Couselor

Bimbingan dan Konseling ! Yes ! We Can !

Hima BK 2015

Upgrading pertama di Umbul Bandungan

Jumat, 03 Juli 2015

PAPER ORIENTASI, RUANG LINGKUP, SERTA KESALAHPAHAMAN BIMBINGAN DAN KONSELING




ORIENTASI, RUANG LINGKUP, SERTA KESALAHPAHAMAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Dasar-Dasar Bimbingan

Dosen pengampu:
Drs. Suharso,M.Pd, Kons.
Zakki Nurul Amin, S.Pd.





Oleh
Ika Rosyadah Hari Afifah
1301314051
Rombel 2



JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
ORIENTASI, RUANG LINGKUP, SERTA KESALAHPAHAMAN BIMBINGAN DAN KONSELING
A.        Orientasi Bimbingan dan Konseling
Orientasi/pusat perhatian bimbingan dan konseling dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Orientasi perorangan
Orientasi perorangan bimbingan dan konseling menghendaki agar konselor menitikberatkan pandangan pada siswa secara individual sehingga arah pelayanan dan kegiatan bimbingan ditujukan pada masing-masing siswa. Kepentingan kelompok dikembangkan dan ditingkatkan melalui terpenuhinya kepentingan dan kebahagiaan individu. Kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam bimbingan dan konseling adalah:
• Samua kegiatan yang diselenggarakan diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu yang menjadi sasaran layanan.
• Pelayanan BK meliputi kegiatan berkenaan dengan individu untuk memehami kebutuhannya, motivasinya, kemampuan potensialnya serta untuk membantu individu agar dapat menghargai kebutuhan, motivasi dan potensinya itu ke arah pengembangan yang optimal, dan pemanfaatannya bagi diri dan lingkungannya.
• Setiap klien harus dapat diterima sebagai individu yang harus ditangani secara individual.
• Adalah menjadi tanggung jawab konselor untuk memahami minat, kemampuan dan perasaan klien serta untuk menyesuaikan program pelayangan yang dibutuhkan.
2. Orientasi Perkembangan
Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling menekankan pada pentingnya peranan perkembangan yang terjadi pada diri individu di masa yang akan dating. Menurut Myrick, perkembangan individu secara tradisional dari dulu hingga sekarang menjadi inti pelayanan bimbingan. Dalam hal ini peranan bimbingan dan konseling adalah memberikan kemudahan bagi gerak individu menjadi alur perkembangannya. Pelayanan bimbingan dan konseling berlangsung dan dipusatkan untuk menunjang kemampuan inheren individu bergerak menuju kematangan dalam perkembangannya.
Thompson & Rudolph melihat perkembangan individu dari sudut perkembangan kognisi dan menekankan bahw tugas bimbingan dan konseling adalah menangani hambatan-hambatan perkembangan. Dalam perkembangannya anak-anak mungkin mengalami hambatan perkembangan kognisi dalam 4 bentuk, yaitu:
a. Hambatan egosentrisme: ketidakmampuan melihat kemungkinan lain di luar apa yang dipahaminya.
b. Hambatan konsentrasi: ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian pada lebih dari satu aspek tentang semua hal.
c. Hambatan revisibilitas: ketidakmampuan menelusuri alur yang terbalik dari alur yang dipahami semula.
d. Hambatan transformasi: ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada susunan urutan yang tetap.
3. Orientasi Permasalahan
