Couselor

Bimbingan dan Konseling ! Yes ! We Can !

Hima BK 2015

Upgrading pertama di Umbul Bandungan

Jumat, 03 Juli 2015

MAKALAH Perkembangan Masa Akhir Kanak-kanak




MAKALAH
Perkembangan Masa Akhir Kanak-kanak

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Perkembangan Individu

Oleh
Rombel 2
·        Astrid Pitaloka P.     (1301414047)
·        Ika Rosyadah H.A     (1301414051)
·        Fata Shohibudin P.   (1301414084)




JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah sosiologi yang berjudul “
PERKEMBANGAN ANAK-ANAK AKHIR” tepat pada waktunya.

Kami sampaikan terimakasih kepada sahabat-sahabat yang telah membantu kami atas terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

            Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Amin




Semarang, 23 Oktober 2014

                                                                                                      Penulis







DAFTAR ISI
Halaman Judul
..........................................................................................
i
Kata Pengantar
..........................................................................................
ii            ii
Daftar Isi
.........................................................................................
ii
Bab 1
Pendahuluan ..................................................................
1

1.1  Latar Belakang ..........................................................
1

1.2  Rumusan Masalah .....................................................
1

1.3  Tujuan .......................................................................
1
Bab II
Pembahasan ...................................................................
2

2.1 Perkembangan Sosial pada Anak-anak Akhir ..........
2

2.2 Perkembangan Moral  pada Anak-anak Akhir ..........
2

2.3 Perkembangan Bahasa  pada Anak-anak Akhir ........
7
Bab III
Penutup ..........................................................................
9

3.1 Kesimpulan ...............................................................
9

3.2 Saran .........................................................................
9

DAFTAR PUSTAKA ...................................................
10






iii
 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.     Latar Belakang
Akhir masa kanak-kanak (late childhood) berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Permulaan masa akhir kanak-kanak ditandai dengan masuknya anak ke kelas satu. Bagi sebagian anak, hal ini merupakan perubahan besar dalam pola kehidupan anak. Sementara menyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan baru dari kelas satu, kebanyakan anak berada dalam keadaaan tidak seimbang; anak mengalami gangguan emosional sehingga sulit untuk hidup bersama dan bekerja sama. Masuk kelas satu merupakan peristiwa penting bagi setiap anak sehingga dapat mengakibatkan perubahan dalam sikap, nilai, dan prilaku.
            Selama setahun atau dua tahun terakhir dari masa kanak-kanak terjadi perubahan fisik yang menonjol dan hal ini juga dapat mengakibatkan perubahan dalam sikap, nilai, dan prilaku untuk memasuki masa remaja. Perubahan fisik yang terjadi menjelang berakhirnya masa kanak-kanak menimbulkan keadaan ketidakseimbangan dimana pola kehidupan yang sudah terbiasa menjadi terganggu sampai tercapainya penyesuaian diri terhadap perubahan ini.
            Akhir masa kanak-kanak secara tepat dapat diketahui, tetapi orang tidak dapat mengetahui secara tepat kapan periode ini berakhir karena kematangan seksual. Yaitu kriteria yang digunakan untuk memisahkan masa kanak-kanak dengan masa remaja-timbuknya tidak selalu pada usia yang sama. Ini disebabkan perbedaaan dalam kematangan seksual anak laki-laki dan anak perempuan.

1.2.     Rumusan Masalah
1.      Bagaiamana aspek perkembangan fisik pada anak-anak akhir?
2.      Bagaiaman aspek perkembangan kognitif pada anak-anak akhir?
3.      Bagaimana aspek perkembangan emosi pada anak-anak akhir?
4.      Bagaimana aspek perkembangan sosial pada anak-anak akhir?
5.      Bagaimana aspek perkembangan moral pada anak-anak akhir?
6.      Bagaimana aspek perkembangan bahasa pada anak-anak akhir?
1.3.     Tujuan
1.    Menjelaskan bagaiamana aspek perkembangan fisik pada anak-ank akhir.
2.    Menjelaskan bagaiamana aspek perkembangan kognitif pada anak-anak akhir.
3.    Menjelaskan bagaiamana aspek perkembangan emosi pada anak-  anak akhir.
4.    Menejalaskan bagaiamana aspek perkembangan sosial pada anak-  anak akhir.
5.    Menejalaskan bagaiamana aspek perkembangan moral pada anak-  anak akhir.
6.    Menejalaskan bagaiamana aspek perkembangan bahasa pada anak-  anak akhir.
















BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1.      Tinggi
Kenaikan tinggi per tahun adalah 2-3 inci. Rata-rata anak perempuan sebelas tahun mempunyai tinggi badan 58 inci dan anak laki-laki 57,5 inci.
2.1.2.      Berat
Kenaikan berat lebih bervariasi daripada kenaikan tinggi, berkisar antara 3-5 pon pertahun. Rata-rata anak perempuan sebelas tahun mempunyai berat badan 88,5 pon dan anak laki-laki 85,5 pon.
2.1.3.      Perbandingan tubuh
Meskipun kepala masih terlampau besar dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya, beberapa perbandingan wajah yang kurang baik menghilang dengan bertambah besarnya mulut dan rahang, dahi melebar dan merata, bibir semakin berisi, hidung menjadi lebih besar, dan lebih berbentuk. Badan memanjang dan menjadi lebih langsing, leher menjadi lebih panjang, dada melebar, perut menjadi tidak buncit, lengan dan tungkai memanjang, tangan dan kaki dengan lambat tumbuh membesar.
2.1.5.      Perbandingan otot-lemak
Selama masa akhir kanak-kanak, jaringan lemak berkembang lebih cepat daripada jaringan otot yang perkembangannya baru mulai melejit pada awal pubertas anak yang berbentuk endomorfik jaringan lemaknya jauh lebih banyak daripada jaringan otot sedangkan pada tubuh mesomorfik keadaanya terbalik.
2.1.6.      Gigi
Pada permulaan pubertas, umumnya seorang anak sudah mempunyai dua puluh dua gigi tetap. Keempat gigi terakhir yang disebut gigi kebijaksanaan, muncul pada masa remaja.

Menurut Piaget, masa kanak – kanak akhir berada dalam tahap operasi konkret dalam berfikir (usia 7-12 tahun), di mana konsep yang yang pada awal masa kanak-kanak merupakan konsep yang samar-samar dan tidak jelas sekarang lebih konkret. Masa kanak-kanak akhir menurut Piaget (Partini, 1995: 52-53) tergolong pada masa Operasi Konkret di mana anak berfikir logis terhadap objek yang konkret. Terjadi peningkatan dalam hal pemeliharaan, misalnya mau memelihara alat permainannya. Ia mulai banyak memperhatikan dan menerima pandangan orang lain. Pada masa operasi konkret anak dapat melakukan banyak pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi daripada yang dapat mereka lakukan pada masa sebelumnya. Anak usia 6 atau 7 tahun dapat dipercaya menemukan jalan dari dan ke sekolah. Menurut Piaget, anak-anak dalam tahapan operasi konkret berfikir induktif, yaitu dimulai dengan observasi seputar gejala atau hal yang khusus dari suatu kelompok masyarakat, binatang, objek, atau kejadian, kemudian menarik kesimpulan. Kemampuan berfikir ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas mental seperti mengingat, memahami, dan memecahkan masalah.

2.3.   Perkembangan Emosi
Emosi memainkan peran yang penting dalam kehidupan anak. Emosi yang nyata misalnya: takut, amarah, cemburu, iri hati kerapkali disebut sebagai emosi yang tidak menyenangkan atau “unpleasant emotion” merugikan perkembangan anak. Sebaliknya emosi yang menyenangkan atau “pleasant emotion” seperti: kasih sayang, kebahagiaan, rasa ingin tahu, suka cita, tidak saja membantu perkembangan anak tetapi sesuatu yang sangat penting dan dibutuhkan bagi perkembangan anak. Hurlock (1993, 16) menyatakan bahwa ungkapan emosi yang muncul pada masa ini masih sama dengan masa sebelumnya, seperti: amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang.
Ciri-ciri emosi pada kanak-kanak:
a)      Emosi anak cenderung berlangsung relatif lebih singkat(sebentar).
Hal ini disebabkan karena emosi anak menampakkan dirinya di dalam kegiatan atau gerakan yang nampak, sehingga menghasilkan emosi yang pendek. Emosi yang khusus pada anak-anak: kesedihan, kemurungan, ketakutan, ketegangan, kebahagiaan, dan humor.
b)      Emosi anak kuat dan hebat.
Hal ini terlihat apabila anak merasa takut, marah, atau sedang bersenda gurau. Namun semua itu akan cepat hilang dengan sendirinya.
c)      Emosi anak mudah berubah.
Sering terjadi perubahan, saling berganti-ganti emosi.
d)     Emosi anak nampak berulang-ulang.
Hal ini timbul karena anak dalam proses perkembangan ke arah kedewasaan.
e)      Respon emosi anak berbeda-beda.
Pengamatan terhadap anak dengan berbagai anak dengan berbagai tingkat usia menunjukkan bervariasinya respon emosi.
f)       Emosi anak dapat diketahui atu dideteksi dari gejala tingkah lakunya.
Misalnya: seorang anak memperlihatkan rasa malu-malu di tempat yang masih asing. Kemudian ketika ia sudah tidak merasa asing lagi rasa malunya berkurang atau bahkan hilang.
g)      Perubahan dalam ungkapan-ungkapan emosional.
Anak-anak memperlihatkan keinginan yang kuat terhadap apa yang mereka inginkan. Ia tidak mempertimbangkan bahwa keinginan itu merugikan baik untuk dirinya sendiri sendiri maupun orang lain, juga tidak mempertimbangkan bahwa untuk memenuhi keinginannya itu memerlukan biaya yang tidak terjangkau oleh orang tuanya.

