinsip-prinsip dasar tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Prinsip
Berorientasi pada Tujuan
Kurikulum sebagai suatu sistem,
memiliki tujuan, materi, metode, strategi, organisasi, dan evaluasi. Komponen
tujuan atau kompetensi merupakan titik tolak dan fokus bagi komponen-komponen
lainnya dalam pengembangan sistem tersebut. Oleh karena itu pengembangan
kurikulum harus berorientasi pada tujuan atau kompetensi. Prinsip dasar ini
menegaskan bahwa tujuan atau kompetensi merupakan arah bagi pengembangan
komponen-komponen lainnya dalam pengembangan kurikulum. Tujuan kurikulum atau
kompetensi yang diharapkan harus jelas dalam arti harus dapat dipahami dengan
jelas oleh para pelaksana kurikulum untuk dijabarkan menjadi tujuan-tujuan atau
kompetensi dasar dan indikator yang lebih spesifik dan operasional. Tujuan
kurikulum juga harus komprehensif, yakni meliputi berbagai aspek domain tujuan
atau kompetensi baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Hal ini perlu
diperhatikan agar lulusan yang dihasilkan memiliki tiga aspek tujuan atau
kompetensi tersebut secara holistik.
2. Prinsip
Relevansi
Istilah relevansi pendidikan dapat
diartikan sebagai kesesuaian atau keserasian pendidikan dengan tuntutan
kehidupan. Pendidikan dipandang relevan bila hasil yang diperoleh dari
pendidikan tersebut berguna atau fungsional bagi kehidupan. Masalah relevansi
pendidikan dengan kehidupan dapat kita tinjau sekurang-kurangnya dari tiga
aspek.
a. Relevansi
Pendidikan dengan Lingkungan Hidup Siswa
2
|
b.
3
|
Suatu alat atau cara yang banyak
digunakan oleh orang-orang pada waktu lampau mungkin sudah mulai ditinggalkan
orang pada masa sekarang. Menghadapi situasi yang demikian tentunya didalam
merencanakan program tentang cara-cara sesuatu, mempertimbangkan dengan
perkembangan yang ada pada masyarakat dan menjangkau wawasan perkembangan masa
yang akan datang
c. Relevansi
dengan Tuntutan dalam Dunia Pekerjaan
Kita dapat membayangkan bagaimana
seorang lulusan LPTK dapat membelajarkan peserta didik sebagai pekerjaannya.
Pada waktu di kampus dan mengikuti perkuliahan ia belum pernah mendapatkan ilmu
pendidikan dan pembelajaran atau melaksanakan praktek pengalaman lapangan
(PPL).
Dapat disimpulkan bahwa relevansi
pendidikan dengan kehidupan bukan hanya berkisar pada segi bahan atau isi
pendidikan, juga menyangkut kegiatan dan pengalaman belajar. Implikasinya;
dalam pengembangan dan penggunaan kurikulum adalah mengusahakan pengembangan
kurikulum sedemikian rupa, sehingga mutu pendidikan dapat memenuhi jenis dan
mutu tenaga kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat.
3. Prinsip
Efektivitas dan Efisiensi
Efektivitas dalam suatu kegiatan
berkenaan dengan seberapa jauh apa yang direncanakan atau diinginkan dapat
dilaksanakan atau tercapai. Efektivitas kurikulum dapat ditinjau dari dua
aspek.
a.
Efektivitas membelajarkan terutama
menyangkut sejauh mana jenis-jenis kegiatan pembelajaran yang direncanakan
dapat dilaksanakan dengan baik.
b.
Efektivitas belajar siswa.
Efektivitas belajar siswa terutama
menyangkut seberapa jauh tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang
diinginkan dapat dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang ditempuh.
Impilikasinya; mengusahakan agar
kegiatan pembelajaran dapat membuahkan hasil (mencapai tujuan pendidikan).
Efisiensi suatu usaha pada dasarnya
merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dan usaha efisiensi dalam kegiatan pendidikan, misalnya
efisiensi waktu, tenaga, peralatan, sarana, biaya dan sebagainya. Namun
prakteknya terkadang untuk mencapai efektivitas diperlukan biaya, alat, dan
sarana yang memadai. Dengan perkataan lain, efisiensi terkendali tetapi
efektivitas terabaikan. Namun perlu diingat, tidak setiap yang mahal, lengkap
sarana dan fasilitas sudah menjamin efektivitas suatu kegiatan. Hal ini masih
tergantung kepada pemanfaatan dalam prosesnya. Bila dalam penggunaannya, sekalipun
barang bekas atau murah dapat mencapai efektivitas belajar dan pembelajaran.