Hambatan dan rintangan sering kali dialami oleh individu dalam menjalani kehidupan dan proses perkembangannya. Hambatan dan rintangan tersebut tentu akan mengganggu tercapainya kebahagiaan. Padahal tujuan umum BK, sejalan dengan tujuan hidup dan perkembangan itu sendiri. Oleh karenanya perlu diwaspadai kemungkinan timbulnya hambatan dan rintangan yang mungkin menimpa kehidupan dan perkembangan. Kewaspadaan inilah yang melahirkan konsep orientasi masalah dalam pelayanan BK.
Jenis masalah yang (mungkin) diderita oleh individu amat bervariasi. Roos L. Mooney (dalam Prayitno, 1987) mengidentifikasi 330 masalah yang digolongkan kedalam sebelas kelompok masalah, yaitu kelompok masalah yang berkenaan dengan:
a.    Perkembangan jasmani dan kesehatan                                         (PJK)
b.    Keuangan,leadaan lingkungan, dan pekerjaan    dan                   (KLP)
c.    Kegiatan sosial dan reaksi                                                            (KSR)
d.    Hubungan muda-mudi, pacaran dan perkembangan                   (HPP)
e.    Hubungan sosial dan kejiwaan                                                     (HSK)
f.    Keadaan pribadi kejiwaan                                                            (KPK)
g.    Moral dan agama                                                                         (MDK)
h.    Keadaan rumah dan keluarga                                                      (KRK)
i.    Masa depan pendidikan dan pekerjaan                                         (MPP)
j.    Penyesuaian terhadap tugas-tugas sekolah                                   (PTS)
k.    Kurikulum sekolah dan prosedur pengajaran                               (KPP)
B.        Ruang Lingkup Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling memiliki peranan penting, baik bagi individu yang berada dalam limgkungan sekolah, rumah tangga (keluarga), maupun masyarakat pada umumnya.
1.    Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus dibentuk untuk mnyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat. Dalam kelembagaan sekolah terdapat sejumlah bidang pelayanan bimbingan dan konseling mempunyai kedudukan dan peranan yang khusus.
a.    Keterkaitan antara Bidang Pelayanan Bimbingan Konseling dan Bidang-bidang lainnya.
Dalam proses pendidikan, khususnya disekolah, Mortensen dan Schmuller (1976) mengemukakan adanya bidang0bidang tugas atau pelayanan yang saling terkait.
1.    kurikulum dan pelaksanaan pengajaran, yaitu penyampaian dan pengembangan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan berkomunikasi peserta didik.
2.    Bidang administrasi atau kepemimpinan, yaitu bidang yang meliputi berbagai fungsi berkenaan dengan tanggung jawab dan pengambilan kebijaksanaan, serta bentuk-bentuk kegiatan pengelolaan dan administrasi sekolah, seperti perencanaan, pembiayaan, pengadaan dan pengembangan staf, prasarana dan sarana fisik, dan pengawasan.
3.    Bidang kesiswaan, yaitu bidang yang meliputi berbagai fungsi dan kegiatan yang mengacu kepada pelayanan kesiswaan secara individual agar masing-masing peserta didik itu dapat berkembang sesuai dengan bakat, potensi, dan minat-minatnya, serta tahap-tahap perkembangannya. Bidang ini dikenal sebagai bdang pelayanan bimbingan dan konseling.
b.    Tanggung jawab Konselor Sekolah
Tenaga inti (dan ahli) dalam bidang pelayanan bimbingan dan konseling ialah konselor. Konselor inilah yang mengendalikan dan sekaligus melaksanakan berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling yang menjadi tanggung jawabnya.
1.    Tanggunng jawab konselor kepada siswa, yaitu bahwa konselor:
a.    memiliki kewajiban dan kesetian utama dan terutama kepada siswa yang harus diperlakukan sebagai individu yang unik;
b.    memperhatikan sepenuhnya segenap kebutuhan siswa (kebutuhan yang menyangkut pendidikan, jabatan/pekerjaan, pribadi, dan sosial) da mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi setiap siawa;
c.    memberi tahu sisiwa tentang tujuan dan teknik layangan bimbingan dan konseling, serta aturan ataupun prosedur yang harus dilalui apabila ia meghendaki bantuan bimbingan dan konseling;
d.    tidak mendesakkan kepada siswa (klien) nilai-nilai tertentu yang sebenarnya hanya sekedar apa yang dianggap baik oleh konselor saja;
e.    menjaga kerahasiaan data tentang siswa;
f.    memberitahu pihak yang berwenang apabila ada petunjuk kuat sesuatu yang berbahaya akan terjadi;
g.    menyelenggarakan pengungkapan data secara tepat dan memberi tahu siswa tentang hasil kegiatan itu dengan cara sederhana dan mudah dimengerti;
h.    menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan profesional;
i.    melakukan referal kasus secara tepat.
2.    Tanggung jawab kepada orang tua, yaitu bahwa konselor:
a.    Menghormati hak dan tanggung jawab orang tua terhadap anknya dan berusaha sekuat tenaga membangun hubungan yang erat dengan orang tua demi perkembangan siswa;
b.    Memberi tahu orang tua tentang peranan konselor dengan asas kerahasiaan yang dijaga secara teguh;
c.    Menyediakan untuk orang tua berbagai informasi yang berguna dan menyampaikannya dengan cara yang sebaik-baiknya untuk kepentingan pekembangan siswa;
d.    Memperlakukan informasi yang diterima dari orang tua dengan menerapkan asas kerahasiaan dan dengan cara yang sebaik-baiknya;
e.    Menyampaikan informasi (tentang siswa dan orang tua) hanya kepada pihak-pihak yang berhak mengetahui informasi tersebut tanpa merugikan siswa dan orang tuanya.
3.    Tanggung jawab kepada sejawat, yaitu bahwa konseler:
a.    Melakukan sejawat dengan penuh kehormatan, keadilan, keobjektifan, dan kesetiakawanan;
b.    Megembangkan hubungan kerja sama dengan sejawa dan staf administrasi demi terbinanya pelayanan bimbingan dan konseling yang maksimum;
c.    Membangun keadaran tentang perlunya asas kerahasiaan, pernedaan antar data umum dan data pribadi, serta pentingnya konsultasi sejawat;
d.    Menyediakan informasi yang tepat, objektif, luas dan berguna bagi sejawat untuk membantu menangani masalah siswa;
e.    Membantu proses alih tangan kasus.
4.    Tanggung jawab kepada sekolah dan masyarakat, yaitu bahwa konselor:
a.    Mendukung dan melindungi program sekolah terhadap penyimpanan-penyimpanan yang merugikan siswa;
b.    Memberi tahu pihak-pihak yang bertanggung jawab apabila ada sesuatu yang dapat meghambat atau merusak misi sekolah, personal sekolah, ataupun kekayaan sekolah;
c.    Mengembangkan dan meningkatkan peranan dan fungsi bimbingan dan konseling untuk memenuhi kebutuhan segenap unsur-unsur sekolah dan masyarakat;
d.    Meembantu pengembangan:
    Kondisi kurikulum da lingkungan yang baik untuk kepentingan sekolah dan masyarakat; Program dan prosedur pendidikan demi pemenuhan kebutuhan siswa dan masyarakat; Proses evaluasi dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi sekolah pada umumnya
Ø
e.    Bekerjasma dengan lembaga, organisasi, dan perorangan baik sekolah maupun di masyarakat demi pemenuhan kebutuhan siswa, sekolah dan masyarakat, tanpa pamrih.