2.4. Perkembangan Sosial pada Anak-anak Akhir
Akhir masa kanak-kanak sering disebut sebagai “usia berkelompok” karena ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman. Anak tidak lagi puas bermain sendiri atau dengan saudaara-saudaranya. Dan merasa kesepian bila tidak bersama teman-temannnya.
2.4.1.  Ciri Geng Anak-anak
Geng anak-anak berbeda dengan geng remaja dalam banyak hal, empat diantaranya sangat penting dan umum.
a.       Merupakan kelompok bermain. Tujuan utama geng anak-anak adalah memperoleh kesenangan.
b.      Geng anak-anak terdiri dari anak-anak yang populer dengan teman yang sebaya. Jadi untuk menjadi anggota harus diajak.
c.       Geng anak-anak jarang beranggotakan kedua jenis seks.
d.      Geng anak-anak terdiri dari anak-anak yang usia dan tingkat perkembangannya sama, serta yang mempunyai minat dan kemampuan yang sama.
e.       Geng mempunyai pusat tempat pertemuan, biasanya yang jauh dari pengawasan orang dewasa.
f.       Sebagian besar kelompok mempunyai tanda kebesaran kelompok.
g.      Pemimpin geng memiliki ideal kelompok dan hampir dalam segala hal lebih unggul dari anggotanya.
2.4.2.  Efek dari Keanggotaan Kelompok
Ketidakyakinan akan status anak-anak dan seringkali ketakutan akan ditolak oleh kelompok kecuali dengan tulus menyesuaikan diri dengan standar-standar mereka, banyak anak yang lebih besar berusaha mati-matian agar menyamai teman-temannya baik dalam betuk pakaian, perilaku dan pendapat, meskipun hal ini melawan standar orang tua.
Keanggotaan kelompok dapat menimbulkan dampak yang kurang baik pada anak-anak, diantaranya :
a.       Menjadi anggota geng seringkali menimbulkan pertentangan dengan orang tua dan terhadap penolakan standar orang tua.
b.      Permusuhan antara anak laki-laki dan anak perempuan semakin meluas.
c.       Kecenderungan anak yang lebih tua untuk mengembangkan prasangka terhadap anak yang berbeda.
d.      Cara anak memperlakukan anak-anak yang bukan anggota geng.
2.4.3.  Teman pada Masa Akhir Kanak-kanak.
Banyak factor yang menentukan pemilihan teman. Biasanya yang dipilih adalah yang dianggap serupa dengan dirinya dan memenuhi kebutuhan. Karena daya tarik fisik mempengaruhi kesan pertama, anak cenderung memilih mereka yang berpenampilan menarik menjadi teman bermain dan sebagai teman baik. Keakraban disekolah atau dilingkungan tetangga adalah penting karena untuk memilih teman-teman lingkungan anak-anak terbatas pada daerah relative sempit. Dan yang biasa dipilih adalah teman sejenis daripada lawan jenis.
Sifat-sifat kepribadian penting dalam memilih teman, apakah sebagai teman bermain ataupun sebagai teman baik. Anak yang lebih besar memberi nilai tinggi pada kegembiraan, keramahan, kerjasama, kebaikan hati, kejujuran, kemurahan hati, bahkan keramahan dan sportivitas, pada teman bermain maupun teman baik. Menjelang masa kanak-kanak berakhir, anak lebih menyukai teman dan latar belakang social ekonomi, ras dan agama yang sama, khususnya sebagai teman baik.
Perlakuan teman yang kurang baik tidak hanya ditujukan kepada anak yang bukan anggota kelompok. Bila anak bertengkar dengan teman sekelompok, terdapat kecenderungan bagi kelompok untuk menolak bermain dengan anak yang dimusuhi kelompok.
2.4.4.  Status Sosiometris
Sebelum masa kanak-kanak berakhir, sebagian besar anak-anak tidak hanya menyadari status sosiometris mereka, yaitu status yang mereka senangi pada kelompok social, tetapi juga status sosiometris dari teman-teman sebaya mereka. Tingkat penerimaan yang digemari anak digemari anak dipengaruhi oleh metode pelatihan anak yang digunakan oleh orangtua.Keterampilan dan kompetensi social juga mempengaruhi status sosiometris anak. Sekali status sosiometris didalam kelompok telah terbentuk, maka hal ini cenderung tetap.
2.4.5.                   Pemimpin pada akhir masa kanak-kanak
Anak yang dipilih oleh teman-temannya untuk berperan sebagai pemimpin pada akhir masa kanak-kanak, mendekati ideal di kelompok. Ia tidak hanya disukai oleh sebagian besar anggota kelompok, tetapi juga memiliki ciri-ciri yang mudah dikagumi.