4
|
4. Prinsip
Kontinuitas dan Fleksibilitas
1. Kontinuitas
Kontinuitas atau kesinambungan
dimaksudkan saling hubungan antara berbagai tingkat, artinya dalam menyusun
kurikulum tingkat satuan pendidikan hendaknya dipertimbangkan hal-hal berikut.
a. Materi-materi
ajar yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat berikutnya
hendaknya sudah dibelajarkan pada tingkat sekolah atau madrasah sebelumnya.
b. Materi-materi
ajar yang sudah dibelajarkan pada tingkat sekolah atau madrasah sebelumnya
tidak perlu lagi dibelajarkan pada tingkat sekolah berikutnya, kecuali atas
dasar pertimbangan-pertimbangan tertentu (scope
and sequance of curriculum). Dengan demikian, dapat dihindari adanya
duplikasi dan pengulangan materi pelajaran yang dapat mengakibatkan kejenuhan
siswa dan atau ketidaksiapan siswa untuk memperoleh materi pelajaran dimana
mereka sebelumnya tidak memperoleh materi dasar yang memadai.
Selain kontinuitas antara tingkat
dan kontinuitas antara berbagai mata pelajaran, artinya saling berhubungan
antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain. Sebagai
ilustrasi; materi ajar tentang pecahan mata pelajaran matematika diberikan di
kelas empat, sedangkan cara mengubah derajat Celcius ke Fahrenheit
pada mata pelajaran IPA dipelajari di kelas tiga, tentunya siswa akan mendapat
kesulitan dalam materi ajar IPA tersebut.
Implikasinya: mengusahakan agar
setiap kegiatan pembelajaran merupakan bagian yang berkesinambungan dengan
kegiatan pembelajaran lainnya baik secara vertikal maupun horizontal.
2.
5
|
Fleksibilitas
yang dimaksud adalah tidak kaku, artinya memberi sedikit kebebasan dan
kelonggaran dalam melakukan atau mengambil suatu keputusan tentang suatu
kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pelaksana kurikulum. Pada tataran nyata
akan terkait dengan keragaman kemampuan sekolah atau madrasah dalam menyediakan
tenaga dan fasilitas bagi berlangsungnya suatu kegiatan yang harus
dilaksanakan. Juga terkait dengan keragaman suber daya pendidikan secara
meyeluruh dan perbedaan demografis, dan faktor-faktor pendukung lainnya.
Prinsip fleksibilitas juga berkaitan
dengan adanya kebebasan siswa dalam menentukan program (jurusan, spesialisasi
atau program pilihan seperti dalam keterampilan). Hal ini berarti bahwa
pengembangan kurikulum atau satuan pendidikan harus mampu menyediakan berbagai
program pilihan bagi siswa. Siswa diperkenankan memilih dan menentukan sesuai
dengan minat, bakat, kebutuhan dan kemampuannya. Demikian pula prinsip ini
memberi kebebasan pada guru dalam mengembangkan program dan kegiatan-kegiatan
seperti menjabarkan silabus, merumuskan tujuan/kompetensi, memilih pelajaran
yang sesuai, memilih dan menentukan media, metode serta strategi pembelajaran
yang akan digunakan, dan menetapkan evaluasi (program pembelajaran).
Implikasinya: mengusahakan agar
kegiatan pembelajaran bersifat luwes, disesuaikan dengan situasidan kondisi
setempat.
3. Integrasi
Integrasi
atau keterpaduan adalah pengembangan yang menunjukan adanya hubungan horisontal
pengalaman belajar, sehingga dapat membantu siswa memperoleh pengalam itu dalam
suatu kesatuan. Artinya, pengalaman belajar itu tidak berdiri sendiri,
melainkan dapat diterapkan dalambidang lainnya.
Prinsip ini menekankan bahwa
kurikulum harus dirancang untuk mampu mengembangkan manusia yang utuh dan
pribadi yang terintegrasi. Artinya, manusia yang mampu selaras dengan
lingkungan hidup sekitarnya, mampu menjawab berbagai persoalan kehidupan yang
dihadapinya. Untuk itu kurikulum harus dapat mengembangkan berbagai kecakapan
hidup. Kecakapan hidup bukan hanya sekedar kecakapan bekarja, tetapi suatu
kecakapan hidup yang dapat dipilah menjadi lima kategori.
a. Keterampilan
mengenal diri sendiri atau kecakapan persoanal.
b. Kecakapan
berpikir rasional
c. Kecakapan
sosial
d. Kecakapan
akademik
e.