5.    Tanggung jawab kepada diri sendiri, bahwa konselor:
a.    Berfungsi (dalam layanan bimbingan dan konseling) secara profesional dalam batas-batas kemampuannya serta menerima tanggung jawab dan konsekuensi dari pelaksanaan fungsi tersebut;
b.    Menyadari kemungkinan pengaruh diri pribadi terhadap pelayanan yang diberikan kepada klien;
c.    Memonitor bagaimana diri sendiri berfungsi, dan bagaimana tingkat keefektifan pelayanan serta menahan segala sesuatu kemungkinan merugikan klien;
d.    Selalu mewujudkan prakarsa demi peningkatan dan pengembangan pelayanan profesional melalui dipertahankannya kemampuan profesional konselor, dan melaui penemuan-penemuan baru.
6.    Tanggung jawab kepada profesi, yaitu bahwa konselor:
a.    Bertindak sedemikian rupa sehingga menguntungkan diri sendiri sebagai konselor dan profesi;
b.    Melakukan penelitian dan melaporkan penemuannya sehingga memperkaya khasanah dunia bimbingan dan konseling;
c.    Berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan organisasi profesional bimbingan dan konseling baik ditempatnya sendiri, didaerah, maupun dalam lingkungan nasional;
d.    Menjalankan dan mempertahankan standar profesi bimbingan dan konseling serta kebijaksanaan yang berlaku berkenaan dengan pelayanan bimbingan dan konseling;
e.    Membedakan dengan jelas mana pernyataan yang bersifat pribadi dan mana pernyataan yang menyangkut profesi bimbingan serta memperhatikan dengan sungguh-sungguh implikasiya terhadap pelayanan bimbingan dan konseling.
2.    Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Luar Sekolah
a.    Bimbingan dan Konseling Keluarga
Keluarga merupakan satuan persekutuan hidup ayng pling mendasar dan merupakan pangkal kehidupan bermasyarakat. Didalam keluarga lah setiap warga masyarakat memulai kehidupannya, dan didalam dan dari keluargalah setiap individu dipersiapkan untuk menjadi warga masyarakat.
b.    Bimbingan dan Konseling dalam Lingkungan yang Lebih Luas
Permasalahan yang dialami oleh warga masyarakat tidak hanya terjadi dilingkungan sekolah dan keluarga saja, melainkan juga diluar keduanya. Warga masyarakat dilingkungan perusahaan, industri, kantor-kantor (baik pemerintah maupun swasta) dan lembaga-lembaga kerja lainnya, organisasi pemuda dan organisasi kemasyarakatan lainnya, bahan dilembaga pemasyarakan, rumah jompo, rumah yatim piatu dan lain sebagainya, seluruhnya tidak terhindar dari kemungkinan menghadapi masalah.
C.        Kesalahpahaman Bimbingan dan Konseling
Kesalahpahaman yang sering diumpai di lapangan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bimbingan dan Konseling Disamakan Saja dengan atau Dipisahkan Sama Sekali dari Pendidikan.
Ada dua pendapat yang berbeda kaitannya dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling.
a) Bahwa bimbingan dan konseling sama saja dengan pendidikan. Jadi dengan sendirinya sudah termasuk ke dalam usaha sekolah yang menyelenggararakan pendidikan. Sekolah tidak perlu bersusah payah menyelenggarakan bimbingan dan konseling secara mantap dan mandiri. Pendapat ini cenderung mengutamakan pengajaran dan mengabaikan aspek-aspek lain dari pendidikan dan sama sekali tidak melihat pentingnya bimbingan dan konseling.
b)Bimbingan dan konseling harus benar-benar dilaksanakan secara khusus oleh tenaga ahli dengan perlengkapan yang benar-benar memenuhi syarat. Pelayanan ini harus secara nyata dibedakan dari praktek pendidikan sehari-hari.