2.5. Perkembangan Moral pada Anak-anak Akhir

            Apabila awal masa kanak-kanak akan berakhir, konsep moral anak tidak lagi sesempit dan sekhusus sebelumnya. Menurut Piaget, anatara usia lima dan dua belas tahun konsep anak mengenai keadilan sudah berubah. Pengertian yang kaku dank eras tentang benar dan salah, yang dipelajari dari orangtua, menjadi berubah dan anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral. Misalnya, bagi anak usia lima tahun, berbohong selalu buruk, sedangkan anak yang lebih besar sadar bahwa dalam beberapa situasi, berbohong dibenarkan, dan oleh karena itu, berbohong tidak selalu buruk.
Kohlberg memperluas teori Piaget dan menamakan tingkat kedua dari perkembangan moral akhir masa kanak-kanak sebagai tingkat moralitas konvensional atau moralitas dari aturan-aturan dan penyesuaian konvensional. Dalam tahap pertama dari tingkat ini yang oleh Kohlberg disebutkan moralitas anak baik, anak mengikuti peraturan untuk mengambil hati orang lain dan untuk mempertahankan hubungan-hubungan yang baik. Dalam tahap kedua, Kohlberg mengatakan bahwa kalu kelompok social menerima peraturan-peraturan yang sesuai bagi semua anggota kelompok, ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan untuk menghindari penolakan kelompok dan celaan.

2.5.1.      Perkembangan Kode Moral
Pada masa akhir kanak-kanak seperti halnya awal masa remaja, kode moral sangat dipengaruhi oleh standar moral dari kelompok dimana anak mengidentifikasikan diri. Ini tidak berarti bahwa anak meninggalkan kode moral keluarga untuk mengikuti kode kelompok tempat ia bergabung. Hal ini berarti, jika anak harus memilih, anak akan mengikuti standar-standar geng selama mereka bersama dengan geng sebagai sarana untuk mempertahankan statusnya dalam geng.
Ketika anak mencapai akhir masa kanak-kanak, kode moral berangsur-angsur memndekati kode moral dewasa. Dilaporkan bahwa anak yang mempunyai IQ tinggi cenderung lebih matang dalam penilaian moral daripada anak yang tingkat kecerdasannya lebih rendah, dan anak perempuan cenderung membentuk penilaian moral yang lebih matang daripada anak laki-laki.
2.5.2.      Peranan Disiplin dalam Perkembangan Moral
Disiplin berperan penting dalam perkembangan kode moral. Meskipun anak memerlukan disiplin, tetapi disiplin merupakan masalah yang serius bagi anak yang lebih besar. Penggunaab secara berlanjutan teknik-teknik disiplin yang ternyata efektif ketika anak masih kecil, cenderung menyebabkan kebencian pada anak yang lebih besar. Jika disiplin dibutuhkan dalam perkembangan anak.