6
|
Kecakapan-kecakapan
tersebut dalam tataran empirik tidak dapat dipisah-pisahkan ketika seseorang
melakukan suatu tindakan. Tindakan seseorang meruapakan suatu perpaduan yang
melibatkan aspek fisik, mental, emosional dan intelektual. Perbedaan antara
orang yang memiliki kecakapan hidup dan yang tidak memiliki kecakapan hidup
terletak pada kualitas tindaka yang dilakuakn.
Implikasinya:
untuk mencapai keterpaduan tersebut, maka pembelajaran terpadu atau
pembelajaran tematik merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan. Melalui
pembelajaran terpadu atau tematik siswa diharapkan mampu mengetahui keterkaitan
antara satu konsep dengan konsep yang lain.
2.2.
Model-model Pengembangan Kurikulum
Kegiatan
pengembangan kuriulum di tingkat satuan pendidikan memerlukan suatu model yang
dijadikan landasan teoritis untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Dalam
kegiatan pengembangan kurikulum model merupakan ulasan teoritis tentang proses
pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya ulasan tentang
satu komponen kurikulum. Akan tetapi, ada pula yang hanya menekankan
padamekanisme pengembangannya dan itupun hanya pada uraian pengembangan
organisasinya.
Terdapat
beberapa model pengembangan kurikulum yang telah dikembangka oleh para ahli.
1. Model
Pengembanganz Kurikulum Zais
Robert
S. Zais (1976) mengemukakan ada delapan macam model pengembanagn kurikulum.
Model-model tersebut sebagian merupakan model yang sering ditempuh dalam
kegiatan pengembangan kurikulum di sekolah atau madrasah. Sebagian lagi
merupakan ulasan terhadap model yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh tertentu.
Berikut ini beberapa model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Zais.
a. Model
administratif
Model
administratif ini sering pula disebut sebagai model “garis dan staff” atau
diakatakan pula sebagai model “dari atas ke bawah” yang sifatnya top down.
Kegiatan pengembangan kurikulum dimulai dari pejabat pendidikan yang berwenang
yang membentuk panitia pengarah yang terdiri dari para pengawas pendidikan,
kepala sekolah dan madrasah, serta staff pengajar inti. Paniitia pengarah
tersebut diserahi tugas untuk merencanakan, memberi pengarahan tentang, garis
besar kebijaksanaan, merumuskan masalah filsafat dan tujuan umum pendidikan.
7
|
Pengembangan
kurikulum model administratif menekankan kegiatan pada orang-orang yang
terlibat sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Berhubung pengarahan
kegiatan berasal dari atas kebawah, pada adsarnya model ini mudah dilaksanakan
pada negara yang menganut sistem sentralistik dan negara yang kemampuan profesional
tenaga pengajarnya masih rendah. Kelemahan model ini terletak pada kurang
pekanya terhadap adanya perubahan masyarakat. Selain itu, kurikulumkadang
melupakan (atau mengabaiakn) adanya kebutuhan dan kekhususan yang ada pada
setiap daerah. Model pengembangan ini dikembangka di indonesia bertahun-tahun
sejak kurikulum 1968 sampai dengan kurikulum 2004
b. Model
Akar Rumput (Grassroots Approach)
Model
ini biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Mereka
memiliki kebutuhan dan keinginan untuk memperbaharui atau menyempurnakannya.
Perubahan atau penyempurnaan kurikulum dapat dimulai oleh guru secara
individual atau dapat juga oleh kelompok guru, misalnya kelompok guru mata
pelajaran dari beberapa sekolah atau madrasah seperti melalui wadah musyawarah
guru mata pelajaran (MGMP).
Di
negara-negara yang menerapkan sistem pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan
yang desentralistik, pengembangan model grassroots ini sangat mungkin terjadi.
Kebijakan pendidikan seperti ini tidak lagi diatur oleh pusat secara
sentralistik, tetapi ditentukan oleh daerah (distrik) bahkan oleh sekolah dan
guru. Oleh karena itu untuk memperoleh kualitas lulusan sekolah dan madrasah,
bisa terjadi persaingan antar sekolah dan madrasah atau antardaerah. Seiring
dengan perubahan paradigma dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia dari
sentralisasi ke desentralisasi atau otonomi penyelenggaraan pendidikan, model
pengembangan kurikulum ini dianut oleh pengembangan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) meskipun tidak secara penuh.