2. Konselor di Sekolah Dianggap sebagai Polisi Sekolah
Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor di sekolah adalah sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan keamanan sekolah. Anggapan ini mengatakan ”barangsiapa diantara siswa-siswa melanggar peraturan dan disiplin sekolah harus berurusan dengan konselor”. Tidak jarang pula konselor sekolah diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian. Konselor ditugaskan mencari siswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan bagi siswa-siswa yang bersalah itu.
3. Bimbingan dan Konseling Dianggap Semata-mata sebagai Proses Pemberian Nasehat.
Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Disamping memerlukan pemberian nasehat, pada umumnya klien sesuai dengan problem yang dialaminya, memerlukan pula pelayanan lain seperti pembrian informasi, penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar, pengalih tangan kepada petugas yang lebih ahli dan berwenang, layanan kepada orang tua siswa dan masayarakat, dan sebagainya. Konselor juga harus melakukan upaya-upaya tindak lanjut serta mensinkronisasikan upaya yang satiu dan upaya lainnya sehingga keseluruhan upaya itu menjadi suatu rangkaian yang terpadu dan bersinambungan.
4. Bimbingan dan Konseling Dibatasi pada hanya Menangani Masalah yang Bersifat Incidental.
Pada hakikatnya pelayan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, yaitu yang lalu, sekarang, dan yang akan datang. Di samping itu konselor seyogyanya tidak hanya menunggu klien datang dan mengungkapkan masalahnya.Maka petugas bimbingan dan konseling harus terus memasyarakatkan dan membangun suasana bimbingan dan konseling, serta mampu melihat hal-hal tertentu yang perlu diolah ditanggulangi, diarahkan, dibangkitkan, dan secara umum diperhatikan demi perkembangan segenap individu.
5. Bimbingan dan Konseling Dibatasi hanya untuk Klien-kliean Tertentu Saja.
Bimbingan dan konseling tidak mengenal penggolonan siswa-siswa atas dasar mana golongan siswa tertentu dalam memperoleh palayanan yang lebih dari golongan yang lainnya. Semua siswa mendapat hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan dan bimbingan konseling, kapan, bagimana, dan di mana pelayanan itu diberikan. Pertimbangannya semata-mata didasarkan atas sifat dan jenis masalah yang dihadapi serta ciri-ciri keseorangan siswa yang bersangkutan.
6. Bimbingan dan Konseling Melayani “Orang Sakit” dan/atau “Kurang Normal”.
Ada asumsi bahwa bimbingan konseling hanya melayani orang-orang normal yang mengalami masalah tertentu. Bukankah jika segenap fungsi yang ada pada diri seseorang yang normal dapat berjalan dengan baik, dia akan dapat menjalin kehidupannya secara normal pula? Kehidupan yang normal ini pasti menuju kebaikan dan kewajaran. Sayangnya, bekerjanya fungsi-fungsi yang sebenarnya normal itu kadang-kadang terganggu atau arahnya tidak tetap sehingga memerlukan bantuan konselor demi lebih lancar dan lebih terarahnya kegiatan fungsi-fungsi tersebut.
7. Bimbingan dan Konseling Bekerja Sendiri.
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang bekerja sendiri sarat dengan unsur-unsur budaya, social dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerjasama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang dihadapi oleh klien.