ESENSI DISIPLIN BAGI ANAK-ANAK YANG LEBIH BESAR
BANTUAN DALAM MENDASARKAN KODE MORAL
Dalam kasus anak yang lebih besr, pengajaran mengenai benar dan salah seharusnya menekankan alas an mengapa pola perilaku tertentu diterima dan mengapa pola lain tidak diterima, dan seharusnya diarahkan untuk menolong anak memperluas konsep yang lebih luas, lebih abstrak.
GANJARAN
Ganjaran, seperti pujian atau perlakuan secara khusus karena berhasil mengatasi situasi sulit, dengan baik, mempunyai nilai pendidikan yang kuat jika pujian dan perlakuan khusus menunjukkan pada anak bahwa ia bertindak benar dan juga jika mendorong anak untuk mengulang perilaku yang baik. Bagaimanapun juga, jikalau pujian dan perlakuan khusus harus menjadi efektif ganjaran harus sesuai dengan usia dan tingkat perkembangan anak.
HUKUMAN
Seperti ganjaran, hukuman harus sesuai dengan perkembangan dan harus dilakukan secara adil, kalau tidak, dapat menimbulkan kebencian anak. Hukuman juga harus mendorong anak untuk menyesuaikan diri dengan harapan social di masa berikutnya.
KONSISTENSI
Disiplin yang baik selalau konsisten. Apa yang benar hari ini, esok juga benar dan lusapun juga benar. Perbuatan yang salah harus mendapatkan hukuman yang sama bila perbuatan itu setiap kali diulang, dan perbuatan yang benar juga harus mendapat ganjaran yang sama.


2.5.3.      Perkembangan Suara Hati
Jenis disiplin biasanya juga memainkan peran yang penting dalam perkembangan suara hati. Istilah suara hati berarti suatu reaksi khawatir yang terkondisi terhadap situasi dan tindakan tertentu yang telah dilakukan dengan jalan menghubungkan perbuatan tertentu dengan hukuman. Suara hati merupakan “polisi yang diinternalisasikan,” yang mendorong anak untuk melakukan yang benar dan menghindari hukuman. ( Eysenck,H.J.The development of moral values in children.VII.The contribution of learning theory. British Journal of Educational Psychology, 1960, 30, 11-21)
Rasa bersalah merupakan penilain diri negative yang terjadi bila individu mengakui bahwa perilakunya bertentangan nilai moral tertentu yang wajib diikuti. Dan rasa malu adalah reaksi emosioanl yang tidak menyenangkan dari individu terhadap penilaian negative orang lain, baik yang merupakan dugaan maupun ang benar-benar yang terjadi, yang mengakibatkan individu mencela diri sendiri berhadapan dengan kelompok.
2.5.4.      Pelanggaran Hukum pada Masa Aakhir Kanak-kanak
Seperti halnya dengan anak yang lebih kecil, beberapa pelanggaran ringan oleh anak yang lebih besar disebabkan oleh ketidaktahuan akan apa yang diharapkan dari padanya atau karena salah mengerti peraturan. Namun sebagian besar pelanggaran hokum merupakan akibat dari ikut sertanya anakdalam perbuatan geng yang salah. Untuk mempertahankan kedudukannya di dalam kelompok, anak sadar bahwa ia harus berbuat sesuai dengan yang dilakukan gengnya tanpa mempertimbangkan pandangannya terhada perilaku tesebut.
Pelanggaran pada akhir masa kanak-kanak bergantung pada peraturan-peraturan yang dilanggar. Karena peraturan di rumah berbeda dengan peraturan di sekolah. Beberapa pelanggaran akhir masa kanak-kanak yang paling sering dilaporkan tercantum dalam table dibawah ini.

PELANGGARAN YANG UMUM PADA AKHIR MASA KANAK-KANAK
Di rumah
         Berkelahi dengan saudara-saudara
         Merusak milik saudaranya
         Bersikap kasar kepada saudara yang dewasa
         Malas melakukan kegiata rutin
         Melalaikan tanggung jawab
         Berbohong tidak berterus terang
         Mencuri milik saudaranya
         Sengaja menumpahkan sesuatu
Di sekolah
         Mencuri
         Menipu
         Berbohong
         Menggunakan kata-kata yang kasar dan kotor
         Merusak milik sekolah
         Membolos
         Mengganggu anak-anak lain dengan mengejek, menggerak dan menciptakan gangguan
         Membaca komik atau mengunyah permen karet selama pelajaran berlangsung
         Berbisik-bisik, melucu, atau berbuat gaduh di kelas
         Berkelahi dengan teman sekelas
         Minum obat-obatna terlarang, terutama marijuana di pekarangan sekolah