2.
8
|
Model
Tyler menekankan pada bagaimana merancang suatu kurikulum disesuaikan dengan
tujuan dan misi suatu institusi pendidikan. Menurut Tyler (1970) ada empat hal
yang dianggap mendasar untuk mengembangkan suatu kurikulum. Pertama berhubungan
dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai, kedua berhubungan dengan
pengalaman belajar untuk mencapai, ketiga berhubungan dengan pengorganisasian
pengalaman belajar, dan keempat behubungan dengan pengembangan evaluasi.
Sumber
utama dalam perumusan tujuan kurikulum adalah siswa itu sendiri, baik yang
berhubungan dengan pengembangan minat dan bakat serta kebutuhan untuk membekali
hidupnya (child centered). Berbeda halnya dengan pengembangan kurikulum yang
beraliran rekonstruksi sosal (scial reconstruction). Kurikulum lebih bersifat
society centered ini memosisikan kurikulum sekolah sebagai alat untuk
memperbaiki kehidupan masyarakat.
Mengorganisasian
pengalaman belajar siswa bisa dalam bentuk unit mata pelajaran ataupun dalam
bentuk program. Ada dua jenis pengorganisasian pengalaman belajar, yaitu
pengorganisasian secara vertikal dan secara horizontal. Pengorganisasian secara
vertikal apabila menghubungkan pengalaman belajar dalam tingkat/kelas yang
sama. Ada tiga kriteria dalam mengorganisasian pengalaman belajar ini yaitu:
kesinambungan, urutan isi, dan integrasi. Prinsip pertama artinya pengalaman
belajar yang diberikan harus memiliki kesinambungan dan diperlukan untuk
pengembangan belajar selanjutnya. Prinsip kedua erat kaitannya dengan komunitas,
perbedaannya terletak pada tingkat kesulitan dan keluasan bahasan. Artinya
setiap pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa harus meperhatikan
tingkat perkembangan siswa. Prinsip ketiga menghendaki bahwa suatu pengalamn
yang diberikan pada siswa harus memiliki fungsi dan bermanfaat untuk memperoleh
pengalaman belajar dalam bidang lain.
Ada
dua aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan evaluasi. Pertama,
evaluasi harus meenilai apakah telah terjadi perubahan tingkah laku siswa
sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Kedua, evaluasi
sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu waktu
tertentu. Dengan demikian, penilaian suatu program tidak mungkin hanya dapat
mengandalkan hasil tes siswa setelah akhir proses pembelajaran. Evaluasi dalam
pengembangan kurikulum memiliki dua fungsi yaitu: (1) fungsi sumatif yaitu
untuk memperoleh data tentang ketercapaian tujuan oleh siswa, dengan kata lain
bagaimana tingkat pencapaian tujuan atau tingkat penguasaan isi kurikulum oleh
setiap siswa, (2) fungsi formatif yaitu untuk melihat efektivitas proses
pembelajaran, dengan kata lain apakah program yang disusun telah dianggap
sempurna atau perlu perbaikan.
3.
9
|
Model pengembangan
kurikulum ini dikemukakan oleh Beaucuchamp seorang ahli kurikulum. Beaucchamp
(1986) mengemukakan lima hal dalam proses pengembangan suatu kurikulum.
a.
Menetapkan wilayah atau area yang akan melakukan
perubahan suatu kurikulum.Wilayah ini hanya bias terjadi pada hanya satu sekolah
atau madrasah satu kecematan, kabupaten atau kota atau mungkin tingkat provinsi
ataut ingkat nasional. Penetapan area ini ditentukan oleh wewenang yang diambil
oleh pengambil kebijakan dalam pengembangan kurikulum.
b.
Menetapkan personalia, yaitu pihak-pihak
yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum. Pihak-pihak yang harus dilibatkan
dalam proses pengembangan kurikulum itu terdiri dari para ahli kurikulum, para ahli
pendidikan termasuk di dalamnya para guru yang dianggap berpengalaman, para
professional dan tenaga lain dalam bidang pendidikan. Para professional dalam bidang
lain seperti tokoh masyarakat, politisi, industriwan dan pengusaha. Dalam
proses pengembangan kurikulum, semua kelompok yang terlibat itu perlu dirumuskan
tugas dan peranannya secara jelas.
c.