8. Konselor harus Aktif, sedangkan Pihak Lain Pasif.
Sesuai asas kegiatan, disamping kinselor bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling, pihak lainpun, terutama klien, harus secara langsung aktif terlibat dalam proses tersebut. Lebih jauh, pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan konselor bergerak dan berjalan sendiri. Mereka hendaknya membantu kelancaran usaha pelayanan.
9. Bimbingan dan Konseling Berpusat pada Keluhan Pertama Saja.
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala dan atau keluhan awal yang disampaikan oleh klien. Namun demikian, jika pembahasan masalah itu dilanjutkan, didalami, dan dikembangkan, seringkali ternyata bahwa masalah yang sebenarnya lebih jauh, lebih luas dan lebih pelik apa yang sekedar tampak atau disampaikan itu.
10. Menganggap Pekerjaan Bimbingan dan Konseling dapat Dilakukakan oleh Siapa Saja.
Pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja, jika dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran saja. Tapi jika pekerjaan bimbingan dan konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip-prisip keilmuan (mengikuti filosofi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara professional, maka pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.Salah satu ciri profesionalnya adalah pelayanan itu dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup.
11. Menyamakan Pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan Pekerjaan Dokter atau Psikiater
Memang dalam hal-hal tertentu terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pkerjaan dokter atau pskiater, yaitu sama-sama menginginkan klien atau pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya. Di samping itu, baik konselor maupun dokter atau psikiater, memakai teknik-teknik yang sudah teruji pada bidang pelayananya masing-masing untuk mengungkapkan masalah klin/pasien, untuk melakukan pragnosis dan diagnosis, dan akhirnya menetapkan cara-cara pengentasan masalah atau penyembuhannya. Namun demikian, pkerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Baik dokter atau psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor bekerja dengan orang sehat yang sedang mengalami masalah.
12. Menganggap Hasil Pekerjaan Bimbingan dan Konseling Harus segera Dilihat.
Usaha-usaha bimbingan dan konseling bukanlah hal yang instant, tapi menyangkut aspek-aspek psikologi/mental dan tingkah laku yang kompleks. Maka proses ini tidak bisa didesak-desakkan agar cepat matang dan selesai. Pendekatan ingin mencapai hasil segera justeru dapat melemahkan proses itu sendiri. Ini bukan berarti bahwa usaha bimbingan dan konseling boleh santai-santai saja menghadapi masalah klien, karena proses bimbingan dan konseling adalah hal yang serius dan penuh dinamika, maka harus wajar dan penuh tanggung jawab.Petugas bimbingan dan konseling harus berusaha sebaik dan seoptimal mungkin dalam menghadapi masalah klien.
13. Menyamaratakan Cara Pemecahan Masalah bagi Semua Klien.
Segala cara yang dipakai untuk mengatasi masalah harus disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara yang sama, bahkan masalah yang sama sekalipun.Pada dasarnya, pemakaian suatu cara tergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan konseling, dan sarana yang tersedia.
14. Memusatkan Usaha Bimbingan dan Konseling Hanya pada Penggunaan Instrumentasi dan Konseling (misalnya Tes, Inventori, Angket, dan Alat Pengungkap lainnya).
Perlu diketahui bahwa perlengkapan dan sarana utama yang pasti ada dan dapat dikembangkan pada diri konselor adalah ketrampilan pribadi. Dengan kata lain koselor tidak seharusnya terganggu dengan ada atau tiadanya instrument-instrumen pembantu (tes, inventori, angket, dan sebagainya). Petugas bimbingan dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan.
15. Bimbingan dan Konseling dibatasi pada hanya Menangani Masalah-masalah yang Ringan Saja
Berat atau ringannya sebuah masalah bukanlah hal yang mudah untuk ditetapkan.Oleh karena itu, memberikan sifat ringan atau berat pada masalah yang dihadapi klien tidaklah perlu, karena hal itu tidak akan membantu meringankan usaha pemecahan masalah. Yang terpenting adalah bagaimana menanganinya dengan cermat dan tuntas. Apabila seluruh kemampuan konselor tidak bisa mengatasi masalah klien, maka diperlukan pengalihtanganan. Pengalihtanganan tidak harus sekaligus kepada psikiater atau ahli-ahli lain diluar bidang bimbingan dan konseling. Alih tangan pada tahap pertama hendaknya dilakukan kepada sesama konselor sendiri yang memiliki keahlian yang lebih tinggi. Dan bila ternyata ditemukan gejala-gejala kelainan kejiwaan misalnya, maka ahli tangan sebaiknya diserahkan kepada psikiater.

DAFTAR PUSTAKA
·         Drs. Tohirin, M.Pd, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, PT. Raja Grafindo, Jakarta 2007.
·         Prof. Dr. H. Prayitno, M.SC.Ed&Drs. Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. PT. Rineka Cipta, Jakarta 2004.
·         Thomson, C.L. & Rudolph, L.B. (1993). Counseling Children. Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company.
·         Hansen, J.C., Stevic, R.R. & Warner, R.W. 1977. Counseling Theory and Practice, Boston: Allyn & Bacon, Inc.
·         Goldman, L 1976. A View of Conselor’s Future. New York: City University of New York.
·         McDaniel, H.B. 1956. Guidance in Modern School. New York: Dryden Press.
·         Bernard, H.W. & Fullmer, D.W. 1969. Prenciples of Guidance. Scanton, Pensyvania: International Textbook Company.
·         Shertzer, B. & Ston, S.C. 1974. Fundamental of Counseling. Boston Houghton Mifflin Company.


JJika ingn mengunduh file silahkan klik disini

0 komentar:

Posting Komentar