Dengan tambahnya usia anak, ia cenderung lebih banyak melanggar peraturan-peraturan di rumah maupun di sekolah dibandingkan perilaku saat ia lebih muda. Terjadinya pelanggaran di rumah disebabkan karena anak ingin menegakkan kemandiriannya dan sebagian lagi karena anak sering menganggap pertauran tidak adil, terutama apabila berbeda dengan peraturan-peraturan rumah yang diharapkan dipatuhi oleh semua anggita keluarga dan hukuman yang diterima dianggap tidak adil.
Meningkatnya pelanggarn di sekolah dapat disebabkan oleh kenyataan bahwa anak yang lebih besar tidak lagi menyenangi sekolah seperti ketika masih kecil.  Misalnya anak tidak lagi menyukai guru seperti ketika masih duduk di kelas yang lebih rendah, anak menganggapnbeberapa mata elajaran membosankan sehingga ia berhenti belajar dan tidak memusatkan perhatian pada mata pelajaran tersebut. Apapun penyebabnya, pelanggaran seringkali merupaka akibat dari kebosanan. ( McKinney, J. D. Teacher perceptions of the classroom behavior of reflective and impulsive children. Psychology in the Schools, 1975, 12, 348-352)
Menjelang berakhirnya masa kanak-kanak, pelanggaran menjadi semakin berkurang (Dinkmeyer, D., and D. Dinkmeyer,Jr. Logical consequences: A key to the reduction of disciplinary problem. Phi Delta Kappan, 1976, 57, 664-666). Menurunnya pelanggaran mungkin karena adanya kematangan, baik fisik maupun psikologis, tetapi lebih sering karena kurangnya tenaga yang merupakan ciri pertumbuhan yang pesat yang mengiringi bagian awal dari masa puber.
Di rumah, di sekolah, dan di lingkungan tetangga, anak laki-laki lebih sering melanggar pertauran daripada anak perempuan. Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal:
1.       Anak laki-laki diberi kebebasan lebih banyak daripada anak perempuan dan tidak sering dihukum atas pelanggaran yang ia lakukan karena adanya anggapan bahwa “anak laik-laki memang begitu”.
2.       Anak laki-laki merasa bahwa ia harus menentang peraturan untuk menunjukkan kejantanannya dan dengan demikian memperoleh dukungan teman-teman.

2.6.   Perkembangan Bahasa pada Anak-anak Akhir
2.6.1.      Kosa-kata, Tata Bahasa, dan Kesadaran Metalinguistik
Selama masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, terjadi perubahan cara mengorganisasikan kosa-kata secara mental. Ketika ditanyai mengenai kata pertama apa yang terpikir pada saat mendengar sebuah kata, anak-anak kecil biasanya akan memberikan sebuah kata yang sering kali mengikuti kata tersebut didalam sebuah kalimat. Sebagai contoh, ketika anak mendengar kata “makan” mereka akan mengatakan “siang”. Sekitar 7 tahun, anak-anak mulai merespon sebuah kata yang merupakan bagian dari kelompok kata dan sekaligus sebagai sebuah stimulus. Sebagai contoh, anak akan merespon kata makan dengan ‘minum”. Hal ini memperlihatkan bahwa kini anak-anak mulai melakukan kategorisasi kosa-kata mereka sebagai bagian dari kelompok kata.
Kemajuan dalam kosa-kata dan tata bahasa yang berlangsung selama sekolah dasar disertai dengan perkembangan kesadaran metalinguistik, dimana pengetahuan bahasa, seperti pengetahuan mengenai preposisi atau kemampuan mendiskusikan bunyi bahasa. Kesadaran metalinguistik memungkinkan anak-anak “memikirkan bahasa yang mereka gunakan, pemahaman mengenai kata-kata, dan bahkan mendefinisikannya” (Berko Gleason,2009, hal. 4). Hal ini memperlihatkan kemajuan yang cukup berarti selama sekolah dasar. Mendefinisikan kata-kata menjadi bagian sehari-hari dari perdebatan dikelas. Disamping itu, seiring dengan proses belajar dan percakapan mengenai komponen-komponen kalimat seperti subjek dan kata kerja, pengetahuan anak-anak mengenai sintaksis juga meningkat (Meltzi dan Ely, 2009).
Anak-anak juga memperlihatkan kemajuan dalam hal menggunakkan bahasa dengan cara yang sesuai dengan budaya-proses yang disebut pragmatis (Bryant,2009;Ciegal dan Surya, 2010). Ketika memasuki usia remaja sebagian anak mengetahui aturan-aturan menggunakan bahasa dalam kontek sehari-hari, apa yang sesuai dan tidak sesuai untuk dikatakan.