Menetapkan organisasi dan prosedur yang
akan ditempuh yaitu dalam hal merumuskan tujuan umum (standar kompetensi) dan tujuan
khusus (kompetensi dasar), memilihi si dan pengalaman belajar serta menentukan evaluasi.
Keseluruhan prosedur tersebut selanjutnya dapat dibagi kedalam lima langkah yaitu:
a.
Membentuk tipe pengembangan kurikulum
b.
Melakukan penilaian terhadap kurikulum
yang sedang berjalan
c.
Melakukan studi atau penjajagan tentang penentuan
kurikulum baru
d.
Merumuskan kriteria dan alternative pengembangan kurikulum
e.
Menyusun dan ,menulis kurikulum yang dikehendaki.
d.
Implementasi kurikulum. Pada tahap ini
perlu dipersiapkan secara matangn berbagai hal yang dapat berpengaruh baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap efektivitas penggunaan kurikulum
seperti pemahaman guru tentang kurikulum, sarana atau fasilitas yang tersedia
dan manajemen sekolah
e.
Melaksanakan evaluasi kurikulum yang
meyangkut: (1) evaluasi terhadap pelaksaan kurikulm oleh guru-guru di sekolah,
(2) evaluasi terhadap desain kurikulum, (3) evaluasi keberhasilan belajar
siswa, dan (4) evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.
4.
10
|
Menurut
Oliva (1988) suatu model kurikulum harus bersifat sederhana, komprehensif, dan sistematik.
Langkah yang dikembangkan dalam kurikulum model initer diri dari 12 komponen
yang satu sama lain saling berkaitan.
a. Menetapkan
dasar filsafat yang digunakan dan pandangan tentang hakikat belajar dengan mempertimbangkan
hasil analisis kebutuhan umum siswa dan kebutuhan masyarakat.
b. Menganalisis
kebutuhan masyarakat dimanase kolah itu berada, kebutuhan khusus siswa dan urgensi dari disiplin
ilmu yang harus diajarkan.
c. Merumuskan
tujuan umum kurikulum yang didasarkan kebutuhan seperti yang tercantum pada langkah-langkah
sebelumnya.
d. Merumuskan
tujuan khusus kurikulum yang merupakan penjabaran dari tujuan umum kurikulum.
e. Mengorganisasikan
rencana implementasi kurikulum.
f. Menjabarkan
kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum pembelajaran.
g. Merumuskan
tujuan khusus pembelajaran.
h. Menetapkan
dan menyeleksi strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan pembelajaran.
i.
Menyeleksi dan menyempurnakan teknik penilaian
yang akan digunakan.
j.
Mengimplementasikan strategi pembelajaran.
k. Mengevaluasi
pembelajaran.
l.
Mengevaluasi kurikulum.
Menurut
Oliva (1988), model pengembangan kurikilim ini dapat digunakan dalam tiga dimensI,
yaitu:
a. Biasa
digunakan dalam menyempurnakan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus seperti
mata pelajaran tertentu di sekolah atau madrasah, baik dalam tata dan perencanaan
kurikulum maupun dalam proses pembelajarannya.
b. Dapat
digunakan untuk membuat ke putusan dalam merancang suatu program kurikulum.
c. Dapat
digunakan dalam mengembangkan program pembelajaransecara lebih khusus.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dalam usaha untuk mngembangkan
kurikulum ada beberapa prinsip dasar yang harus kita perhatikan; adapun
prinsip-prinsip didalam pengembangan kurikulum menjadi dua kelompok yaitu
pertama: prinsip-prinsip umum: a. Relevansi, b fleksibilitas, c.
Kontinuitas, d. Praktis, e. Efektivitas. Kedua prinsip-prinsip khusus: a.
Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan,
b. prinsip berkenaan dengan pilihan isi pendidikan, c. prinsip berkenaan
dengan pemilihan proses belajar mengajar, d. prinsip berkenaan dengan pemilihan
media dan alat pelajaran, e. Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan
penilaian serta adanya prinsip-prinsip
dasar pengembangan kurikulum yang terkait dengan kurikulum satuan pendidikan.
3.2.
Saran
11
|
DAFTAR
PUSTAKA
Jika ingin mengunduh file silaahkan klik disini
0 komentar:
Posting Komentar