2.6.2.      Membaca
Sebelum belajar membaca, anak-anak belajar menggunakan bahasa untuk membicarakan hal-hal yang tidak terlihat; mempelajari arti sebuah kata; mereka juga belajar mengenali bunyi dan mendiskusikannya. Anak-anak yang memasuki sekolah dasar dengan kosakata yang baik, diuntungkan ketika belajar membaca ( Paris & Paris 2006). Kosakata-kata yang baik akan membantu pembaca mengatahui makna kata dengan mudah ( Beaty; Cuningham,2009).
Whole-language approach menekankan bahwa intruksi membaca seharusnya sejalan dengan proses belajar bahasa yang natural pada anak-anak. Beberapa kelas yang menggunakan pendekatan ini memulai pelajarannya dengan mengajarkan pembaca mengenali keseluruhan kata atau bahkan seluruh kalimat, serta menggunakan konteks dari yang mereka baca untuk menduga makna kata-katanya. Materi yang dibaca sebaiknya menyeluruh dan bermakna artinya, anak-anak diberi materi dalam bentuk yang lengkap, seperti cerita dan puisi sehingga mereka belajar untuk memahami fungsi komunikasi dari bahasa. Sebaliknya, phonics approach menekankan bahwa intruksi membaca sebaiknya mengajarkan fonetik dan aturan-aturan dasar yang dipakai untuk menerjemahkan simbol-simbol tertulis ke dalam bunyi.
Penelitian menyatakan anak-anak akan memperoleh manfaat dari kedua pendekatan itu, namun intruksi pada fonetik perlu ditekankan (Meltzi & Ely; 2009, Tompkins, 2011).
Rich Mayer (2008) baru-baru ini menjelaskan tiga proses kognitif yang terlibat agar dapat membaca tulisan:
1. Memahami unit-unit suara dalam kata-kata, yang mencakup pemahaman fonem.
2. Mengkodekan kembali kata-kata, yang mencakup pengubahan kata-kata tertulis menjadi suara.
3. Mengakses arti kata, dengan membayangkan representasi dari sebuah kata.



2.6.3.      Menulis
Ketika anak-anak mulai menulis, anak-anak seringkali menciptakan ejaan. Orang tua dan guru seharusnya mendukung pembelajaran menulis anak-anak, namun tidak perlu terlalu memperdulikan pembentukan kata atau pengejaan. Mengoreksi pengucapan dan menulis harus dilakukan secara selektif dan positif sehingga tidak mematahkan semangat spontanitas menulis anak.
Anak-anak harus memperoleh kesempatan menulis yang banyak. Ketika keterampilan berbahasa dan kognitif mereka meningkat dengan intruksi yang baik, demikian pula dengan keterampilan menulisnya.
2.6.4.      Bilingualisme dan Mempelajari Bahasa Kedua
2.6.4.1.            Mempelajari Bahasa Kedua
Selama bertahun-tahun, dikatakan bahwa jika seseorang tidak mempelajari bahasa kedua sebelum masa pubertas, ia tidak akan pernah mencapai kelancaran berbahasa untuk bahasa kedua (Johnson & Newport,1991). Meskipun demikian, penelitian terbaru mengindikasikan kesimpulan yang lebih kompleks: Periode sensitif cenderung berbeda diantara berbagai sistem bahasa (Thomas & Johnson, 2008).
Kemampuan untuk berbicara dalam dua bahasa memiliki efek positif bagi perkembangan kognitif anak. Anak-anak yang fasih dalam dua bahasa performanya lebih baik dibandingkan rekan-rekannya yang hanya menguasai satu bahasa dalam uji mengendalikan atensi, pembentukan konsep, penalaran analitis, fleksibilitas kognitif dan kompleksitas kognitif (Bialystok,2001, 2007; Byalistok & Craik,2010).



2.6.4.2.            Pendidikan Bilingual
Saat ini makin banyak orang tua yang menyadari pentingnya menguasai bahasa inggris dalam kehidupan sehari-hari, terbukti dengan semakin membludaknya siswa baru di sekolah-sekolah SBI (Sekolah Bertaraf Internasional). Sekolah yang mengklaim dirinya menggunakan bilingual dalam system belajar dan mengajar. Lalu apa sih bilingual itu?

Bilingual adalah menggunakan dua bahasa dengan baik. Contoh Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Bahasa Jepang, Dan Lain-lain. Seseorang bisa dikatakan Bilinguals ketika; (1) Menguasai dua bahasa dengan modalitas yang sama. Contoh  Berbicara Bahasa Inggris dan Berbicara Bahasa Jerman dan menulis Bahasa Inggris dan Menulis Bahasa Jepang. (2) Menguasai dua bahasa dengan modalitas yang berbeda. Contoh berbicara Bahasa Inggris dan menulis Bahasa Jepang.

Bilingual mempunyai banyak keuntungan, diantaranya bisa berkomunikasi dengan bahasa lain, dapat mengembangkan kerjasama dan pemahaman antar masyarakat, dan meningkatkan kecerdasan anak. Hal ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan Bain and Yu (1980) pada anak usia empat tahun di Canada, Prancis, dan HongKong yang menunjukkan hasil  bilinguals lebih unggul dari monolingual dalam beberapa tes kinerja kognitif, selain mereka memiliki keunggulan dalam dua bahasa yang berbeda.

Dalam pembelajarannya, Bilingual dapat dilakukan dengan dua cara yaitu sequential dan simultaneous. Sequential adalah belajar bahasa pertama kemudian belajar bahasa kedua dalam waktu yang berurutan, Misalnya seorang anak dari umur satu tahun menggunakan Bahasa Indonesia dirumahnya kemudian setelah berumur tujuh tahun di sekolahnya dia belajar bahasa inggris. Simultaneous adalah perolehan kedua bahasa dalam waktu yang bersamaan, seperti seorang anak yang berbicara dalam dua bahasa dirumahnya.

 
Dalam pembelajaran simultaneous terdapat dua situasi yang dapat kita terapkan. Yang pertama 1P-1L (One Person-One Language / satu orang-satu bahasa), dalam pembelajaran ini seorang anak dibiasakan untuk menggunakan satu bahasa untuk satu orang dan bahasa yang lain untuk orang lain, contohnya seorang anak berbicara Bahasa Inggris pada ibunya dan berbicara Bahasa Indonesia pada ayahnya. Jadi dalam pembelajaran ini interaksi apapun yang dilakukan oleh ibu dan anaknya harus menggunakan Bahasa Inggris begitupun ketika berinteraksi dengan ayahnya, anak tersebut harus menggunakan bahasa Indonesia. Yang kedua adalah 1P-2L (one person-two languages / satu orang-dua bahasa), dalam pembelajaran ini menggunakan dua bahasa untuk kedua orang tuanya. Contoh seorang anak menggunakan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia ketika berinteraksi dengan ayah dan ibunya.












BAB III
PENUTUP
3.1.   Kesimpulan
Masa akhir anak anak (late childhood) ialah periode perkembangan yang merentang dari usia kira kira enam hingga dua belas tahun, yang kira kira setara dengan tahun tahun sekolah dasar, periode ini biasanya disebut dengan tahun tahun sekolah dasar. Keterampilan keterampilan fundamental seperti membaca, menulis, dan berhitung telah dikuasai. Anak secara formal berhubungan dengan dunia yang lebih luas dan kebudayaan. Prestasi menjadi tema yang lebih sentral dari dunia anak dan pengendalian diri mulai meningkat.
Diusia ini anak mulai mengenal kelompok sosial diantaranya membentuk geng. Bukan hanya itu kelompok sosial itu juga memberikan efek. Lalu efek itu berpengaruh pada sikap dan perilaku moral mereka. Yang dimana terbentuk kode etik moral, kedipsiplinan, serta terjadinya sebuah pelanggaran hukum pada anak-anak usia akhir.
3.2.   Saran
                  Kami menyarankan kepada orang tua agar selalu membimbing anak ketika usia sekitar 6-12 tahun, karena dalam usia ini anak mulai beranjak atau akan masuk dalam proses peremajaan. Dalam usia ini anak akan mulai meniru apa yang dilihat nya maka dari itu hendaknya dalam lingkungan keluarga orang tua harus berperan penuh.








DAFTAR PUSTAKA
[1] Yuliani Rochmah, Elfi, Psikologi Perkembangan, (Ponorogo; STAIN Ponorogo Press, cet. I, 2005)hal. 162-163
[2][3] John W. Santrock, Perkembangan Anak,Terj. (Jakarta; Erlangga, Edisi XI, 2007) jld. 1, hal. 160-163
[4][5] http://khairuddinhsb.blogspot.com/perkembangan-masa-kanak-kanak, diakses pada tanggal 15 November 2010
Papalia, D. E., Ols, S.W., Feldman, R.D., 2008. Psikologi Perkembangan edisi kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Penerbit Erlangga : 1980) hlm. 144-178


 Jika ingin mengunduh file silahkan klik disini